Jamkeswatch : Surplus Kas DJS BPJS Kesehatan Bukan Sebuah Prestasi

Anggota mendengarkan pemaparan dari Ketua PC SPAMK FSPMI Karawang

Jakarta, KPonline – (18/02/2021) Dikutip dari laman resmi, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyampaikan bahwa sepanjang 2020, arus kas Dana Jaminan Sosial (DJS) BPJS Kesehatan mencatatkan surplus sebesar Rp 18,7 Triliun.

Menurutnya, salah satu faktor utama surplus ini adalah adanya penyesuaian iuran yang berdampak positif dan membuat sustain serta berkelanjutannya Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Bacaan Lainnya

Ini berarti mulai 2021, defisit BPJS Kesehatan telah teratasi dan dilaporkan tidak ada tunggakan pembiayaan klaim rumah sakit yang gagal bayar.

Beberapa pihak menganggap surplusnya kas adalah sebuah prestasi bagi jajaran Direksi BPJS Kesehatan yang akan segera berakhir masa baktinya.

Jamkeswatch sebagai pemerhati dan pemantau independen Jaminan Sosial ikut berkomentar menanggapi hal tersebut. Dihubungi via telepon melalui Iswan Abdullah SE selaku Direktur Eksekutif Nasional Jamkeswatch, ia menyampaikan.

“Surplus kas itu bukan ukuran keberhasilan BPJS Kesehatan ya. Harus diingat, defisit itu adalah akumulasi dari tahun ke tahun, artinya defisit tetap mungkin terjadi lagi di tahun depan. Adapun saat ini, peningkatan iuran, dana talangan pemerintah dan efek pandemi cukup memberikan kontribusi terhadap cash flow keuangan”, Jelas Iswan.

Dalam pandangan Jamkeswatch, ukuran keberhasilan BPJS Kesehatan adalah tercapainya UHC seluruh masyarakat Indonesia, terpenuhinya hak pelayanan pasien, dimana pasien tidak lagi ditolak saat membutuhkan pelayanan, kemudahan akses kesehatan dan ketersediaan ruangan yang memadai (NICU/PICU). Selain itu, banyaknya pekerja formal yang belum terdaftarkan serta masih banyaknya fraud di fasilitas kesehatan juga menjadikan belum suksesnya Program JKN.

Menurut Iswan, BPJS Kesehatan bukanlah lembaga yang profit oriented, tidak tepat kiranya menjadikan surplus kas sebagai bentuk capaian keberhasilan. Terlebih di tahun depan, apabila kondisinya sama maka surplus kas akan bertambah besar, apakah itu yang menjadi tujuan program JKN BPJS Kesehatan?

Jamkeswatch pun menggaris bawahi. Dengan tingkat utilitas yang tinggi namun kepatuhan sangat rendah, rawan terjadinya diskriminasi pelayanan dan defisit yang tiba-tiba muncul kembali.

Menyoal kenaikan iuran yang menjadi faktor utama Surplus, Jamkeswatch bersikukuh tetap menolak kenaikan iuran. Selain ditengah merosotnya ekonomi dan pandemi di masyarakat, kenaikan iuran juga tidak mencerminkan keberpihakan dan keadilan sosial. Akibatnya banyak peserta PBPU/mandiri melakukan migrasi/pindah ke kelas 3 dan rawan memicu menumpuknya tunggakan iuran.

Dihubungi terpisah, Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Roni Febrianto saat di konfrontir menegaskan,

“Laporan keuangan audited masih berproses sampai bulan Juni 2021. Kita akan menunggu audit KAP independen. Ini adalah bentuk transparansi dan bisa di monitor bersama.” Tegasnya.

Pertanyaan besar menggantung di masyarakat, akankah surplusnya kas BPJS Kesehatan menjadikan pelayanan lebih optimal? Langkah apakah yang akan dilakukan BPJS Kesehatan dengan surplusnya kas tersebut? Tentu publik tidak berharap BPJS Kesehatan hanya menjadi ladang pengerukan iuran semata dan makin membebani masyarakat.

Menutup penyampaiannya Iswan menegaskan bahwa banyak pekerja dan masyarakat formal yang masih belum mendapatkan hak Kesehatan, banyak warga negara yang belum memperoleh pelayanan kesehatan yang layak dan memadai. Jamkeswatch akan terus memantau, sebab dana yang terkumpul besar mengundang kerawanan dan banyak kepentingan.

Ipang Sugiasmoro

Pos terkait