Jakarta, KPonline–Andre Andika, Staf Koperasi Perum DAMRI sekaligus Wakil Sekretaris PUK SPDT FSPMI Perum DAMRI, mengungkapkan adanya sejumlah permasalahan yang timbul sejak penggabungan Perum PPD ke Perum DAMRI berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30.
Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa hak-hak karyawan Perum PPD yang belum diselesaikan sudah digabung ke Perum DAMRI. Pasca-penggabungan, perusahaan menerbitkan surat edaran yang menyatakan bahwa hak aktiva dan pasiva ditanggung oleh Perum DAMRI. Namun, realisasinya masih menjadi tanda tanya besar bagi para pekerja.
Tidak hanya itu, muncul permasalahan terkait sistem pengupahan di Perum DAMRI. Setelah penggabungan, perusahaan mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa gaji pokok akan diatur dalam perusahaan. Sayangnya, nilai gaji pokok yang ditetapkan jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta tahun 2023. “Upah pokok hanya sekitar Rp1,4 juta, jauh dari standar UMR,” ungkap Andre.
Persoalan semakin pelik dengan adanya kebijakan demosi jabatan yang dilakukan secara sepihak. Seluruh pimpinan eks PPD yang sebelumnya memiliki jabatan strategis diturunkan menjadi staf tanpa pemberitahuan resmi. Tidak hanya itu, seorang pekerja perempuan bahkan dimutasi ke Tanjung Selor dengan upah hanya Rp2,4 juta.
Merespons berbagai permasalahan ini, jalur litigasi dan non-litigasi telah ditempuh. Secara hukum, mereka telah melaporkan kasus ini ke Dinas Pengawasan Ketenagakerjaan DKI Jakarta Timur. Sementara itu, jalur non-litigasi ditempuh dengan melaporkan permasalahan ke DPR RI dan Wakil Presiden. Namun, hingga kini belum ada tanggapan atau respons dari pihak terkait.
“Kami bingung harus melapor ke mana lagi. Bahkan saat DPR RI ingin melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), yang dibahas justru keuntungan Perum DAMRI yang mencapai miliaran rupiah, sementara gaji pekerjanya hanya Rp1,4 juta,” kata Andre dengan kecewa.
Ironisnya, dalam RDP tersebut, Direktur Utama Perum DAMRI, Setya Milia, menyatakan bahwa tidak ada rasionalisasi, pemutusan hubungan kerja (PHK), atau pengurangan upah. Namun, fakta di lapangan justru sebaliknya. Pengurangan upah terjadi, dan yang terbaru adalah PHK terhadap 41 pekerja Perum DAMRI. Keputusan PHK tersebut dikeluarkan pada 31 Desember, tetapi baru diberitahukan kepada pekerja pada 3 Januari, yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran prosedural.
Hingga saat ini, nasib pekerja eks PPD yang terdampak penggabungan masih menggantung tanpa kepastian. Para pekerja berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara adil.



