Konstitusi dan Undang Undang Omnibus Law

Konstitusi dan Undang Undang Omnibus Law

Penulis :Roni Febrianto, ST, M Fil [1]

 

 Pendahuluan

 

Teori konstitusi, dalam filsafat positivisme logis, muncul di Wina pada tahun 1920-an. Bercirikan pandangan bahwa pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan faktual dan semua pengetahuan tradisional yang mengajarkan metafisik wajib ditolak karena tidak ada artinya.

Semua filsafat sejati (menurut kelompok Lingkaran Wina) adalah sebuah kritik terhadap bahasa, dan hasilnya adalah bahwa semua pengetahuan sejati tentang alam dapat diungkapkan dalam satu bahasa umum bagi semua ilmu pengetahuan.[2] Teori konstitusi dicetuskan pertama kali oleh Ernst Mach[3] fenomenalis Austria, dalam bukunya Zur Analse der Empfindungen und des Verhältnis des Physischen zum psychischen 1886 (Contributions to the Analysis of the Sensations, 1897) dan kemudian oleh Bertrand Russell dalam bukunya Our Knowledge of the External World (1914).

Teori konstitusi disampaikan sepenuhnya oleh Rudolf Carnap,[4]  seorang filsuf bahasa dan sains, dalam bukunya Logische Aufbau der Welt 1928; The Logical Stucture of the World: Pseudoproblems in Philosophy, 1967). Konstitusi atau definisi konstitusional, terdiri dari hierarki, dengan konsep pengalaman pribadi yang tidak terdefinisi dan bersifat individual di tingkat dasar dan konsep yang semakin kompleks di tingkat yang lebih tinggi dan sistem konstitusi yang dihasilkan serta diungkapkan dalam bahasa logika simbolik modern.

Pengaturan politik yang ditetapkan oleh konstitusi sebagian besar merupakan hasil dari pengalaman sejarah dan keadaan negara-negara koloni yang baru merdeka. Para perumus konsitutusi membawa filosofi yang koheren menuju dalam pembahasan tentang tujuan dan sarana pemerintahan.  Filosofi pemerintahan menggabungkan tiga doktrin politik utama: hak asasi manusia, republikanisme, dan konstitusionalisme. Belajar dari sejarah Amerika  orang-orang  percaya dan menganggap serius gagasan yang mempunyai konsekuensi. Tantangan yang dihadapi adalah menerapkan gagasan-gagasan tersebut pada keadaan saat ini, untuk mentransformasikan gagasan-gagasan tersebut menjadi realitas politik.

 Hak Asasi  Manusia Sebagai  Hukum  Kodrat

Jika kita ingin berpikir serius tentang pemerintahan, ada beberapa pertanyaan mendasar yang harus kita ajukan. Apa dasar dari otoritas politik yang sah? Haruskah otoritas politik mencakup seluruh aspek kehidupan atau hanya mencakup tindakan-tindakan tertentu saja? Pertanyaan ini berkaitan erat dengan masalah penentuan mengapa kita memerlukan pemerintah. Mencari tahu mengapa kita lebih memilih hidup di bawah suatu pemerintahan daripada tidak memiliki pemerintahan adalah menjawab salah satu pertanyaan dasar filsafat politik dan akan membantu kita menentukan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah.

Seratus tahun sebelum para perumus bertemu di Philadelphia untuk menulis Konstitusi Amerika Serikat, filsuf Inggris John Locke menerbitkan risalah kedua tentang pemerintahan sipil. Tujuannya untuk membenarkan Revolusi Agung atau Revolusi Tidak Berdarah tahun 1688 dan menyangkal klaim monarki absolut berdasarkan hak ilahi.

Hasil dari Revolusi ini tentu saja adalah tegaknya doktrin supremasi Parlementer di Inggris.[5] John Locke berpendapat bahwa hak-hak individu tidak dapat dicabut sebagai dasar dari semua pemerintahan yang sah. Kewenangan yang dijalankan oleh pemerintah dilaksanakan atas dasar persetujuan dari yang diperintah dan mereka menyetujui pelaksanaan wewenang tersebut untuk memperoleh jaminan atas hak-hak alami mereka atas hidup, kebebasan, dan harta milik.

Untuk menentukan perbedaan antara otoritas politik yang sah dan tidak sah, kita harus terlibat dalam refleksi filosofis di mana kita berupaya membuat argumen yang mendukung pandangan kita tentang perbedaan antara pemerintahan yang baik dan buruk. Kebebasan kodrati manusia adalah bebas dari kekuasaan apa pun yang lebih tinggi di muka bumi, dan tidak berada di bawah kehendak atau wewenang legislatif manusia, kebebasan manusia di bawah pemerintahan harus mempunyai peraturan tetap yang harus dipatuhi, yang berlaku bagi setiap masyarakat, dan dibuat oleh kekuasaan legislatif yang didirikan di dalamnya.

Premis dasar filsafat pemerintahan yang dikemukakan oleh John Locke terkandung dalam Pembukaan Deklarasi Kemerdekaan Amerika: [6]

“We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable Rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness”.

Gagasan bahwa pemerintahan dibentuk oleh warga negara dengan tujuan untuk mengamankan keberadaan badan politik, untuk melindunginya, dan untuk memberikan individu-individu yang menyusunnya dengan kekuatan untuk menikmati dengan aman dan tenteram hak-hak alamiah secara mereka, dan berkah kehidupan.

Tatanan politik yang terbaik bukanlah tatanan yang sekadar memberi kita keamanan. Akan tetapi juga menjadikan kita lebih baik secara moral dan intelektual. Pada abad ke-18, konsep tatanan politik ini telah mengakar dalam pemikiran orang-orang Amerika dan menjadikannya sebagai salah satu landasan revolusi dan pemerintahan yang didirikan berdasarkan Konstitusi yang muncul dari Konvensi Philadelphia.

 

Republikanisme

 

Selain keyakinan mereka pada filosofi hak asasi, orang Amerika juga sangat berkomitmen pada doktrin republikanisme. Filosofi hak asasi manusia sangat individualistis dan menekankan tanggung jawab pemerintah untuk melindungi hak-hak individu. Sebaliknya, republikanisme klasik menekankan pada masyarakat, berpendapat bahwa ciri utama pemerintahan yang baik adalah peningkatan kesejahteraan umum.

Warga Amerika mampu menyelesaikan ketidakcocokan antara kedua doktrin ini dengan berpegang pada keyakinan bahwa kemajuan kesejahteraan umum dicapai melalui perlindungan hak-hak alamiah individu. Kekuasaan yang berdaulat berada di tangan rakyat, bukan di tangan monarki. Keuntungan utama dari sistem ini adalah bahwa warga negara lebih bebas, dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya. Oleh karena itu, mereka menjadi lebih sejahtera dan menjadikan negara lebih kaya dan kuat. Banyak pendukung pemerintahan republik yakin bahwa kesenjangan kekayaan yang besar membuat pemerintahan republik tidak mungkin dilakukan. Tujuan dasar pemerintahan republik: peningkatan kesejahteraan umum.

Keemasan republik penuh dengan kebajikan: kesederhanaan, patriotisme, integritas, cinta keadilan dan kebebasan. Para sejarawan klasik menceritakan dengan sangat rinci korupsi Roma, baik moral maupun politik, dan kemundurannya hingga menjadi sebuah negara yang dikecam oleh Sallust sebagai: mudah dibeli, jika saja ada pembelinya. Bagi orang Amerika, contoh Republik Romawi menegaskan apa yang telah mereka pelajari dari tulisan-tulisan para propagandis republikanisme kontemporer: kekayaan yang berlebihan pasti mengarah pada korupsi, ada hubungan erat antara korupsi swasta dan publik atau politik, dan lembaga-lembaga republik bergantung pada sebuah negara.

Penyakit mematikan yang dihadapi semua pemerintahan republik adalah faksi. yaitu ketika mereka mengejar kepentingan pribadi dengan mengorbankan kesejahteraan umum, maka pemerintahan republik tidak dapat bertahan lama. Oleh karena itu, resep klasik untuk mencegah perpecahan adalah pengembangan dan pemeliharaan kebajikan republik.

James Madison mendefinisikan republik sebagai:[7] pemerintahan yang memperoleh seluruh kekuasaannya secara langsung atau tidak langsung dari seluruh rakyat, dan dikelola oleh orang-orang yang memegang jabatannya selama kesenangan untuk jangka waktu terbatas, atau selama berperilaku baik. Diasumsikan bahwa pemerintahan seperti itu adalah bentuk pemerintahan terbaik untuk kemajuan masyarakat umum, kesejahteraan dan perlindungan hak-hak warga negara.

Konstitusialisme

Konstitusi adalah seperangkat adat istiadat, tradisi, aturan, dan hukum yang menyusun  suatu pemerintahan diatur dan mendefinisikan hubungan antara pemerintah dan warganya. Intinya di sini adalah bahwa setiap manusia mempunyai konstitusi, maka setiap negara juga mempunyai konstitusi.

