Jika Anda Akan Maju Dalam Pemilu 2019, Pahami 5 Hal Paling Krusial Dalam Sistem Pemilu Nanti

Kader-kader FSPMI/KSPI maju sebagai caleg dari berbagai partai dalam Pemilu tahun 2014. Ini menunjukkan FSPMI/KSPI bukan underbow PKS.

Jakarta, KPonline – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu dalam rapat paripurna yang berakhir pada Jumat (21/7/2017) dini hari. Pengesahan ini termasuk menetapkan keputusan atas lima isu krusial dalam RUU Pemilu yang belum mencapai kesepakatan dalam pembahasan tingkat Pansus.

Lima isu itu yakni soal sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold), ambang batas parlemen, metode konversi suara, dan alokasi kursi per dapil.

Bacaan Lainnya
1. Sistem pemilu terbuka

Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan sistem yang cenderung membebaskan pemilih untuk memilih calon yang diinginkannya. Dimana calon legislatif terpilih adalah mereka yang mendapatkan suara terbanyak dari pemilih.

Sistem ini banyak diusulkan oleh pengamat pemilu karena dianggap lebih demokratis dan tingkat partisipasi masyarakat akan lebih tinggi. Alasannya, pemilih bisa memilih langsung wakilnya.

2. Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold)

Isu presidential threshold merupakan isu yang paling menimbulkan perdebatan di antara lima isu krusial lainnya. Hingga diputuskan, isu ini masih menuai pro kontra tak hanya dari luar parlemen, tetapi juga di internal parlemen.

Presidential threshold yang akhirnya diputuskan adalah 20-25 persen, yakni 20 persen suara kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Implikasi paling nyata adalah, yang paling bisa -dalam artian punya posisi tawar dan modal politik untuk bisa mengusung presiden dan wakil presiden- adalah mereka yang punya kursi atau punya suara sah dari pemilu legislatif 2014. Sementara itu, bermunculan partai baru yang berkompetisi pada pemilu 2019, seperti PSI dan Perindo.

Jika partai-partai baru ini ingin mengusung presiden, partai ini tidak memiliki modalitas yang bisa digunakan untuk mencalonkan calon presiden karena tidak punya modal politik yang disyaratkan undang-undang.

3. Ambang batas parlemen

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang disahkan adalah 4 persen. Artinya, naik 0,5 persen dari Pemilu 2014 lalu.

Sehingga, partai yang perolehan suaranya tak mencapai 4 persen pada pemilihan legislatif tak akan lolos sebagai anggota DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.

Untuk DPR RI, misalnya. PBB dan PKPI tak bisa lolos pada 2014 lalu karena perolehan suaranya tak mencapai 3,5 persen. PBB hanya memperoleh 1,46 persen suara sedangkan PKPI hanya 0,91 persen suara.

Poin ini telah disepakati oleh semua fraksi di parlemen. Berbeda dengan poin presidential threshold yang dianggap sudah tak relevan karena pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019 dilaksanakan serentak.

5. Metode konversi suara

Metode yang akhirnya “diketok palu” DPR pada rapat paripurna, Kamis (20/7/2017) malam, adalah metode sainte lague murni.

Dalam mengonversi suara menjadi kursi, metode sainte lague modifikasi membagi jumlah suara tiap partai di suatu dapil dengan empat angka konstanta sesuai rumus.

Konstanta awalnya dimulai dengan angka 1. Kemudian, akan dibagi sesuai dilanjutkan dengan angka ganjil berikutnya. Setelah itu, hasilnya diperingkat sesuai dengan jumlah kursi dalam suatu dapil.

Jika jumlah kursi di dapil tersebut 10, maka akan dibuat 10 urutan.

Metode ini baru diterapkan di Indonesia. Pada pemilu-pemilu sebelumnya, metode yang digunakan adalah metode bilangan pembagi pemilih (BPP).

Metode BPP adalah menentukan jumlah kursi dengan mencari suara per kursi terlebih dahulu. Caranya, membagi total suara sah dengan total kursi yang ada di suatu daerah pemilihan (dapil).

Metode ini cenderung menguntungkan partai menengah dan kecil. Sebab, peluang mereka mendapatkan kursi sisa lebih terbuka. Sebaliknya, partai besar akan cenderung dirugikan.

Metode sainte lague murni oleh sebagian pihak dinilai lebih adil. Partai dengan perolehan suara besar akan mendapatkan lebih banyak kursi, sedangkan partai dengan perolehan suara kecil tentu akan mendapatkan kursi yang lebih sedikit pula.

5. Alokasi kursi per dapil

Poin alokasi kursi per dapil atau district magnitude yang diketok DPR sama seperti Pemilu sebelumnya, yakni 3-10. Artinya, jumlah minimum kursi dalam sebuah dapil adalah 3 kursi, sedangkan jumlah kursi maksimumnya adalah 10 kursi.

Tak banyak yang berubah dari poin ini karena sama seperti pemilu sebelumnya.

 

Sumber: koma

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *