Daripada Main Ancam Pecat, Lebih Baik Djarot Penuhi Tuntutan Pekerja Transjakarta

Daripada Main Ancam Pecat, Lebih Baik Djarot Penuhi Tuntutan Pekerja Transjakarta

Jakarta, KPonline – Saya terkejut mengetahui reaksi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat terkait demo pekerja PT Transjakarta. Djarot seperti memberikan restu untuk memecat karyawan yang dianggapnya membuat ulah tersebut.

“Ya gak apa-apa. Kita lihat aja. Kita rekrut lagi yang baru,” katanya di Balai Kota DKI Jakarta, seperti diberitakan merdeka.com, Selasa (13/6).

Bacaan Lainnya

Kemudian dia menegaskan, “Kita harus tegas. Kita rekrut lagi kalau enggak mau kerja baik. Kalau minta jadi pegawai tetap ya kerja yang bagus dan baik dong.”

Senada dengan Djarot, Direktur Utama PT Transjakarta Budi Kaliwono juga memberikan ancaman serupa. Pihaknya akan memberi sanksi tegas kepada karyawan mereka yang kembali berencana mogok kerja atau demo. Sanksi yang akan diberikan bisa sampai pemecatan.

“Ya kami lihat segala macam, termasuk kalau nanti bisa pemecatan, enggak perpanjang (kontrak),” ujar Budi.

Selain itu, Budi juga mengancam tidak akan mengangkat karyawan yang berdemo menjadi karyawan tetap. Menurutnya, saat ini PT Transjakarta telah mengkaji kebijakan soal pengangkatan karyawan tetap tersebut.

“Bisa juga setelah kami pelajari bahwa mereka layak diangkat karyawan tetap, orang-orang ini (yang demo) tidak ikut (diangkat),” kata dia.

Berlebihan

Ancaman pemecatan terhadap pekerja PT Transjakarta itu berlebihan. Lagipula, tuntutan agar diangkat menjadi karyawan tetap adalah tuntutan yang rasional. Dimana-mana, kepastian kerja adalah sesuatu yang penting bagi pekerja.

Demo yang terjadi pastilah akibat dari akumulasi kekecewaan para karyawan. Bisa jadi ini adalah buah dari sistem managemen yang terus menerus menekankan karyawan agar bekerja sebai-baiknya, tetapi tidak pernah mendengarkan keluhan dan aspirasi mereka.

Seperti diketahui PT. Transjakarta adalah sistem Bus Rapid Transit (BRT) yang mulai beroperasi sejak 1 Februari 2004. Sebelum resmi menjadi sebuah BUMD pada 2015 bernama PT. Transportasi Jakarta (Transjakarta), Transjakarta berupa BP (Badan Pengelola) Transjakarta Busway pada 2004 berdasarkan keputusan Gubernur No 110/2003 yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur. Lalu berdasarkan Pergub DKI No. 48 Tahun 2006 pada 04 Mei 2006, BP Transjakarta berganti menjadi Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta yang adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta.

Sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMN), mustinya PT Transjakarta terdepan dalam hal memberikan hak-hak pekerja. Salah satunya adalah hak untuk dipekerjakan sebagai karyawan tetap. Transjakarta adalah perusahaan yang beroperasi terus menerus. Ia bukan perusahaan musiman. Karena itu tidak boleh mempekerjakan karyawan kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu).

Itulah sebabnya, jangan melihat PT Transjakarta hanya dalam 2 tahun terakhir. Jauh sebelum itu, ada perjalanan panjang yang dilalui. Pekerja sudah bertahun-tahun memberikan kontribusi bagi layanan transportasi di Jakarta.

Sesuai dengan sifat perusahaan, ketika kemudian mempekerjakan pekerja dengan status kontrak, konsekwensinya demi hukum berubah menjadi karyawan tetap. Karena itu, pernyataan Budi Kaliwono yang mengatakan tidak akan mengangkat pekerja yang demo menjadi kayawan tetap – sekalipun mereka layak diangkat karyawan tetap – adalah pernyataan yang ngawur. Salah kaprah. Bagaimanapun perubahan status hubungan kerja itu harus terjadi secara serta merta. Demi hukum. Bahkan tidak diperlukan lagi tes dan seleksi.

Setelah bekerja bertahun-tahun, untuk apalagi di tes dan diseleksi untuk menjadi karyawan tetap? Bukankah rentang waktu yang sudah dilalui sudah cukup untuk membuktikan bahwa para pekerja ini sudah bekerja dengan baik? Itulah sebabnya, bukan ancaman pemecatan yang seharusnya diterima karyawan. Tetapi merealisasikan apa yang menjadi tuntutan mereka.