Penangguhan Pembayaran UMK 43 Perusahaan di Jawa Barat Dikabulkan

Kami datang bukan sebagai pecundang. (Foto: Eddo Dos'Santoz)

Bandung, KPonline – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Ferry Sofwan Arief mengatakan, dari 140 perusahaan di Jawa Barat yang meminta penangguhan penggunaan upah minimum kabupaten/kota 2017, hanya 43 perusahaan yang dikabulkan gubernur. Demikian diberitakan tempo.co pada hari Sabtu (21/1/2017).

Menurut Ferry, skema pemberlakuan penangguhan upah yang dilakukan tahun ini juga berbeda dengan prakteknya tahun lalu.

Bacaan Lainnya

“Kalau sekarang, selisih upahnya menjadi tanggung jawab perusahaan, harus dibayarkan penuh. Kalau dulu, penangguhan upah itu diskon,” tuturnya.

Menurut Ferry, skema baru itu mengadopsi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 72/PUU-XIII/2015 yang mengabulkan judicial review Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tertanggal 29 September 2016. Selisihnya harus dibayarkan. Dirapel.

Ferry mengatakan soal kesanggupan mencicil ini menjadi pertimbangan meloloskan pengajuan penangguhan upah satu perusahaan dengan opsinya dibolehkan mencicil rapel selisih pembayaran upahnya dibanding UMK. Misalnya, perusahaan itu melihat cash-flow di awal tahun belum sanggup, jadi dia mencicilnya di pertengahan tahun atau batasnya di Desember 2017.

Menurut Ferry, perusahaan yang mendapat penangguhan upah bervariasi, ada yang setengah tahun dan apa pula setahun penuh. Sebagian ada yang menyanggupi mulai mencicil rapel kekurangan sisa upah itu sejak pertengahan tahun. Namun ada juga yang menyanggupi membayarnya sekaligus pada Desember 2017.

“Kami dorong supaya tuntas di akhir tahun 2017, supaya tidak ada tanggungan lagi tahun depan, karena tahun depan UMK akan naik lagi, nanti berat lagi,” tuturnya.

Persyaratan lain yang harus dipenuhi perusahaan adalah kesepakatan penangguhan upah antara perusahaan dan Serikat pekerjanya, laporan keuangan dua tahun terakhir, serta rencana perusahaan dua tahun ke depan.

Perusahaan yang meminta penangguhan upah tersebar di 14 kabupaten/kota di Jawa Barat. Ferry mengatakan mayoritas perusahaan yang mengajukan penangguhan upah berasal dari sektor padat karya.

“Bogor masih paling banyak, disusul Purwakarta. Adapun kelompoknya masih didominasi sektor tekstil, sandang, dan kulit,” ujarnya.

Penangguhan Adalah Hutang

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Pasal 90 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam amar putusannya, Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dinyatakan sepanjang frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya, Mahkamah memberi penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum tetap wajib dibayarkan pengusaha selama masa penangguhan.

Mahkamah menjelaskan dari sudut pandang pengusaha, penangguhan pembayaran upah minimum memberi kesempatan kepada pengusaha untuk memenuhi kewajiban membayar upah sesuai kemampuan pada kurun waktu tertentu. Sedangkan, dari sudut pandang pekerja/buruh, penangguhan pembayaran upah minimum memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh untuk tetap bekerja pada perusahaan tersebut sekaligus memberikan kepastian hukum mengenai keberlangsungan hubungan kerja.

Meski begitu, penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan. Karena itu, membayar upah lebih rendah dari upah minimum bentuk pelanggaran Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Sebab, prinsipnya pembayaran upah minimum oleh pengusaha adalah keharusan dan tidak dapat dikurangi. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut merupakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan/atau denda seperti diatur Pasal 185 ayat (1) dan ayat (2) UU Ketenagakerjaan.

Selisih upah minimum yang belum terbayar selama masa penangguhan adalah utang pengusaha yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya. Hal ini demi memberi perlindungan dan kepastian hukum bagi pekerja/buruh untuk mendapatkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan sekaligus memberikan tanggung jawab kepada pengusaha agar tidak berlindung di balik ketidakmampuan.

Menurut Mahkamah, terdapat inkonsistensi norma antara Pasal 90 ayat (1) dan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dengan Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Inkonsistensi  ini telah menimbulkan penafsiran berbeda terkait pelaksanaan penangguhan pembayaran upah minimum pengusaha kepada pekerja/buruh. Kondisi ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan menyebabkan buruh terancam haknya untuk mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Pos terkait