Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Buruh Siapkan Aksi Besar di Seluruh Kota

IMG_20151210_120716

Jakarta, KPonline – Puluhan ribu buruh akan melakukan aksi besar-besaran di 20 Provinsi 150 Kab/Kota pada akhir Maret ini untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Di Jakarta, lokasi aksi akan dipusatkan di Istana, DPR, dan Kantor Pusat BPJS Kesehatan. Sedangkan aksi di daerah aksi akan dilakukan di Kantor Gubernur dan seluruh Kantor Cabang BPJS. Aksi ini akan dilakukan secara bergelombang terus-menerus, sampai pemerintah mencabut Peraturan Presiden No 19 Tahun 2016 yang mulai diberlakukan 1 April 2016.

Bacaan Lainnya

KSPI akan mengajak semua elemen masyarakat, mahasiswa, buruh, tani, aktivis sosial, dsb, untuk melawan keputusan arogan pemerintah yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehayan adalah Badan Hukum Publik (Wali Amanah) yang dibentuk atas perintah konstitusi. Dengan demikian, Presiden RI tidak bisa arogan dan semena-mena menaikkan iuran karena ini bukan BUMN atau Perseroan Terbatas (PT). Ingat, BPJS bukan lagi PT Jamsostek dan PT. Askes. Sebaiknya pemerintah dalam hal ini belajar lagi tentamg hukum apa itu badan hukum publik/wali amanah, agar Presiden jangan dipermalukan kesekian kalinya.

BPJS adalah mengelola dana amanat yang kekayaannya semata-mata dari iuran buruh, pengusaha, dan pemerintah melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI), jadi tidak bisa seenak-enaknya Presiden langsung menaikkan iuran hanya mendengar dari Direksi dan Menteri Kesehatan (ini sangat keliru).

Seharusnya, Presiden sebelum menaikkan iuran maka wajib menanyakan melalui uji publik (public hearing) kepada pemilik dana amanat yaitu buruh (termasuk peserta BPJS Kesehatan mandiri), pengusaha, dan masyarakat, apalagi BPJS Kesehatan adalah “single payer” atau kepesertaan wajib/monopoli negara.

Badan-basan resmi sebagai perwakilan pemilik dana amanat tersebut (ingat sekali lagi, dana BPJS Kesehatan, bukan milik pemerintah saja tapi milik buruh/masyarakat dan pengusaha) adalah DPR, Dewan Pemgawas BPJS Kesehaam, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Dari kesemuanya ini tidak ada satu pun yang dimintai pendapatnya oleh Presiden. Informasi ini didapatkan KSPI dari wakil buruh dan anggota DPR.

Dengan demikian, buruh berpendapat Presiden telah melanggar konstitusi karena menaikkan iuan tidak sesuai Undanh-undang, memberatkan rakyat, dan arogan karena sepihak memutuskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tanpa melibatkan publik. Dalam hal ini, 2 anggota DJSN dari buruh dan 2 anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dari buruh menolak keras kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan mereka tidak pernah sekalipun diajak diskusi untuk memutuskannya.

Berdasarkan hal itu, KSPI dan Buruh Indonesia menyerukan kepada Presiden RI untuk mencabut dan membatalkan rencana kenaikan iuran BPJS Ksehatan tersebut, karena melanggar konstitusi dan memberatkan rakyat ditengah situasi ekonomi yang sedang lesu, sebelum massa buruh dan rakyat bergerak karena memberikan pelayanan kesehatan adalah tugas negara bukan memungut iuran seperti “rentenir yang menghisap darah rakyat”.

Kalau memang tujuannya agar menyelamatkan keuangan BPJS Kesehatan maka solusinya bukan menaikkan iuran, tapi menaikkan anggaran PBI dari kurang lebih Rp 20 Trilyun menjadi Rp 30 Trilyun sesuai janji kampanye Jokowi – JK.

Diseluruh dunia, seperti Jerman, Nordic, Korsel,dan Malaysia, yang sistem jaminan sosialnya menggunakan sistem “wali amanat” atau badan hukum publik, setiap akan menaikkan iuran BPJS wajib hukumnya ditanya ke publik melalui mekanisme “public hearing” dan ke DPR serta DJSN, apakah setuju adanya kenaikan iuran? Bukan Presiden menaikkan sepihah seperti ini, yang membuat rakyat terkaget-kaget. Padahal itu adalah uang buruh, masyarakat peserta mandiri, PNS, TNI, Polri, pensiunan, veteran, pengusaha, dan PBI.

Boleh jadi total kumpulan iuran rakyat akan jauh lebih besar dari dana PBI milik pemerintah. Permintaan buruh, cabut Peraturan No 19 Tahun 016 dan jangan ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan baik bagi peserta penerima upah maupun peserta mandiri.
Presiden KSPI: Said Iqbal

Pos terkait