Jakarta, KPonline – Gubernur dipilih. Karena itu, selayaknya, kita akan memilih yang terbaik. Jika kemudian pilihan itu dikaitkan dengan Pilkada di Jawa Tengah, ada dua: Ganjar Pranowo – Taj Yasin dan Sudirman Said – Ida Fauziyah.
Antara Ganjar Pranowo dan Sudirman Said, siapa diantara keduanya yang lebih baik? Jawaban ini akan berbeda untuk setiap orang. Tetapi kita bisa melihatnya dari beberapa indikator.
Terkait Isu Korupsi
Berbeda dengan Terkait dengan korupsi, misalnya, Ganjar Pranowo disebut-sebut menerima aliran dana korupsi e-KTP. Bahkan Setnov sangat yakin, jika Ganjar menerima aliran dana tersebut. Meskipun dalam hal ini, Ganjar Pranowo menyatakan dirinya tidak pernah merima suap e-KTP.
Berbeda dengan Sudirman Said, meskipun dia pernah memimpin sejumlah institusi dengan dana besar, tetapi tidak sekali pun ada terdengar cacat korupsi.
Sewaktu menjabat menteri dan mengelola anggaran ESDM berdasarkan APBN sekitar 10-12 triliun setahun, dan investasi mencapai 750 triliun per tahun, Sudirman tidak terdengar pernah meminta-minta fee.
Terkait Isu Ketenagakerjaan
Buruh Jawa Tengah juga memberikan kritik keras terhadap Ganjar Pranowo yang dianggap tidak berpihak terhadap buruh. Hal ini, khususnya, terkait dengan penetapan upah minimum di Provinsi Jawa Tengah. Ganjar dianggap mempertahankan upah murah.
Banyak permasalahan ketenagakerjaan yang tidak terselesaikan. Di sisi lain, keberpihakan terhadap petani dan lingkungan juga dianggap rendah. Hal ini, terutama, terkait dengan apa yang dialami petani kendeng. Diamana Ganjar dianggap lebih berpihak kepada investor dengan diizinkan pabrik semen beroperasi.
Bagaimana dengan Sudirman Said? Terkait dengan isu ketenagakerjaan, memang belum banyak terlihat — karena belum pernah menjabat sebagai Gubernur. Oleh karena itu, menurut saya, pasangan Sudirman Said – Ida Fauziah layak untuk diberikan kesempatan.
Ini sejalan dengan program yang mereka tawarkan, seperti akan pangkas angka kemiskinan dari 13,5% menjadi 6% dalam 5 tahun, menciptakan 5 juta lapangan kerja dengan mendorong lahirnya wirausahawan baru, dan menumbuhkan 1 juta wiraswasta perempuan.
Lain dari itu, ini sejalan dengan gerakan buruh yang mengusung TRITURA. Salah satunya adalah tidak memilih calon Kepala Daerah yang pro upah murah.