Purwakarta, KPonline – Bagi yang suka mencibir, serikat pekerja atau serikat buruh dicap sebagai pecundang manakala negosiasi tak berujung dengan yang hasil manis. Benarkah serikat pekerja atau Serikat buruh sepatutnya mendapat stigma demikian? Jawabannya adalah salah.
Sebab, menurut laporan ILO (Organisasi Buruh Internasional), keberadaan serikat pekerja justru berkorelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan buruh dan produktivitas perusahaan. Dalam laporan tahunannya, ILO mencatat bahwa perusahaan dengan hubungan industrial yang sehat, yaitu yang salah satunya ditandai dengan keberadaan serikat pekerja yang kuat, mengalami tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi, loyalitas kerja yang lebih baik, serta lebih kecil risiko konflik berkepanjangan.
“Serikat pekerja memang sering dianggap kalah ketika tuntutan mereka tidak sepenuhnya dikabulkan manajemen. Tapi ukuran keberhasilan serikat tidak bisa dilihat dari menang atau kalah. Keberanian mereka duduk di meja perundingan, memperjuangkan suara kolektif pekerja, adalah bentuk nyata perlawanan terhadap ketimpangan kekuasaan di tempat kerja”
Sejumlah kasus di Tanah Air menunjukkan bahwa tanpa kehadiran serikat, pekerja rentan terhadap pemutusan hubungan kerja sepihak, upah yang tidak layak, serta kondisi kerja yang eksploitatif. Berbeda dengan kehadiran Serikat. Di sektor alas kaki (PT. Sepatu Bata), misalnya, dimana Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) PT. Sepatu Bata berhasil memperjuangkan kepastian kerja bagi para anggotanya yang sebelumnya diabaikan dengan sistem kerja harian dan kontrak yang berkepanjangan dengan diangkat menjadi karyawan tetap (PKWTT).
Tidak sedikit perusahaan yang membungkam gerakan serikat secara halus. Mulai dari intimidasi, pelabelan negatif, hingga pemutusan kontrak dengan alasan tidak langsung. Strategi-strategi semacam ini menciptakan kesan seolah serikat tidak efektif, padahal itu adalah cerminan dari ketimpangan relasi kuasa yang belum teratasi.
“Selama ini serikat pekerja dianggap kalah karena tak selalu menang di atas kertas. Tapi pekerja sekarang bisa libur dihari Minggu, dapat cuti haid, dan upah minimum. Itu semua hasil perjuangan panjang serikat. Serikat pekerja bukan pecundang, serikat adalah penyangga keadilan”
Persepsi negatif terhadap serikat pekerja adalah warisan dari narasi dominan yang dibentuk oleh struktur manajemen yang enggan kehilangan kontrol absolut. Untuk mengubahnya, butuh literasi hubungan industrial yang adil, serta dukungan regulasi yang melindungi kebebasan berserikat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan konvensi internasional.
Singkatnya, serikat pekerja atau serikat buruh bukanlah lawan manajemen, tapi mitra kritis dalam menciptakan keseimbangan kepentingan di tempat kerja. Dalam dunia kerja yang terus berubah, peran mereka semakin relevan, bukan sebagai pecundang, tapi sebagai penjaga martabat buruh.