Namun tidak semua pemerintahan bersifat konstitusional, sebagaimana istilah yang paling sering dipahami. Konsepsi konstitusionalisme modern juga merupakan puncak dari tradisi panjang pemikiran hukum. Hukum alam dan hak asasi  dianggap memberikan standar yang dapat digunakan untuk mengevaluasi undang-undang yang disahkan oleh pemerintah.Ketika kita mencapai abad kedelapan belas, orang Amerika menganggap konstitusi sebagai hukum yang lebih tinggi.

Thomas Paine menulis[8], Konstitusi adalah sesuatu yang mendahului suatu pemerintahan; suatu pemerintahan hanyalah wujud dari konstitusi. Sistem politik konstitusional tidak sekadar mengacu pada konstitusi. Demarkasi semata-mata atas batasan konstitusional beberapa departemen tidak cukup untuk melindungi terhadap pelanggaran yang mengarah pada konsentrasi tirani atas semua kekuasaan pada pemerintahan di tangan yang sama. Tulis James Madison[9] dalam The Federalist, Memandang pemisahan kekuasaan dan check and balances sebagai syarat mutlak bagi pemerintahan konstitusional.

Hanya jika kekuasaan pemerintah diseimbangkan dengan baik di antara berbagai cabang sedemikian rupa sehingga pelaksanaan kekuasaan dapat diawasi secara efektif, maka konstitusi akan benar-benar melindungi terhadap pelaksanaan kekuasaan politik yang sewenang-wenang dan tidak patut. Konstitusi kemudian akan menjamin bahwa kekuasaan politik yang didelegasikan kepada pemerintah oleh rakyat yang berdaulat, akan digunakan hanya untuk tujuan yang pertama-tama menjadi tujuan pemerintah didirikan oleh rakyat yaitu peningkatan kesejahteraan umum dan perlindungan sumber daya alam.

Pemahaman adalah sebuah prasyarat untuk memahami konstitusi yang mereka hasilkan. Kita harus memulai dengan pengujian terhadap ide-ide yang merupakan bagian dari kosa kata intelektual orang Amerika. Akhirnya ide-ide dan cita-cita yang menurut Thomas Jefferson, terbukti benar.[10]

UUD 1945 Dalam Klasifikasi Konstitusi

Dari aspek bahasa, konstitusi berasal dari bahasa Inggris constitution yang berasal dari asal kata constitute, constitue  atau to constitue  yang artinya adalah membentuk. Oleh karena itu setiap organisasi selalu memiliki konstitusi yang menjadi kesepakatan dasar pembentukan organisasi itu sendiri. Semakin kompleknya kehidupan dan urusan yang ditangani oleh negara, semakin diperlukan pengaturan dan kebutuhan diwujudkan dalam satu dokumen tertulis juga menjadi semakin penting.

Konstitusionalisme juga banyak dipahami sebagai paham pembatasan kekuasaan, karena hanya kekuasaan yang terbataslah yang memiliki konstitusi dan sebaliknya keberadaan konstitusi adalah untuk membatasi kekuasaan.

Jimly Asshiddiqie menjelaskan perkembangan konstitusionalisme mulai dari masa Yunani kuno berupa negara kota dengan demokrasi langsung, konstitusionalisme masa Romawi berupa sistem monarki, republik, dan aristokrasi, konstitusionalisme abad pertengahan berupa foedalisme dan imperium, konstitusionalisme masa renaisance berupa despotisme, dan konstitusionalisme modern yang bercorak nasional dan demokratis.[11]  Jika negara menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat.

Sumber legitimasi inilah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam membentuk negara, sebagai constituent power [12] sebagai kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Peradaban manusia menunjukkan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada negara sering disalahgunakan untuk kepentingan pemegang kekuasaan negara sendiri.

Hal itulah yang menginspirasikan Lord Acton mengemukakan hukum besi kekuasaan, powers tend to corrupt, absolut powers corrupt absolutly.[13] Paham konstitusionalisme, yaitu paham bahwa kekuasaan harus dibatasi agar negara dapat dijalankan sesuai dengan tujuan pembentukan negara itu sendiri. Erict Barent menyatakan “constitutionalism is a belief in composition of restrains on governance by mean a constitution”.[14]  Secara teoretis konstitusi dapat diklasifikasikan berdasarkan pada beberapa aspek. Aristoteles membuat klasifikasi konstitusi berdasarkan pada (i) the ends pursued by states, and (ii) the kind of authority exercised by their government.

