Purwakarta KPonline — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa maraknya penutupan pabrik dan relokasi industri ke negara lain, seperti Vietnam, dipicu karena hal-hal kecil.
Dikutip dari radar Bogor, menurut Dedi Mulyadi, tekanan yang datang dari organisasi masyarakat (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan bahkan pemerintah desa justru menjadi faktor utama yang mendorong hengkangnya para investor. “Gangguan Ormas, gangguan LSM, gangguan desa ya,” ungkap Dedi Mulyadi.
Saat ini, banyak investor yang memindahkan modalnya di Jawa Barat (Jabar) ke luar negeri seperti Vietnam. Kasus tersebut, terus dipikirkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
“Saya ngotot untuk investasi, pasti kita kan tahu keadaan hari ini ya kan, investor banyak yang lari ke Vietnam,” jelas Dedi Mulyadi.
Namun, selama ini seperti diketahui bersama bahwa tuntutan upah sebagai penyebab investor hengkang, tapi faktanya menurut Gubernur di Tanah Pasundan tersebut banyak industri memilih pergi karena mereka merasa tidak nyaman dengan tekanan yang datang dari ormas, LSM, dan oknum aparat desa yang kerap meminta-minta dan mengganggu kegiatan operasional.
Pernyataan tersebut sekaligus mematahkan narasi yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa aksi buruh dan kenaikan upah minimum adalah penyebab utama tutupnya pabrik di Indonesia. Gubernur menekankan perlunya evaluasi terhadap peran berbagai pihak di tingkat lokal agar tercipta iklim usaha yang sehat dan kondusif.
“Vietnam bisa menarik investor karena memberikan kepastian hukum dan kemudahan berusaha. Jika kita ingin bersaing, maka gangguan-gangguan non-ekonomi seperti ini harus kita bereskan,” tambahnya.
Pernyataan ini memicu berbagai tanggapan, termasuk dari kalangan buruh yang merasa sering menjadi kambing hitam dalam persoalan industri. Di sisi lain, pengamat industri menilai bahwa pernyataan gubernur tersebut membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai faktor-faktor non-upah dalam daya saing investasi Indonesia.



