Serikat Pekerja Dalam Pusaran Pengusaha

Bandung, KPonline – Keberadaan serikat pekerja didalam sebuah perusahaan seyogyanya menjadi sarana agar produktifitas perusahaan dapat meningkat serta sebagai sarana hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Faktanya dilapangan keberadaan serikat pekerja sering menjadi batu sandingan terhadap perusahaan karena serikat pekerja dianggap sebagai pembangkang dan tukang protes oleh sebagian perusahaan yang kerap melakukan keputusan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Bacaan Lainnya

Jumlah anggota serikat pekerja semakin menurun, semenjak lahirnya PP 78 tahun 2015, karena dianggap oleh sebagian pekerja, bahwa peran serikat pekerja dalam hal peningkatan kesejahteraan anggota tidak terlalu signifikan, karena dengan lahirnya PP tersebut secara otomatis peran serikat pekerja tidak ada sebab ketentuan kenaikan upah, seluruhnya diserahkan kepada pusat dalam hal ini pemerintah.

Tidak berhenti disitu saja sistem rekrutmen perusahaan terhadap pekerja baru terkadang melarang agar pekerja tidak bergabung dengan serikat pekerja dan karena ketidaktahuan pekerja akan manfaat serikat pekerja akhirnya pekerja pun tidak berserikat dan ini menjadi santapan empuk bagi pengusaha, karena tanpa adanya serikat, kemampuan dalam memperjuangkan akan hak bisa dibaca dan dilemahkan.

Berbeda ketika pekerja bergabung dengan serikat pekerja, hak-hak pekerja dan kesejahteraan tidak akan mudah dikikis oleh pengusaha hitam.

Namun, disisi lain terkadang pengurus serikat pekerja mendapatkan perlakuan tidak baik dalam sebuah perusahaan, karena dianggap sebagai pembangkang dan selalu vokal dalam memperjuangkan hak-hak anggota.

Beberapa perusahaan kerap memperlakukan pengurus serikat pekerja secara diskriminasi, sepertiĀ melakukan PHK sepihak berkedok mutasi kepada anggota serikat pekerja, membatasi kebebasan dalam menjalankan organisasi sesuai amanat undang-undang 21 tahun 2000 ( kebebasan berserikat ) serta tidak memberikan hak berunding serikat pekerja dalam sebuah perusahaan.

Sedangkan serikat pekerja jelas-jelas dilindungi oleh Undang-undang, konvensi ILO bahkan UUD 45. Didalam UU No 21 Tahun 2000 tentang SP/SB, setiap tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai Union Busting adalah merupakan tindak pidana yang dapat dihukum. Pasal 43 dalam UU ini menyatakan ā€œbarang siapa menghalang-halangi kegiatan serikat pekerja atau melakukan diskriminasi dikenakan sangsi pidana penjara atau denda paling sedikit Rp.100.000.000,- dan paling banyak Rp 500.000.000,-. Dan tindak pidana tersebut adalah merupakan tindak kejahatan”.

(Zenk)

Pos terkait