Buruh Desak UMP Aceh 2022 Sebesar Rp 3,6 Juta

Banda Aceh,KPonline – Kalangan buruh perkebunan di Aceh meminta agar pemerintah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp 3,6 juta di tahun 2022 mendatang.

Desakan ini mereka sampaikan berdasarkan berbagai survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan oleh Aliansi buruh Aceh di 11 kabupaten/kota, September lalu.

Bacaan Lainnya

“Kami, serikat pekerja/serikat buruh sektor perkebunan kelapa sawit dan Komite Pekerja Perempuan Aceh, juga mendesak Gubernur Aceh untuk menetapkan upah minimum sektoral perkebunan kelapa sawit tahun 2022,” kata Edi Jaswar, Ketua Divisi Pendidikan TUCC seperti dilansir RMOLAceh, Kamis (21/10/2021).

Serikat pekerja/serikat buruh sektor perkebunan kelapa sawit dan KPPA di Aceh juga meminta Dewan Pengupahan Provinsi Aceh mempertimbangkan kenaikan upah pada industri perkebunan kelapa sawit.

Sektor ini, kata Edi Jaswar, merupakan salah satu sektor pendongkrak pendapatan daerah dan nasional. Apalagi, kata Edi Jaswar, saat ini sektor perkebunan kelapa sawit berada dalam posisi yang cukup baik seiring dengan harga sawit di pasar yang meningkat.

Mereka juga mendesak Gubernur Aceh menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi Aceh Tahun 2022 dengan mempertimbangkan kekhususan Aceh sebagai daerah otonomi khusus.

Kemarin, dalam rapat Serikat Pekerja Pekerja/ Serikat Buruh Sektor Perkebunan Kelapa Sawit dan KPPA (Komite Pekerja Perempuan Aceh) Pantai Timur-Utara, yang dihadiri oleh perwakilan kabupaten/kota dari Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, Subulussalam, Aceh Barat Daya, Nagan Raya dan Aceh Barat, disepakati beberapa isu penting khususnya tentang penetapan upah minimum.

Rapat ini digelar menyusul rencana rapat Dewan Pengupahan Provinsi Aceh dalam rangka penyusunan rekomendasi nilai Upah Minimum Provinsi Aceh Tahun 2022 kepada Gubernur Aceh. UMP baru ini akan ditetapkan Gubernur Aceh, paling telat, 21 November 2021.

Buruh sektor perkebunan kelapa sawit dan KPPA di Aceh juga menyatakan penolakan mereka terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta aturan turunan di bawahnya, seperti PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Aturan itu, kata Edi Jaswar, menghilangkan hak bagi pekerja buruh untuk memperjuangkan upah minimum sektoral. (rmol)

Pos terkait