Prana Rifsana: Warna Warni Dalam Berjuang Bersama Itu Indah

Saya pernah beberapa kali mendengar terjadinya perdebatan kecil pada saat aksi-aksi buruh berlangsung, pada saat memilih lokasi konsolidasi para pimpinan buruh dalam menyatukan gerak langkah dan sikap pada aksi-aksi yang bersamaan hari, waktu, tempat dan tanggal aksinya, rasanya tidak enak didengar, kalaupun ada, tidak harus menggunakan pengeras suara diatas Mobil Komando-nya masing-masing.

Ada cerita unik, ketika saya pernah memimpin aksi upah sektoral Perbankan di akhir tahun 2017 silam, dimana anggota aliansi dari serikat buruh sektor Perbankan yang berafiliasi kepada berbagai Federasi dan masing-masing menawarkan Mobil Komando Federasinya masing-masing dengan berbagai alasan dan pertimbangan.

Pusing saya, ketika mendengarkan argumentasi-argumentasi dan perdebatan hanya untuk urusan Mobil Komando saja, akhirnya diputuskan untuk meminjam Mobil Komando salah satu Federasi yang tidak berafiliasi dengan anggota serikat buruh sektor Perbankan di aliansi tersebut, setelah begitu barulah semua berjalan lancar, terima kasih untuk KPBI yang telah bersedia meminjamkan Mobil Komandonya pada saat itu.

Cerita unik diatas menjadi gambaran kentalnya ke egoan para elit serikat buruh, hanya untuk urusan Mobil Komando yang akan digunakan, atau memilih lokasi rapat dimana menjadi hal yang sensitif, apalagi untuk urusan aliansi ini, Konfederasi ini atau Partai inipun dipimpin oleh siapa. Sudut pandang ketidak objektipan inilah kendalanya, sehingga ego yang muncul.
Jika semua fokus kepada konten atau apa yang akan diperjuangkan bersama harusnya tidak perlu subyektif dan sensitif dengan siapa yang memimpin, siapapun pimpinannya selama sudah dipilih melalui mekanisme organisasi yang demokratis semua harus mendukung, lalu semua energi, waktu dan pikiran diprioritaskan untuk bagaimana mewujudkan kepentingan bersama.

Jika kita coba melihat Partai Buruh yang telah dibangkitkan kembali oleh 11 (sebelas) organisasi gerakan serikat buruh dan gerakan rakyat serta memiliki struktur berbeda dengan Partai Partai pada umumnya yang didominasi oleh para cukong dan pengusaha-pengusaha. Partai Buruh memiliki Lembaga Majelis Rakyat yang didalamnya adalah perwakilan dari 11 (sebelas) organisasi, selain itu Partai Buruh juga memiliki Lembaga Majelis Nasional yang terdiri dari Dewan Penasehat, Dewan Pembina, Dewan Pakar dan Dewan Kebijakan Pembangunan Nasional.

Pada penjelasan diatas dan bagan Struktur Organisasi Partai Buruh di bawah ini membuktikan bahwa nampak sangat menjaga azas demokrasi dan tidak memberikan ruang kepada kepentingan tertentu untuk dapat mempengaruhi kebijakan Partai. Begitupun Komite Eksekutif baik ditingkat Provinsi, Kota/Kabupaten dan Kecamatan memiliki privillage untuk wilayahnya masing-masing. Eksekutif Komite Pusat hanya memberikan pagar agar struktur dibawahnya menjalankan organisasi sesuai dengan koridor yang ada pada AD/ART dan Kebijakan Partai Buruh.

Pada setiap pertemuan-pertemuan yang dinamakan Persatuan Buruh diberbagai Daerah yang diinisiasi oleh Partai Buruh juga sering ditegaskan bahwa Partai Buruh adalah milik Buruh, Tani, Nelayan dan Rakyat Miskin, bukan milik elit buruh yang kebetulan dipercaya untuk menduduki posisi-posisi jabatan Partai melalui mekanisme organisasi.

Jadi buat kawan-kawan kaum buruh yang masih menyangsikan demokratisasi di Partai Buruh atau menyangsikan amanah atau tidaknya Partai Buruh terhadap buruh, tidak perlu punya kekhawatiran macam-macam lagi. Sebab jika kekhawatirannya adalah adanya dominasi organisasi tertentu, justru dengan keterlibatan semua organisasi buruh masuk didalamnya akan dapat mengeliminir kekhawatiran dominasi tersebut, karena semakin berwarna akan menjadi semakin indah.

Ditulis oleh :
PRANA RIFSANA
Ketua Umum Serikat Pekerja Jasa Keuangan
Ketua Exco Partai Buruh Kota Bandung