Surat Untuk Ibu
Pergi ke negeri seberang, ibuku sayang
Pergi untuk mencari uang
Semoga mendapat majikan berhati rupawan
dan diperlakukan penuh rasa kemanusiaan
Jika diri ini telah dewasa
dan mampu menaklukkan dunia
kuberjanji akan kubalas semua jasa
Sembah sujud beruntai doa
demi ibu yang berkorban lagi duka
jauh dari keluarga yang dicinta
Jika negeri ini telah aman sentosa
lagi mampu memberi makan rakyatnya
Doa kupanjatkan kepada Yang Kuasa
Agar tak ada lagi ibu yang direnggut dari anak-anaknya
Emansipasi
Untuk Ibu Kita Kartini
Pribadi dengan kasih sayang
Menancap kokoh laksana tiang
Memberangus apa menghadang
Pingitan tak mampu menghalang
Habis Gelap Terbitlah Terang
Mengubah nasib jadi benderang
Berjayalah, wahai, srikandi kebanggaan
Menghapus ketimpangan
Menyongsong kesetaraan
Meskipun masih dinomorduakan
Walaupun sering dimarjinalkan
Tetap tegar demi kemaslahatan
Senyum Bulan Desember
Lama engkau mengadu nasib di luar negeri
Demi aku dan para saudara tiri
Pergimu lama tak sekali
Kabarmu jarang diberi
Hingga suatu kali
Kata mereka engkau akan kembali
Bulan Desember ini
Aku akan melihatmu lagi
Kunanti…dan selalu kunanti
Kedatanganmu di bawah matahari pagi
Tapi diri tak mengerti
Senyummu yang pasi
Detik ini
Aku ingin mati
======
Puisi ini ditulis oleh Ana Westy dalam sebuah buku berjudul Senyum Bulan Desember bersama Chaerudin Saleh, dan Asyafa Jelata yang diterbitkan LeutikaPrio dan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS).
Ana Westy, tetapi lebih senang dipanggil Achie, lahir dan besar di Kalimantan Barat 3 Maret 1985 lalu, menghabiskan masa kuliah dan kerja di Bandung selama tujuh tahun. Kembali lagi ke Kalimantan Barat karena sebuah tugas negara. Senang menyebut diri sebagai ”penyiar yang penulis” – ”penulis yang penyiar”. Senang menulis karena ingin sekali tulisan-tulisannya menginspirasi, sekaligus tetap aktif di dunia penyiaran. Produksi karya fiksi dan non fiksi telah diterbitkan di berbagai media seperti Tribun Jabar, Pikiran Rakyat, dan Penerbit Esensi.
Senyum Bulan Desember sendiri merupakan kumpulan puisi yang merefleksikan semua kepedihan itu. Bukan sekedar refleksi, malah. Namun juga hendak bersuara dengan tegas dan keras, bahwa jangan ada lagi kekerasan dan diskriminasi berbasis gender. Hal ini sekaligus hendak menegaskan tentang kemerdekaan kaum perempuan. Bahwa eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang serius karena akan meninggalkan dampak yang luar biasa. Trauma mendalam, yang bisa jadi akan berdampak abadi. Bukan hanya si perempuan itu sendiri, namun juga generasi yang akan dilahirkannya esok hari.