Polemik UU Cipta Kerja

Polemik UU Cipta Kerja
Buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja.

Sebelumnya perkenalkan nama lengkap saya Devy Arifiandy Sofyan panggilannya Dev, saya sekarang bekerja di salah satu perusahaan swasta ( pabrik) di Tangerang Utara sebagai operator mesin.

Saya sudah bekerja di perusahaan ini kurang lebih 11 tahun. selama bekerja baru sekarang di tahun 2021 saya merasa sangat khawatir sekali dengan nasib buruh karena dengan terbitnya / dikeluarkannya oleh pemerintah UU Cipta Kerja terkhusus klaster ketenagakerjaan tentang tenaga asing, pkwt, ahli daya( outsourcing), waktu kerja, pengupahan, PHK ( pemutusan hubungan kerja), jaminan sosial ketenagakerjaan, dan pesangon.

Bacaan Lainnya

Sebelum dikeluarkan UU Cipta Kerja saya sebagai buruh tidak terlalu khawatir sekali soal masa depan buruh , karena UU terdahulu ( UU no13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan) cukup melindungi pekerja/buruh. Meskipun implementasnya masih banyak penyimpangan yang di lakukan perusahaan karena sistem pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan yang belum optimal.

Saya berharap sekali kepada pemerintah agar manghapus / merubah / mengganti UU Cipta Kerja terutama klaster ketenagakerjaan pasal pasal yang sangat merugikan buruh beserta keluarganya.

Saya berdo’a semoga wakil rakyat / pemerintah diberi hidayah untuk kepentingan rakyat / buruh beserta keluarganya. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih.

Menurut pandangan saya kebijakan dasar dalam hukum ketenagakerjaan adalah memberikan pelindungan kepada pihak yang rentan yaitu pekerja/buruh. Amanat dari Pasal 27 (2) dan Pasal 28D (2) UUD 1945 menjamin bahwa hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja merupakan hak asasi yang konstitusional.

Keberadaan peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menyeimbangkan posisi tawar yang terdapat dalam hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha.

Alih-alih memperkuat pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan, menurut saya pasal-pasal baru yang ada dalam UU Cipta Kerja justru membuat aturan yang semakin merugikan pekerja.

Pengaturan klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja juga mengubah konsep yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dengan lebih menyerahkan pengaturan hubungan kerja berdasarkan kesepakatan para pihak/ kebebasan berkontrak. Peran Pemerintah melalui produk hukumnya sebagai penyeimbang menjadi jauh berkurang.

Perlu pengawalan lebih ketat dalam penyusunan peraturan pelaksana mengingat sangat banyak materi ketenagakerjaan yang menggantungkan pengaturannya dalam peraturan pelaksana kelak.

Devy Arifiandy Sofyan
(PUK INTAN METALINDO SPL FSPMI TANGERANG RAYA)