Jakarta, KPonline – “Seandainya saya boleh menyesal, saya menyesal. Kenapa? Kok dulu saya bayar pajak. Mendingan dulu saya enggak usah bayar.” Demikian penjelasan Akhmad Akbar Susamto ketika ditanya Hakim Konstitusi Aswanto terkait pandangannya, bahwa tax amnesty adalah hukuman bagi orang baik. Dalam hal ini, Aswanto mengutip pernyataan Salamuddin Daeng saat memberikan kesaksian di Mahkamah Konstitusi pada persidangan berikutnya.
Akhmad memberikan pandangan ini di Mahkamah Konstitusi, dalam kapastitasnya sebagai ahli terkait judicial review UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Selain menjadi pengajar di Universitas Gadjah Mada, dia juga aktif meneliti dan mempublikasikan karya akademiknya. Tercatat, Akhmad Akbar Susamto adalah seorang peneliti di Core Indonesia.
Dalam keterangannya lebih lanjut, dia mengatakan. “Nah, karena saya pada waktu itu saya membayar pajak, maka kemudian saya sekarang menyesal dan karena itu saya dihukum. Kenapa? Karena orang-orang yang tidak bayar pajak ternyata malah dapat sesuatu, saya yang sudah bayar pajak enggak dapat apa-apa. Itu yang kemudian disebut sebagai hukuman bagi orang-orang yang sudah taat bayar pajak. “
“Tahu begitu dulu enggak usah,” tegasnya.
Dia mengibaratkan itu seperti orang baik yang malah mendapat hukuman.Orang baik itu adalah kalau lampu kuning itu siap-siap pelan, jangan ngebut karena itu simbol bahwa kuning itu siap-siap untuk berhenti. Habis itu merah. Tapi kemudian yang terjadi adalah kalau saya kuning dan saya berhenti, saya mungkin ditabrak mobil dari belakang.
Atau kemudian ketika saya dapat undangan rapat, saya kemudian niatnya baik, saya datang paling pertama. Ternyata saya dihukum. Karena apa? Justru rapatnya baru dimulai dua jam kemudian. Yang paling diuntungkan adalah siapa? Yang datang pas dua jam itu. Dia bisa nonton tv dulu, main dulu, dan sebagainya. Maka saya dihukum.
Nah, ini sama. Jadi, orang yang sudah bayar pajak mereka kemudian dihukum.
Dihukum oleh siapa? Dihukum aturan ini. Dimana kemudian, “Eh, tahu begitu dulu enggak usah bayar pajak saja.” Kira-kira begitu. (*)