Upah Murah, Hidup Berat dan Terperangkap Hutang

Upah Murah, Hidup Berat dan Terperangkap Hutang

Purwakarta, KPonline – Meski upah minimum nasional, baik itu upah minimum provinsi (UMP) atau pun upah minimum kabupaten/ kota (UMK) naik rata-rata 6,5% pada tahun 2025, kondisi buruh di berbagai sektor masih jauh dari hidup layak dan kesejahteraan. Survei terbaru menunjukkan banyak pekerja terus terjebak utang hanya untuk kebutuhan dasar sehari-hari.

#Kenaikan Upah Tak Cukup

Pemerintah menetapkan UMP 2025 naik 6,5% dibanding tahun sebelumnya. Sebagai contoh, UMP DKI Jakarta kini mencapai Rp 5.396.761/bulan. Namun, serikat pekerja sempat menuntut kenaikan 8-10% menyesuaikan inflasi dan biaya hidup.

#Jeratan Utang Menggurita

Berdasarkan hasil survei Komite Hidup Layak pada Agustus–September 2024, sekitar 78% buruh di industri seperti manufaktur, transportasi, pertambangan, hingga perikanan menyatakan upahnya tak mencukupi kebutuhan. Rata-rata utang mereka mencapai Rp 19,5 juta, dengan cicilan bulanan sekitar Rp 1,66 juta atau lebih dari 50% dari upah rata-rata Rp 3,4 juta.

“Banyak buruh yang menutupi kebutuhan harian seperti makan, transportasi, dan sekolah anak dengan berutang ke bank, aplikasi pinjol, hingga koperasi. Beberapa lainnya bahkan rela menjual aset, menambah jam kerja, atau menyiasati porsi makan untuk menabung”

#Makan Seadanya, Uang Tak Pernah Cukup

Cerita hidup dari hutang ke hutang bukan sekadar statistik. Sejumlah buruh pabrik memilih pulang kampung untuk menghemat biaya makan—mengingat upah tidak mencukupi. Di sektor bandara dan ojek daring, klaim sebagian gaji untuk cicilan malah menyebabkan pekerja mesti bekerja ekstra keras hanya untuk bertahan (kompas.id).

#Permasalahan Struktural

Pakar ekonomi menyoroti pola kenaikan upah yang tak seimbang dengan inflasi dan kenaikan biaya hidup seperti pangan, transportasi, dan hunian. Kenaikan UMP saja tidak cukup jika harga-harga tidak terkendali. Selain itu, pelemahan posisi tawar buruh dan kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel mempermudah pengusaha memilih pekerja kontrak agar biaya tetap rendah.

#Siklus Pemiskinan

Direktur LIPS menyatakan fenomena ini menandakan adanya “siklus pemiskinan” di kalangan buruh, yaitu upah murah, utang menumpuk, pekerja jual aset atau tambah jam kerja hanya untuk bertahan hidup. Tren ini mendesak perluasan lapangan kerja formal dan pengendalian harga kebutuhan pokok oleh pemerintah.

#Apa yang Harus Dilakukan?

Para pakar merekomendasikan:

• Kebijakan upah layak dengan kenaikan setidaknya sesuai inflasi dan biaya hidup.

• Pengendalian harga kebutuhan pokok melalui regulasi pasar dan subsidi selektif.

• Penguatan posisi tawar buruh, lewat aturan ketenagakerjaan yang lebih berpihak.

• Perluasan lapangan kerja formal untuk mengurangi beban pekerja afectabel.

Dengan kondisi upah yang masih rendah, bahkan setelah kenaikan UMP, serta realita buruh hidup dari utang dan makan seadanya, “urgensi reformasi struktural dalam sistem ketenagakerjaan dan ekonomi Indonesia semakin mendesak”