Jalan Berliku UMSK Batam

Rapat terbatas  membahas UMS Batam 2016 di kantor Gubernur Provinsi Kepulauan Riau.
Rapat terbatas membahas UMS Batam 2016 di kantor Gubernur Provinsi Kepulauan Riau.

Batam, KPonline – Meski tahun 2016 sudah memasuki bulan ketiga, dan sejumlah daerah di Indonesia telah menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMS), tetapi tidak demikian dengan buruh di Batam. Kemarin (16/3/2016), Gubernur Kepulauan Riau yang baru saja di lantik mengeluarkan surat kepada Walikota Batam tentang usulan penetapan UMS Kota Batam 2016. Akibatnya, saat ini bola panas UMS Kota Batam 2016 kembali mental.

Surat nomor 051/0264/SET yang di tandatangani Wakil Gubernur Kepri Nurdi Basirun ini menyebutkan bahwa surat Walikota Batam nomor 22/TK/II/2016, belum terlihat adanya langkah-langkah bahwa Walikota telah melaksanakan ketentuan pasal 49 ayat 2 PP 78 tahun 2015, yaitu penetapan UMS dilakukan setelah mendapat saran dan pertimbangan mengenai sektor unggulan dari Dewan Pengupahan Propinsi atau Dewan Pengupahan Kota.

Seperti di beritakan sebelumnya, hasil dari rapat terbatas antara dewan pengupahan, serikat pekerja dan pengusaha yang di pimpin oleh Penjabat (Pj) Gubernur Kepri di lantai 4 kantor Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Dompak, Tanjungpinang, pada tanggal 18/1/2016 menyimpulkan bahwa pembahasan upah kelompok usaha akan di kembalikan lagi pembahasannya ke Dewan Pengupahan Kota Batam sebelum di tetapkan oleh Gubernur kepri.

Kadisnaker Kota Batam Zarefriadi yang juga ketua Dewan Pengupahan Kota Batam, juga pernah mengatakan bahwa dengan telah di keluarkannya surat rekomensi kepada walikota Batam, maka tugas DPK Batam sebenarnya telah selesai dan dalam rekomendasi DPK tersebut juga sudah jelas dan detail mengenai besaran upah sektoral.

Sekretaris Konsulat Cabang FSPMI Kota Batam Suprapto kepada kontributor KP Batam mengatakan kebiasaan birokrat Kepri yang saling lempar bola ini adalah hal yang tidak baik.

“Mekanisme telah dijalankan. Bahkan, melalui diskusi panjang telah disepakati. Namun hingga saat ini, belum juga dijalankan dan ditetapkan oleh Pemprov Kepri. Malah Plt. Gubernur terdahulu, Pak Agung Mulyana hanya menerbitkan satu SK UMK yakni sebesar Rp 2,99 juta. Itu sama saja menyamaratakan seluruh jenis pekerja di Batam, baik di mall, galangan kapal dan eletronik,” ujarnya.

“Pada surat terakhir Plt. Gubernur pada  Februari 2016 yang lalu kepada walikota Batam hanya meminta perubahan draft dari UMKU menjadi UMS dan itu sudah di lakukan di tingkat kota, dan hasilnya juga sudah di kirim kembali, ungkap Suprapto.

“Yang jadi persoalan selama dari Agustus 2015 sampai sekarang ada dua Plt. Gubernur dan satu Gubernur definitive, dan mereka seolah-olah tidak menggubris apa yang sudah menjadi komitmen dari pendahulunya. Ini sangat tidak baik untuk menjaga hubungan industri Kota Batam agar tetap kondusif. Saya yakin buruh Batam akan bersikap secepatnya.

Adapun surat rekomendasi DPK Batam tentang upah sektoral atau kelompok usaha yang telah disepakati pada 7 Oktober 2015 lalu disebutkan, upah kelompok 1 senilai Rp 3,5 juta, kelompok 2 Rp 3,4 juta dan kelompok 3 Rp 3,19 juta. Kini setelah keluarkannya surat Gubernur tersebut, jalan menuju UMS Kota Batam 2016 yang harus di tempuh buruh semakin berliku. (*)