FPBI: Giliran Sama Pengusaha Kejaksaan Lembek Sekali

Karikatur: Kontributor KP Jawa Timur

Jakarta, KPonline – Pengusaha konveksi Hendry Kumulia sudah divonis kurungan satu tahun penjara. Ia terbukti membayar upah 170 buruh yang mayoritas perempuan di bawah UMP dan tidak mengikut sertakan Jamsostek.

Hukum perburuhan menjadi lentur dan panjang ketika menyasar pengusaha. Setelah divonis satu tahun penjara, bos perusahaan pembuat kaos kaki PT. Siliwangi Knitting Factory itu tetap bisa melenggang bebas.

Bacaan Lainnya

Bahkan 10 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap dari MA, Hendry Kumulia tetap bisa menghirup udara segar. Perusahaan tersebut memasok kaos kaki untuk berbagai merek ternama seperti Chik, Polo , Oshkos. Pipiniko, Unibay dan kaos kaki untuk TNI/POLRI.

Pengadilan butuh 4 tahun lebih untuk mengganjar Hendry Kumulia mendapat vonis bersalah yang berkekuatan hukum tetap. Proses berliku itu bermula pada tahun 2011 ketika Hendry Kumulia menjadi terdakwa atas laporan buruh Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI). Pada 19 Januari 2012, PN Jakarta Utara memvonis Hendry Kumulia dengan hukuman satu tahun penjara dan denda 100 juta. Ia terbukti melanggar pasal 90 UU 13/2003 tentang Tenaga Kerja dan pasal 4 UU 3/1992 tentang Jamsostek. Namun, Hendry Kumulia mengajukan banding hingga ke MA. Dalam proses yang panjang tersebut, akhirnya berbuah manis bagi buruh PT. Siliwangi ketika ketua majelis Hakim Dr. H. M Imron Anwari, SH, SpN, M.H menolak permohonan kasasi dari pemohon 1: Jaksa Penuntut Umum Pada kejaksaan Negeri Jakarta Utara dan Pemohon Kasasi II/Terdakwa: Hendry Kumulia tsbt. MA telah mengeluarkan salinan putusan yang bersifat inkrah untuk menguatkan putusan PN Jakarta Utara pada 11 Juni 2015.

Setelah proses panjang tadi, pengusaha Hendry Kumulia terbukti kebal hukum karena tak kunjung dipenjara. “Jika buruh yg dipidanakan oleh pengusaha maka prosesnya sangat cepat sekali, bahkan bisa langsung ditahan, tapi jika pengusaha yang terbukti bersalah, kejaksaan terkesan lambat dalam melakukan ekseskusi,” kata Ketua Umum FPBI Herman Abdulrohman.

Untuk itu, FPBI menuntut Kejaksaan Negeri Jakarta Utara mengeluarkan surat perintah eksekusi atau penahanan terhadap terpidana tersebut.

Sekitar 300 buruh pada Kamis, 7 April 2016, melakukan aksi unjuk rasa untuk mendesak Kejaksaan Negeri Jakarta Utara taat hukum. FPBI menuntut Kejaksaan Negeri Jakarta Utara membuktikan bahwa semua warga negara berhak mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum seperti tertuang dalam UUD 45 pasal 28. Keengganan kejaksaan untuk melakukan eksekusi telah melukai rasa keadilan masyarakat terkhusus kaum buruh.

FPBI akan tetap melakukan tekanan hingga pengusaha yang melanggar hukum tersebut dipenjara. Jika tidak diindahkan, FPBI akan melaporkan kepala kejaksaan negeri Jakarta Utara ke Komisi Kejaksaan dan DPR RI. (*)

Pos terkait