Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia : Masa Kerajaan (1)

Pergerakan buruh di Indonesia memang sudah terjadi sejak lama. Kita dapat melihat sendiri bahwa dari mulai masa pra-imperialisme/kolonialisme pun sudah ada pergerakan buruh walaupun dalam skala/intensitas yang kecil dan masih digolongkan dalam gerakan yang bersifat kedaerahan. Gerakan buruh di sini lebih pada protes dari kalangan petani (buruh tani) terhadap pemerintahan raja/sultan yang merasa ditindas dan dieksploitasi.

Hal ini tentunya tidak lepas juga dari struktur masyarakat kerajaan yang masih menggunakan stratifikasi sosial dalam membagi kedudukan masyarakat. Bergerak kepada masa kolonialisme pergerakan kaum buruh semakin lebih intensif dan meningkat baik itu dalam kuantitas maupun jangkauan. Keadaan saat itu yang memaksa mereka melakukan pemogokan-pemogokan, dan pemberontakan-pemberontakan mereka terhadap pemerintahan kolonial yang sewenang-wenang terhadap petani, buruh, dan pegawai pabrik.

Bacaan Lainnya

Di dalam masa kolonialisme ini pun muncul banyak tokoh-tokoh pergerakan buruh yang memiliki andil besar dalam memperjuangkan kaum buruh dari penindasan. Tokoh-tokoh tersebut ada yang berasal dari kaum buruh itu sendiri, ataupun berasal dari kaum bangsawan, keagamaan, dan Nasionalis, bahkan komunis. Sebut saja mereka adalah Semaun, Suryopranoto, H. Agus Salim, dan masih banyak lagi yang berperan besar dalam konteks ini. Pada masa kolonialisme kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pihak kolonial digadang-gadang penyebab dari munculnya pergerakan buruh. Di sini juga dualisme kekuasaan raja dan sultan di kerajaan dan kesultanan dengan pemerintahan Belanda turut mempersulit posisi dan kedudukan rakyat. Orang-orang Cina yang diberi keleluasaan menanamkan modal di Indonesia oleh Belanda pun disebut-sebut banyak merugikan rakyat Indonesia khususnya kaum buruh.

Banyak organisasi dan perserikatan-perserikatan buruh pun dibentuk misalnya saja PFB, PPPB, PPPH, Perserikatan Buruh Kereta Api (VSTP), dan masih banyak lagi. Menuju era pergerakan kebangsaan rasa Nasionalisme pun muncul dari kalangan buruh dan pergerakannya semakin luas dan menyebar untuk menentang pemerintahan kolonial Belanda. Soekarno pun sebagai tokoh pergerakan Nasional ikut turut serta dalam memperjuangkan kaum buruh di Indonesia. Sebagai seorang intelektual Soekarno muda memiliki gagasan-gagasan briliant dalam pikirannya dan memiliki kharisma seorang pemimpin dalam memimpin rakyat Indonesia. Melalui PNI Soekarno menegaskan bahwa pergerakan kaum buruh adalah pergerakan masa dalam jumlah besar dan harus dilakukan dengan habis-habisan karena banyaknya tuntutan yang mereka lontarkan. Paham Marhaenisme dan proletar yang diusung oleh bung Karno pun serasa memberikan semangat dan motivasi tersendiri terhadap perjuangan kaum buruh di Indonesia.

Soekarno, salah satu tokoh paling cemerlang dan terkemuka saat itu, tidak bisa dipisahkan dengan gerakan buruh dan gerakan massa, terutama saat PKI telah dihilangkan oleh penindasan kolonial dalam panggung terbuka perjuangan pembebasan nasional. Soekarno, terutama setelah pidato Indonesia Menggugat yang begitu tajam dan terkenal itu, telah didaulat secara tidak langsung sebagai pemimpinnya gerakan massa. Bahkan, oleh Dr. Sutomo, salah satu tokoh gerakan nasional saat itu, Soekarno diletakkan sebagai motor, kekuatan penggerak dari seluruh barisan yang beraliran kiri.

