Orasi Presiden FSPMI-KSPI Dalam Aksi GBI di Polda Metro Jaya

Presiden FSPMI-KSPI Said Iqbal saat berorasi dalam aksi Gerakan Buruh Indonesia di Polda Metro Jaya.
Presiden FSPMI-KSPI Said Iqbal saat berorasi dalam aksi Gerakan Buruh Indonesia di Polda Metro Jaya.

Jakarta, KPonline – Rabu (27/2/2016), ratusan buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Mapolda Metro Jaya. Mereka mendesak agar kepolisian yang dipimpin Kapolda Irjen Pol Tito Karnavian tersebut membebaskan para aktivis buruh dan Mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka. Dalam aksi itu, juga dihadiri Presiden FSPMI yang sekaligus menjadi Presiden KSPI Said Iqbal. Dalam orasinya, Iqbal menyampaikan hal-hal berikut:

Kawan-kawan, kita akan lanjutkan perjuangan ini. Kita akan terus mengkonsolidasikan diri. Biarlah rakyat yang akan menilai atas apa yang kita lakukan selama ini.

Bacaan Lainnya

Saatnya keadilan ditegakkan. Saatnya kemanusiaan dihormati dan dihargai. Saatnya persamaan diraih, agar tidak ada lagi diskriminasi.

Negeri ini bukan hanya untuk para pemilik modal. Negeri ini bukan hanya untuk para pejabat. Pun negeri ini bukan hanya untuk orang-orang yang berkuasa.

Sebab ini bukan Indonesia kamu. Ini adalah Indonesia kita. Indonesia saya, Indonesia anda, Indonesia kita semua. Kaum buruh, petani, nelayan, miskin kota, orang-orang tidak berdaya yang selama ini selalu dinistakan hak-haknya, mereka juga pemilik negeri ini.

Oleh karena itu, saya mengajak anda untuk kembali meneguhkan sikap. Bahwa kita tidak akan melakukan kompromi. Kita tidak akan mundur sedikitpun meskipun 23 buruh, 2 pengacara publik, dan seorang mahasiswa sudah ditetapkan sebagai tersangka (sekarang menjadi terdakwa dan diadili di PN Jakpus).

Kita tidak ingin Polisi yang lahir dari rezim reformasi, yang dilahirkan dari darahnya mahasiswa, para aktivis, termasuk buruh ada didalanya, menjadi otoriter. Polisi adalah anak kandung dari reformasi. Maka dia tidak boleh berperilaku seperti Orde Baru.

Kita mengingatkan kepada polisi untuk segera kembali kepada ibu kandung mereka. Menegakkan hukum, mengayomi dan melayani, bukan menggunakan pendekatan kekuasaan dan kekuatan. Karena itu, polisi langsung berada dibawah Presiden. Tidak lagi menjadi bagian dari TNI atau dulu yang disebut ABRI.

Polisi harus dikembalikan sebagai alat sipil. Dia bukan alat gebug atau menakut-nakuti. Polisi bukan alat intimidasi, bukan untuk alat untuk melawan kekuatan rakyat, buruh, dan mahasiswa yang ingin memperjuangkan kesejahteraan.

Darah mahasiswa dan aktivis itulah yang melahirkan polisi, sehingga polisi bisa menjadi seperti yang sekarang ini.

Karena itu, segala resiko apapun akan kita ambil. Sedikitpun tidak akan menyurutkan kita untuk berjuang mencabut PP 78/2015 yang menjadi produk rezim upah murah. Tidak akan surut langkah kita untuk mewujudkan jaminan pensiun dan jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat. Juga tidak akan menyurutkan langkah kita agar demokrasi tidak tergadai dan terbeli.

Tegakkan kepala dan rapatkan barisan. Kita rebut kembali hak-hak rakyat. Kita kembalikan semangat reformasi untuk membangun cita-cita Indonesia baru. Indonesia yang senantiasa membangun untuk kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Negara harus hadir di ruang-ruang publik, ketika rasa ketidakadilan itu telah hilang dan terinjak-injak. Negara harus hadir ketika nilai-nilai persamaan telah diabaikan. Negara harus hadir ketika kemiskinan dan pengangguran makin menggurita.

Gerakan buruh, mahasiswa, element sosial, dan LBH adalah alat kontrol. Karena itulah kita ada dan akan terus bergerak untuk menyuarakan tuntutan tentang kesejahteraan. (*)

Pos terkait