Korban Kriminalisasi Layangkan Surat Terbuka Kepada Ketua PN Jakpus

Jakarta, KPonline – Dua puluh enam korban kriminalisasi melayangkan surat terbuka kepada ketua pengadilan Negeri Jakarta. Berikut isi suratnya:

Perihal: Menjaga Marwah dan Kehormatan Hakim Melalui Putusan Yang Adil.

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Bpk. Dr. H. Gusrizal, S.H. Mhum.
Di Jakarta

Semoga Tuhan senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan dan kesabaran kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Perkenankan, kami 26 Aktivis korban kriminalisasi yang didakwa melanggar Pasal 216 dan Pasal 218 KUHP atau melawan pejabat Negara. Kami dipidanakan karena unjuk rasa damai yang dijamin Konstitusi dan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Kami 26 Aktivis yang dikriminalisasi terdiri dari 2 Pengacara LBH Jakarta sebagai Kuasa Hukum Buruh, 23 Aktivis Buruh dan 1 Aktivis Mahasiswa.

Kami saat ini diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dimana perkara 26 aktivis tersebut dibagi dua perkara diantaranya;

(1) Perkara No. 344/Pid B/2016 atas nama Tigor Gemdita Hutapea, dkk (3orang) dan

(2) Perkara No. 345/Pid B/2016 atas nama Akhmad Azmir Sahara bin Suwaryono.

Kami dikriminalisasi karena menolak Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. PP tersebut memiskinkan dan menghilangkan hak berunding buruh. Buruh semakin terancam dan buruh tetap hidup dalam kubangan kemiskinan karena upah murah.

Alasan lain, pengacara atau kuasa hukum kami dari LBH Jakarta juga dijerat meski tengah memberi pendampingan hukum. Padahal, secara hukum pengacara punya hak imunitas tidak dapat dipidana ketiga bertugas. UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat dan UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjamin imunitas itu.

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tidak melaksanakan kewajiban meneliti berkas perkara penyidikan dari Polda Metro Jaya. Alhasil, berkas Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tidak berkualitas, tidak cermat, dan cacat hukum sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 dan 3 jo Pasal 156 KUHAP.

Menurut kami, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sama seperti kurir penyidik Polda Metro Jakarta, yang menerima berkas perkara yang cacat sejak saat penyidikan, namun tetap dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Perkara yang menimpa kami 26 Aktivis tersebut saat ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dimana majelis hakim yang mengadili perkara tersebut diketuai oleh yang mulia Suradi, dan Hakim Anggotanya yang Mulia Ibnu Basuki Widodo dan Djaniko M.H Girsang.

Kami sangat kecewa atas putusan sela yang dikeluarkan oleh yang Mulia Majelis Hakim ketika menolak eksepsi Perkara No. 344/ Pid B/2016 atas nama Tigor Gemdita Hutapea (3 orang) pada 25 April 2016. Keputusan
didasarkan asumsi dan berpihak kepada Jaksa Penuntut Umum.

Majelis Hakim tidak mempunyai keberanian untuk mengoreksi kecacatan surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dan akan melahirkan Jaksa-Jaksa yang tidak professional. Walau demikian kami menghormati putusan sela yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim tersebut.

Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Dalam surat terbuka ini, kami selaku korban kriminalisasi merasa perlu mengetuk pikiran dan hati nurani Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta, untuk mendorong Majelis Hakim yang mengadili perkara kami bersikap dan bertindak adil, hal tersebut tercermin dalam putusan yang dikeluarkan oleh yang mulia Majelis Hakim.

Majelis hakim masih punya kesempatan menyelamatkan marwah hakim dengan mengabulkan eksepsi Perkara 345/ Pid B/2016 atas nama Akhmad Azmir Sahara bin Suwaryono dan kawan-kawan pada tanggal 16 Mei 2016.

Kami perlu menyerukan pada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendorong semua Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk bersikap dan bertindak adil untuk menjaga marwah hakim.

Dalam eksepsi kami telah menyampaikan bahwa surat dakwaan mengalami kecacatan secara hukum secara formil dan materiil serta surat dakwaan tidak cermat, jelas dan lengkap. Kecacatan surat dakwaan yang terang benderang yakni;

1) Tidak mencantumkan tanggal dalam Surat dakwaan

2) Kesalahan identitas nama terdakwa dalam surat dakwaan dengan identitas terdakwa dalam Kartu Tanda Penduduk

3) Majelis Hakim Tidak berwenang mengadili perkara karena menyampaikan pendapat dimuka umum tidak dapat dipidana dan dijamin dalam UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan pendapat di muka umum.

4) Surat dakawaan yang dibuat oleh Penuntut Umum tidak memenuhi syarat materiil karena a) Dakwaan tidak cermat, karena tidak memuat fakta-fakta kejadian sebenarnya b) Surat dakwaan tidak jelas, karena tidak menguraikan peran masing-masing terdakwa c) Dakwaan tidak lengkap, karena dakwaan tidak disusun berdasarkan berita acara pemeriksaan pada saat penyidikan, dimana tindakan brutalitas yang dilakukan kepolisian tidak dimuat dalam surat dakwaan.

Bila Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pernah mendengar perkara Yulianus Paongan didakwa dalam perkara penghinaan terhadap Jokowi. Ia didakwa melanggar Pasal 4 ayat 1 huru a dan huruf e jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Dimana Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai yang Mulia Nursyam memutuskan menerima eksepsi Yulianus Paonganan atau Ongen.

Dakwaan penghinaan terhadap Jokowi itu gugur akibat surat dakwaan tidak mencantumkan tanggal dan penahanan tidak sah.

Surat dakwaan dalam perkara ongen tersebut memiliki kecacatan yang sama dalam perkara 345/Pid B/2016, 23 buruh yang dikriminalisasi akibat unjuk rasa, maka sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 dan 3 jo Pasal 156 KUHAP surat dakwaan batal demi hukum atau setidak-tidaknya dakwaan tidak dapat diterima.

Bila dalam perkara Ongen, Majelis Hakim mempunyai keberanian membatalkan dakwaan penuntut umum dan membebaskan ongen, maka sudah sepatutnya dalam perkara 23 buruh juga, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuat putusan sela yang adil dan mengoreksi kecacatan surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut umum.

Maka, disinilah diperlukan peran dan fungsi yang Mulia Gusrizal selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendorong Majelis Hakim yang diketuai yang Mulia Suradi dan Hakim Anggota, yang mulia Ibnu Basuki Widodo dan Djaniko M.H Girsang untuk mempunyai keberanian mengoreksi kecacatan hukum dalam surat dakwaan melalui putusan sela yang akan dikeluarkan nantinya. Dengan begitu tidak akan mentolerir ketidakprofesionalan yang dilakukan oleh Penuntut Umum, sehingga kedepannya akan melahirkan jaksa-jaksa yang professional.

Demikian surat terbuka ini kami buat. Surat ini merupakan suara dan jeritan kami korban kriminalisasi, dimana kami berharap dan yakin Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan mendengarkan suara dan jeritan para korban kriminalisasi.

Jakarta, 13 Mei 2016

Salam Hormat Kami
26 Aktivis yg Dikriminalisasi