BPJS Kesehatan Langsung Cabut Layanan Kesehatan Bagi Penunggak Iuran, Jamkeswatch: Tidak Berperikemanusiaan

Vice Presiden KSPI, Iswan Abdullah

Jakarta, KPonline – September 2016 lalu, Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi menuturkan badan tempatnya bekerja mengalami kerugian akibat perilaku peserta yang tidak tertib membayar iuran. Demikian diberitakan CNN Indonesia, Kamis, 12 Januari 2017 dalam berita berjudul, Biar Sehat, Jokowi Suntik BPJS Kesehatan Rp 6,8 Triliun.

Dalam berita itu disebutkan, Bayu memberikan penjelasan bahwa keputusan BPJS untuk langsung mencabut layanan kesehatan bagi peserta yang terlambat membayar iuran dengan alasan apapun adalah untuk membuat peserta lebih disiplin dalam membayar kewajibannya.

Bacaan Lainnya

“Kami ingin melakukan edukasi kepada masyarakat supaya lebih disiplin dan tidak membayar iuran pada waktu ketika sedang sakit saja. Tapi ketika sedang sehat malah tidak membayar,” ujar Bayu, Rabu (14/9) lalu.

Bayu mengatakan ketidaksiplinan para peserta dalam membayar iuran memberikan dampak negatif bagi neraca keuangan BPJS Kesehatan. Dalam perjalanan program JKN-KIS selama ini Bayu menyebut peserta yang sudah menerima manfaat biasanya lepas dari tanggung jawabnya membayar iuran.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Jamkes Watch Iswan Abdullah tidak sependapat jika dikatakan peserta BPJS Kesehatan tidak bersedia membayar iuran. Menurut Iswan, BPJS Kesehatan harusnya paham, bahwa kondisi daya beli sedang turun. Bisa jadi mereka yang tidak membayar itu adalah yang berhak mendapatkan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Tetapi karena sesuatu hal, tidak mendapatkannya PBI.

Telebih lagi, tidak ada validasi data terkait dengan penunjukkan orang yang tidak mampu (yang berhak mendapatkan PBI) di masyarakat.

Iswan mengatakan, kebijakan mencabut layanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang baru menunggak satu hari saja merupakan tindakan yang biadab dan tidak berperi kemanusiaan. Mestinya BPJS Kesehatan lebih manusiawi. Terlebih lagi, sehat adalah hak rakyat. Pemerintah harus bertanggungjawab dalam hal ini.

“Sementara asuransi komersil yang membayar tunggakan 3 bulan masih bisa mendapatkan layanan. Tetapi bagaimana mungkin BPJS Kesehatan baru sehari tidak dibayar maka tidak dapat mendapatan jaminan kesehatan. Bagaimana kalau orang yang tidak membayar itu benar-benar tidak membayar karena tidak mampu?” Tegasnya.

Sementara itu, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Kamis (12/1), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghalalkan pencairan penyertaan modal negara (PMN) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp6,8 triliun. Caranya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2016 tentang Penambahan PMN ke dalam Modal BPJS Kesehatan yang ditekennya pada 29 Desember 2016.

“Untuk menjaga kesinambungan program jaminan sosial kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS, pemerintah memandang perlu melakukan penambahan PMN,” kata Jokowi.

Menurut payung hukum tersebut, PMN sebagaimana dimaksud bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 yang digunakan untuk menambah aset bersih Dana Jaminan Sosial Kesehatan.

“Nilai penambahan PMN yang dimaksud sebesar Rp6,82 triliun,” katanya. (Red)

Pos terkait