Pengertian LKS Tripartit Oleh Anto Bangun KC FSPMI Labuhanbatu

Medan, KPonline, – Lembaga Kerjasama Bipartit atau disingkat LKS Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja yang sudah tercatat di Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

 

LKS Bipartit merupakan salah satu dari 8 alat kelengkapan hubungan industrial

 

DASAR HUKUM

1)Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

2).Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.32/MEN/XII/2008 tentang Tata Cara Pembentukan Dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit.

 

HAK DAN KEWENANGAN LKS.BIPARTIT.

 

LKS Bipartit mempunyai hak dan kewenangan untuk memberikan:

1).Saran.

2).Rekomendasi.

3).Memorandum Kepada pimpinan perusahaan

 

FUNGSI LKS BIPARTIT

LKS Bipartit berfungsi untuk memberikan manfaat bagi perusahaan dan pekerja/buruh.

 

1)Mempererat hubungan silaturahmi dan keakraban antara manajemen dengan pekerja

 

2).Meningkatkan ketenangan kerja dan ketenangan ber usaha.

 

3).Melahirkan inspirasi untuk inovasi demi kelangsungan,pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.

 

4).Meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya.

 

5) Mencegah dan meminimalisir terjadi dan berkembangnya masalah dalam hubungan industrial.

 

TUGAS LKS.BIPARTIT

1).Melakukan pertemuan secara periodik minimal satu bulan sekalai dan / atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

 

2).Mengkomunikasikan kebijakan pengusaha dan aspirasi pekerja dalam rangka mencegah terjadinya permasalahan hubungan industrial di perusahaan.

 

3).Menyampaikan saran. pertimbangan, dan pendapat kepada pengusaha, pekerja/ dan/atau serikat pekerja dalam rangka penetapan dan pelaksanaan kebijakan perusahaan.

 

KOMPOSISI KEPENGURUSAN

 

Kepengurusan LKS Bipartit terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerj dengan perbandingan 1 : 1 yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan, dan dicatatkan di Dinas Tenagakerja Kabupaten/Kota.

 

SANKSI BAGI PERUSAHAAN YANG TIDAK MEMBENTUK LKS BIPARTIT.

 

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja 50 orang wajib untuk membentuk LKS BIPARTIT dan seluruh biaya pembentukan dan pecatatannya dibiayai seluruhnya oleh Perusahaan.

 

Sedangkan perusahaan yang tidak membentuk LKS.BIPARTIT, dikenakan sanksi administratif, berupa :

 

1)Teguran.

2)Peringatan tertulis.

3)Pembatasan kegiatan usaha.

4)Pembekuan kegiatan usaha.

4)Pembatalan persetujuan.

Pembatalan pendaftaran.

5).Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi.

6) Pencabutan izin Usaha.

 

PERMASALAHAN.

 

LKS.BIPARTIT yang ada disetiap perusahaan terkesan hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi peraturan perundang- undangan saja, hampir semua pekerja tidak mengetahui bahwa diperusahaan tempatnya bekerja ada sebuah lembaga yang berfungsi sebgai forum komunikasi dan konsultasi untuk membicarakan semua permasalahan yang ada hubungannya kepada pekerja maupun pengusaha.

 

Disisi lain pihak perusahaan juga dimungkinkan merahasiakan keberadaan lembaga ini kepada semua pekerjanya, dan dengan tujuan perusahaan bisa bebas bertindak sewenang-weng dan membuat kebijakan dengan melanggar ketentuan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dampaknya sangat merugikan kepada pekerja.

 

Padahal semua kebijakan diluar dari ketentuan yang tidak tercantum dalam Perjanjian Kerja (PK) Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebelum diterapkan wajib terlebih dahulu dibicarakan bersama- sama dengan pekerja pada LKS BIPARTIT, setelah ada kesepakatan yang kemudian disosialisasikan kepada semua pekerja barulah kebijakan tersebut dapat diterapkan.

 

Yang lebih ironis sebahagian pengurus serikat pekerja disebagian perusahaan menganggap sama antara LKS BIPARTIT dengan Perundingan BIPARTIT, padahal antara LKS BIPARTIT dengan Perundingan BIPARTIT adalah dua hal yang berbeda, baik dalam fungsi maupun tujuannya.

 

ILUSTRASI

Hampir disemua perusahaan perkebunan kelapa sawit baik swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sering melakukan tindakan sewenang- wenang utamanya terhadap penambahan target beban kerja yang lajim dikenal dengan nama Basis Borong (BB) atau Basis Tugas (BT) dan merubah namanya menjadi Prestasi Minimal Rata-Rata (PMR), dari 900 Kg Tandan Buah Segar (TBS) menjadi 1.500 hingga 2.000 Kg.TBS tanpa melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pekerja melalui LKS BIPARTIT, alasannya penambahan target juga sangat sederhana untuk menekan Harga Pokok Produksi (HPP) guna mencapai keuntungan maksimal, dan akibatnya para pekerja bidang panen harus membawa pembantu yang terdiri dari istri dan anaknya atau orang lain yang gajinya dibayar sendiri oleh pekerja panen tersebut, agar dapat memenuhi target tersebut.

 

Kebijakan perusahaan menambah target beban kerja tersebut adalah sebuah kebijakan yang menyimpang dari ketentuan, dan hal ini seharusnya perusahaan wajib terlebih dahulu mengkonsultasikan dan mengkomunikasikannya dengan pekerja pada forum LKS BIPARTIT.

 

Berikutnya terhadap kebijakan perusahaan ini wakil pekerja yang duduk dalam unsur LKS BIPARTIT, sebelum menyetujui dan menyepakati kebijakan perusahaan tersebut wajib terlebih dahulu melakukan evaluasi, analisa perhitungan tentang dampaknya kepada pekerja kemudian mensosialisasikannya kepada semua pekerja.

 

Mengingat tujuan perusahaan menaikkan target beban kerja untuk menekan HPP guna mendapatkan keuntungan yang maksimal, maka wakil pekerja wajib melakukan negoisasi dan menetapkan target besaran Bonus yang akan diterima pekerja pada akhir tahun, karena bonus hubungannya langsung kepada keuntungan perusahaan.

 

Bila perusahaan tidak bersedia memenuhi target besaran bonus maka kebijakan untuk menambah target wajib ditolak, dan semua pekerja memanen produksi hanya memenuhi target BB atau BT.

 

Bila perusahaan memaksa dan melakukan inti midasi maka semua pekerja dapat melakukan aksi industrial menghentikan semua proses produksi, dan aksi industrial penghentian proses produksi ini legal karena terjadi akibat tidak tercapainya kesepakatan dan adanya pemaksaan dan intimidasi dari pengusaha.

 

Dsisi lain bebasnya para pengusaha berbuat sewenang- wenang dengan melanggar hukum dan HAM dikarenakan adanya pembiaran dari pemerintah, ” Fungsi pemerintah dibidang pengawasan dan penindakan yang diemban lansung oleh Dinas Tenagakerja Provinsi Jalan ditempat, personil yang bekerja dibidang pengawasan dan penegakan hukum dimungkinkan tidak bekerja dengan maksimal, atau dapat dimungkinkan tidak mampu karena jumlahnya personil yang sangat terbatas.