Masa Kerajaan Indonesia

Pada masa ini kita membatasi pergerakan buruh hanya pada lingkup Kerajaan-Kerajaan yang memang memiliki sejarah tentang Buruh. Pada masa Kerajaan/Kesultanan misalnya kerajaan Mataram, Kesultanan Surakarta, dan sebagainya pergolakan yang terjadi di kalangan masyarakat Kerajaan tidak lepas dari pembagian lapisan masyarakat dalam stratifikasi sosial Kesultanan/Kerajaan. Struktur Kesultanan dan Kerajaan yang dibagi atas bentuk-bentuk seperti Raja, Priyayi, dan Kawula telah menjadikan kecemburuan sosial diantara masyarakatnya. Hal ini menimbulkan adanya pemberontakan dari kalangan buruh yang juga kebayakan adalah kaum petani. Pada masa feodalisme murni ini, terjadi pemusatan kekuasaan pada segelintir kelompok masyarakat yang dikenal sebagai kaum bangsawan, dan dipimpin oleh seorang raja atau sultan.

Dalam menjalankan roda perekonomian di daerah kekuasaannya para bangsawan menjalankan usaha agraris (pertanian) yang dilaksanakan oleh para tuan tanah, di mana para tuan tanah memerintahkan petani penggarap untuk bercocok tanam sesuai dengan apa yang diperintahkan para tuan tanah. Hasil dari pertanian yang dijalankan petani penggarap di berikan sepenuhnya kepada tuan tanah, dan sebagai upah atas kerja petani penggarap hanya diberikan sedikit hasil tani yang dapat menghidupinya sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup yang sangat sederhana. Dan mereka diberi lokasi tempat tinggal di sekitar tanah garapan yang sebenarnya tanpa disadari petani juga dijadikan sebagai penjaga tanah dan garapannya tersebut.

Penjualan dan distribusi hasil tani dijalankan para tuan-tuan tanah dengan dibantu kelompok pedagang yang memilik akses ke berbagi daerah lain yang membutuhkan hasil-hasil pertanian tersebut. Keuntungan yang didapat dimiliki sepenuhnya oleh para tuan tanah. Sebagai imbalan ke pihak bangsawan, tuan tanah memberikan berupa upeti atau persembahan yang pada dasarnya memohon agar mereka diberi hak lagi untuk menjalankan usaha di lokasinya. Di sini dapat dilihat bahwa pada corak kehidupan feodal, penindasan terhadap rakyat kecil (dapat dianggap bahwa para petani atau petani tak bertanah mempunyai kelompok masyarakat yang berjumlah besar dibanding kelompok masyarakat yang lain) terjadi secara sistematis (terstruktur).

Penindasan secara langsung jelas dilakukan oleh para tuan tanah dengan tidak memberikan imbalan yang layak kepada petani penggarap yang sesuai dengan nilai kerja mereka. Dapat dipastikan bahwa tingkat kehidupan petani tidak akan beranjak ke tingkat yang lebih baik sampai kapanpun. Penindasan terhadap petani oleh tuan tanah dilakukan untuk mendatangkan keuntungan yang maksimal bagi tuan tanah mengingat mereka harus mengeluarkan biaya persembahan .

Sistem ekonomi feodal telah membentuk struktur masyarakat sebagai berikut :
Raja dan bangsawan, mewakili kelas penguasa politik, dimana mereka membuat segala aturan dalam politik kekuasaan ataupun ekonomi di dalam kerajaan.
Tuan tanah, sebagai pemilik alat produksi (berupa tanah) dan mengambil keuntungan dari hasil produksi tersebut. Perlu diingat bahwa kepemilikan alat produksi dari si tuan tanah tidaklah didapat dari suatu mekanisme kepemilikan yang mandiri. Kepemilikan tanah diberikan oleh raja (atau bangsawan)dalam bentuk hak pengelolaan dengan imbalan upeti. Ini nantinya yang akan membedakan corak produksi kapitalisme, kapitalisme pinggiran, dan feodal.

Pedagang, sebagai kelompok yang mendistribusikan barang. Mereka mengambil keuntungan dengan mendapatkan selisih harga beli dari tuan tanah dan harag jual pembeli di tempat lain.
Petani penggarap, merupakan kelompok mayoritas yang secara ekonomi tidak memiliki kekuasan apapun.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *