Perjanjian Dengan Ibu

cerita cinta
Perjanjian Dengan Ibu

Ibu…dengarkan anakmu yang sedang membuat janji

Akan kugratiskan pelayanan kesehatan bagi ibu
Agar tak ada lagi ibu yang meninggal saat melahirkan
Akan kusediakan banyak sarjana pengajar keaksaraan fungsional
Agar tak ada lagi ibu yang buta huruf
Akan kubangun pusat krisis, pelayanan dan pemberdayaan
Agar tak ada lagi ibu yang terkungkung dalam kekerasan rumah tangga
Akan kuciptakan banyak hakim, jaksa, pengacara bernurani
Agar tak ada lagi ibu yang diperkosa hukum
Akan kutumbuhkan iklim usaha produktif dengan asas ekonomi pancasila
Agar tak ada lagi ibu yang terdiskriminasi dalam dunia kerja

Bacaan Lainnya

Tapi janji bagaimanapun hanyalah serangkaian kata-kata
Akankah ada makna bila kuucapkan dari balik dinding penjara

 

Perempuan Adalah Ibu

Perempuan bagaimanapun selalu ibu
Perempuan dengan rahim atau tanpa rahim adalah ibu
Perempuan tidak punya anak sekalipun tetap dipanggil ibu
Perempuan hanya memiliki satu cakrawala yaitu menjadi ibu

Menjadi ibu membawa kebahagiaan bagi perempuan
Menjadi ibu memberi pembenaran kepada penderitaan
Menjadi ibu menganugerahi kemampuan menderita karena melahirkan
Menjadi ibu mensyaratkan kebahagiaan bersisian dengan pengorbanan

======
Puisi ini ditulis oleh Ana Westy dalam sebuah buku berjudul Senyum Bulan Desember bersama Chaerudin Saleh, dan Asyafa Jelata yang diterbitkan LeutikaPrio dan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS).

Ana Westy, tetapi lebih senang dipanggil Achie, lahir dan besar di Kalimantan Barat 3 Maret 1985 lalu, menghabiskan masa kuliah dan kerja di Bandung selama tujuh tahun. Kembali lagi ke Kalimantan Barat karena sebuah tugas negara. Senang menyebut diri sebagai ”penyiar yang penulis” – ”penulis yang penyiar”. Senang menulis karena ingin sekali tulisan-tulisannya menginspirasi, sekaligus tetap aktif di dunia penyiaran. Produksi karya fiksi dan non fiksi telah diterbitkan di berbagai media seperti Tribun Jabar, Pikiran Rakyat, dan Penerbit Esensi.

Senyum Bulan Desember sendiri merupakan kumpulan puisi yang merefleksikan semua kepedihan itu. Bukan sekedar refleksi, malah. Namun juga hendak bersuara dengan tegas dan keras, bahwa jangan ada lagi kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Hal ini sekaligus hendak menegaskan tentang kemerdekaan kaum perempuan. Bahwa eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang serius karena akan meninggalkan dampak yang luar biasa. Trauma mendalam, yang bisa jadi akan berdampak abadi. Bukan hanya si perempuan itu sendiri, namun juga generasi yang akan dilahirkannya esok hari.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *