Purwakarta, KPonline – Deretan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih menjadi momok yang menghantui kelas pekerja di Indonesia. Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat lonjakan signifikan jumlah tenaga kerja yang terkena PHK dalam dua bulan pertama tahun 2025. Hingga akhir Februari 2025, tercatat sebanyak 18.610 orang kehilangan pekerjaannya.
Angka ini melonjak tajam dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Januari 2025, jumlah tenaga kerja yang di-PHK hanya tercatat sebanyak 3.325 orang. Artinya, terjadi penambahan sekitar 15.285 orang hanya dalam kurun waktu satu bulan. Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan data tersebut dalam situs Satu Data Kemnaker pada Minggu (6/4/2025).
“Pada periode Januari sampai dengan Februari tahun 2025 terdapat 18.610 orang tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” tulis Kemnaker dalam ikhtisar data tersebut.
#Jawa Tengah Jadi Episentrum PHK
Dari data yang ada, Provinsi Jawa Tengah menjadi wilayah dengan jumlah PHK terbanyak, yakni mencapai 57,37% dari total tenaga kerja yang dilaporkan kehilangan pekerjaan. Ironisnya, pada bulan Januari lalu, Jawa Tengah tidak mencatatkan satupun kasus PHK. Namun, hanya dalam satu bulan, provinsi ini mendadak menjadi pusat gelombang PHK terbesar di Tanah Air.
Fenomena ini menunjukkan bahwa walaupun katanya banyak perusahaan yang relokasi ke Jawa Tengah, untuk meminimalisir cost pengeluaran perusahaan dengan memberikan upah kecil (upah tidak layak) kepada Pekerjanya pun tak berdampak pada keberlangsungan pekerjaan, terutama di sektor-sektor padat karya. Kelas pekerja, khususnya buruh pabrik.
#Pekerja Masih Dibayangi Ketidakpastian
Lonjakan PHK di awal tahun ini memperkuat kekhawatiran bahwa kondisi ketenagakerjaan belum sepenuhnya pulih pasca pandemi dan berbagai tekanan ekonomi global. Para buruh dan pekerja informal pun semakin was-was dengan masa depan pekerjaan mereka.
Pengamat ketenagakerjaan, seperti Serikat Pekerja atau Serikat Buruh (SP/SB) menilai bahwa perlu langkah konkret dari pemerintah dan pelaku usaha untuk memperkuat perlindungan tenaga kerja, termasuk memastikan skema jaminan sosial berjalan optimal serta menciptakan ekosistem industri yang lebih tahan krisis.
Dengan kondisi seperti ini, harapan para pekerja untuk mendapatkan keamanan kerja di tahun 2025 tampaknya masih menjadi perjuangan panjang.



