Surabaya, KPonline – Bertempat di Gedung Negara Grahadi, FSPMI Jawa Timur melakukan audiensi, Rabu (31/8/2022), dalam rangka menolak kenaikan harga BBM yang rencananya akan naik per 1 September.
Pada audiensi ini FSPMI diwakili oleh para perangkat DPW FSPMI Jawa Timur Jazuli, Ardian Safendra, Pujianto dan Eka Hermawati serta perwakilan FSPMI Probolinggo, Pasuruan, Tuban dan Gresik.
Mereka diterima oleh Sigit Prayitno (KabidWas Disnaker), Tri Widodo (Pengawas Disnaker), Ferry (Kabid Syaker), Anas Nasrudin (kabid HI) dan Soni (Kesra Prov).
Pada kesempatan ini Ardian Safendra menjelaskan dengan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa terkait rencana kenaikan BBM akan membuat kesejahteraan kaum buruh akan semakin terpuruk.
Menurutnya, berdasarkan data BPS, bulan Juli 2022 dimana belum ada kenaikan BBM, Inflasi tercatat sebesar 5,39 % buruh di ring 1 Jawa Timur sudah mengalami tekor upah sebesar Rp 81 ribu (4% dari upah) sedangkan di luar ring I upah bisa tekor hingga 130 ribu.
Lanjut Ardian, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan lonjakan inflasi yang diprediksi bisa tembus di angka 6,5 persen akan mengakibatkan inflasi yang tajam, dan harga pertalite yang rencananya dipatok Rp. 10.000,- akan membuat inflasi tembus di angka 6,5 persen. Sekarang inflasi sudah 4,9 persen.
Lonjakan inflasi bisa berdampak ke pelemahan daya beli masyarakat. Apalagi sudah tiga tahun berturut-turut ini buruh pabrik tidak naik upah minimumnya.
Kenaikan harga BBM yang tidak diimbangi dengan kenaikan upah, sampai 5 tahun mendatang karena UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (omnibus law) akan membuat daya beli terpuruk anjlok hingga 50 persen lebih.
Melalui Ketua DPW FSPMI Jawa Timur Jazuli juga menyatakan apabila benar terjadi kenaikan harga BBM maka FSPMI menolak jika Pemerintah memberikan Subsidi karena jumlah anggaran yang akan digunakan untuk subsidi tidak bisa menjangkau seluruh pekerja dan masyarakat yang terdampak kenaikan harga BBM, terlebih subsidi hanya diberikan sekali saja.
“Kami menyarankan agar pemerintah memisahkan pengguna BBM subsidi dan non subsidi. Misalnya, sepeda motor dan angkutan umum tidak mengalami kenaikan harga BBM bersubsidi, kemudian untuk mobil di atas 2005 harus memakai BBM non subsidi, karena orang kaya rata-rata tidak menggunakan mobil tua,” ungkap Jazuli.
Dalam forum ini Ardian Safendra juga menyampaikan bahwa Gubernur Jawa Timur agar merevisi Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/803/KPTS/013/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur Tahun 2022.
Selain itu FSPMI juga meminta, naikkan UMK di Jawa Timur tahun 2022 sebesar 10%, sesuai dengan data Statistik yang mencatat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur Triwulan II-2022 sebesar 5,74% pada triwulan II/2021 dan inflasi YoY (Juli 2021-Juli 2022) mencapai angka 5,39%. (Khoirul Anam)
1 Komentar
Komentar ditutup.