Jelang Malam 1 Suro, Banyak Pendaki dan Peziarah Mendaki Gunung Lawu

Karanganyar, KPonline – Jelang malam 1 Suro, masyarakat lokal maupun para pendaki dari berbagai daerah di Indonesia biasanya akan memenuhi puncak Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung dengan ketinggian 3.265 Mdpl ini menjadi tujuan para peziarah terlebih malam 1 suro karena sarat dengan nuansa sakral dan spritual.

Informasi yang di himpun koran perdjoeangan dari salah satu anggota perhimpunan pendaki gunung dan penjelajah alam Kaonak dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan jumlah pendaki yang cukup signifikan pada malam 1 Suro atau malam pergantian Tahun Baru Islam 1444 Hijriah. Jumlah pendaki yang naik diklaim bisa mencapai ratusan orang.

Tujuan mereka mendaki Gunung Lawu pun tidak terlepas dari kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat lokal. Mulai dari sekadar berziarah ke spot-spot yang disakralkan, hingga bersemedi dan berdoa untuk meminta kelancaran rezeki maupun karier.

Hal tersebut dijelaskan secara gamblang oleh Ami Bayu Komala (Agatha), salah anggota Kaonak yang telah berulang kali mendaki puncak Gunung Lawu. Menurut pengakuannya, menjelang malam 1 Suro, para pendaki Gunung Lawu datang berbagai kalangan dan daerah di Indonesia.

“Selain pendaki ada juga peziarah yang datang jelang malam 1 Suro di puncak gunung lawu, ada yang sudah mbah-mbah sepuh, banyak umat Hindu juga, terus ada yang memang datang khusus untuk ‘meminta’ sesuatu,” katanya.

Agatha menjelaskan, untuk malam 1 suro, biasanya pihak pengelola Gunung Lawu sengaja membuka 3 jalur pendakian sekaligus mengingat jumlah pendaki yang akan le puncak lawu terbilang banyak.

Tiga jalur pendakian itu antara lain, jalur Cemoro Sewu, jalur Cemero Kandang, dan jalur Candi Ceto. Kendati demikian, hanya ada dua jalur yang direkomendasikan karena terbilang aman untuk dilalui.

“Jalur cukup enak dan nyaman untuk dilalui adalah jalur pendakian Cemoro Sewu, jalurnya bebatuan tapi sudah seperti jalan setapak. Dan di jalur ini banyak warung-warung atau tempat peristirahatan. Yang kurang nyaman itu jalur pendakian Candi Ceto. Di sana harus benar-benar teliti, kebanyakan pendaki hilang itu di jalur Candi Ceto,” jelas Agatha.

Selain ketiga jalur di atas, sebetulnya ada beberapa jalur alternatif dan juga jalur legendaris yang berada di kawasan Magetan. Dulunya, jalur ini digunakan oleh para Raja Majapahit. Meski sempat ditutup, belakangan jalur legendaris itu telah resmi dibuka kembali.

“Untuk peziarah yang mayoritas orang-orang tua, mereka lebih memilih jalur pendakian Cemoro Sewu karena selain lebih dekat dibandingkan jalur yang lain, di jalur ini banyak warung juga yang dibuka di setiap pos pendakian,” pungkasnya. (Yanto)