FSPMI Jawa Timur Menolak Rencana Revisi UU Ketenagakerjaan

Surabaya, KPonline – FSPMI Jawa Timur mendapat kunjungan dari Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Selasa (22/11/2016). Kedatangan Tim Keahlian DPR RI ke Jawa Timur dalam rangka memantau mengenai pelaksanaan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003).

Tim Badan keahlian DPR RI diterima oleh Sekretaris Umum DPW FSPMI Jawa Timur Jazuli beserta jajaran pengurus di kantor DPW FSPMI Jawa Timur, Jl. Simopomahan, Sidomulyo, Sukomanunggal, Surabaya. Rombongan Tim Keahlian yang diketuai oleh Afniwati Tanjung selaku Kasubag TU BKD dan beranggotakan 9 orang ini bertujuan untuk menggali data dan mengumpulkan informasi terkait dengan pelaksanaan UU 13/2003 terutama di Jawa Timur.

Bacaan Lainnya

Dipilihnya Jawa Timur karena pergerakan buruh di Jawa Timur memberi kontribusi yang signifikan terhadap dinamika ketenagakerjaan di Indonesia. Kantor DPW yang baru dibeli dari hasil swadaya anggota, menjadi saksi sekaligus tempat diskusi dan tanya jawab yang dilakukan dengan lesehan ala buruh.

Beberapa pertanyaan dilontarkan oleh Tim Badan Keahlian kepada FSPMI Jawa Timur seputar keberadaan dan kendala pelaksanaan UU Ketenagakerjaan selama ini. Saran dan pendapat dari Serikat Pekerja ini nantinya akan disampaikan dan menjadi masukan dalam rapat pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketika disinggung mengenai rencana revisi UU 13/2003 yang marak diberitakan di media massa, melalui Jazuli FSPMI Jawa Timur secara tegas menyatakan menolak rencana revisi UU Ketenagakerjaan tersebut.

“UU 13/2003 masih cukup relevan untuk dijadikan acuan. Karena UU 13/2003 bukanlah suatu sistem baku nasional maka dibutuhkan aturan turunan untuk lebih menyempurnakannya. Sayangnya banyak sekali aturan dibawahnya yang tidak singkron dan tumpang tindih, yang menjadikan UU Ketenagakerjaan terlihat kontra produktif. Upaya-upaya yang telah dibenahi Mahkamah konstitusi, bukan berarti Undang-Undang ini cacat atau tidak bagus namun harusnya menjadi penyempurna Undang-Undang itu sendiri.” Ujarnya.

Masih menurut Jazuli, “Pemerintah Daerah yang bersinggungan langsung dengan rakyat, seharusnya cermat melihat keadaan pekerja secara riil, apalagi tidak semua hal tentang ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang. Dalam era otonomi daerah ini Gubernur/Bupati/Walikota bisa membuat sebuah terobosan hukum untuk menyempurnakan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan mensejahterakan masyarakat sesuai karakteristik daerah masing-masing.”

Widhi Sasongko, yang juga salah seorang anggota Dewan Pengupahan Propinsi Jawa Timur menambahkan, “Secara umum Undang-Undang 13/2003 masih cukup bagus, beberapa kali Uji Materi yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi bukan menghapus atau menghilangkan pasalnya, namun hanya permasalahan penjelasan tafsirnya karena adanya perbedaan pemahaman.”

Lebih lanjut widhi menerangkan bahwa lemahnya penegakan pengawasan memberikan ruang untuk terjadi pelanggaran ataupun penyelundupan hukum sehingga tidak berjalannya pelaksanaan Undang-Undang dengan benar. Baik Jazuli, Widhi maupun seluruh perangkat FSPMI yang hadir sepakat, bahwa tidak perlu adanya revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan apalagi dibalik itu ada kepentingan tertentu yang sengaja disusupkan. (*)

Pos terkait