Tujuan tertinggi dari negara adalah a good life, dan hal ini merupakan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Karena itu, Aristoteles membedakan antara right constitution dan wrong constitution dengan ukuran kepentingan bersama itu.[15]

Jika konstitusi diarahkan untuk tujuan mewujudkan kepentingan bersama, maka konstitusi itu disebutnya konstitusi yang benar, tetapi jika sebaliknya maka konstitusi itu adalah konstitusi yang salah. Ukuran baik-buruknya atau normal-tidaknya konstitusi itu, baginya terletak pada prinsip bahwa “political rule, by virtue of its specific nature, is essentially for the benefit of the ruled” [16]

Sebagai konsekuensi dari prinsip supremasi konstitusi menurut Hans Kelsen untuk menjaganya diperlukan pengadilan khusus guna menjamin kesesuaian aturan hukum yang lebih rendah dengan aturan hukum diatasnya. Kelsen menyatakan:[17]

“The application of the constitutional rules concerning legislation can be effectively guaranted only if an organ other than the legislative body is entrusted with the task of testing whether a law is constitutional, and of annulling it if – according to the opinion of this organ – it is “unconstitutional”. There may be a special organ established for this purpose, for instance, a special court, a so-called “constitutional court”.

Didalam UUD 1945 pasca Reformasi, untuk menjaga konsistensi hubungan hirarkis antara konstitusi dan peraturan perundangan dibawahnya  terdapat dua lembaga yang berwenang, yaitu MA dan MK. Berdasarkan Pasal 24 A ayat (1) UUD 1945, MA memiliki wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang. Sedangkan MK sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, salah satu wewenangnya adalah menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

 Perubahan UUD 1945

Kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun, sebagai pemerintahan otoritarian yang menjadikan kebijakan pembangunan ekonomi sebagai panglima dengan menindas serta membatasi hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, tidak mampu mengatasi gelombang krisis moneter sehingga menjadi krisis multidimensi. Pemerintahan sudah dipenuhi dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, tidak lagi dipercaya oleh rakyat.

Perubahan UUD 1945 diperlukan karena pengalaman sejarah menunjukkan bahwa sepanjang berlakunya, ternyata menimbulkan pemerintahan otoriter baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru. Dalam pengalaman sejarah UUD 1945 belum pernah menghasilkan satu sistem yang demokratis karena UUD 1945 memang membuka peluang bagi penguasa untuk melakukan akumulasi kekuasaan. Beberapa kelemahan tersebut antara lain adalah:[18]

  1. UUD 1945 Sebelum Perubahan melahirkan sistem politik yang executive heavy, menghimpun kekuasaan terlalu besar pada lembaga eksekutif terutama lembaga kepresidenan, dan tidak memuat mekanisme checks and balances.
  2. UUD 1945 Sebelum Perubahan memuat pasal-pasal yang multi-interpretable, yang dalam real politiknya interprestasi penguasalah yang harus diterima sebagai interpretasi yang benar.
  3. UUD 1945 Sebelum Perubahan terlalu banyak memberi atribusi kewenangan kepada lembaga legislatif untuk mengatur hal-hal penting dengan UU, padahal dengan sistem executive heavy pembuatan UU didominasi oleh Presiden sehingga UU menjadi sarana bagi Presiden untuk mengakumulasi kekuasaan.
  4. UUD 1945 Sebelum Perubahan terlalu percaya kepada semangat dan iktikad baik orang yang berkuasa sehingga lebih menggantungkan pada semangat penyelenggara negara daripada mengatur pembatasan kekuasaan secara tegas.

 

Amandemen Konstitusi (UUD 1945) yang dilakukan pada masa Orde Reformasi berupaya mengevaluasi dan merevisi kehidupan politik pada zaman Orde Baru. Isu-isu penataan kekuasaan, hubungan negara dan rakyat, serta sejumlah isu besar yang mendasar banyak yang diubah mengikuti spirit reformasi. Manusia disebutkan dalam beberapa macam kosakata yaitu rakyat (people), warga negara (citizen), penduduk (resident), orang (person), manusia (human), masyarakat (community), bangsa (nation), dan umat manusia (humankind).

Istilah-istilah dalam Konstitusi tidak sekadar kata-kata, namun bermakna luas dan dalam sebagai dasar dan fondasi sistem kehidupan suatu negara. Pentingnya mengedepankan makna filosofis karena filsafat berkedudukan sebagai penguji atas keberadaan ilmu-ilmu.

Derajat eksistensi istilah atau kata sangat penting untuk menghindari kesalahan tatkala memaknai kata dan istilah yang dimaksud. Dalam dunia filsafat mengenali makna sebuah istilah atau kata bukan saja menyangkut definisi, namun juga menyangkut keberadaan realitasnya. Oleh karena itu, istilah rakyat, manusia, orang, penduduk, warga negara, masyarakat, bangsa atau umat dalam konstitusi bukanlah sekadar mencarikan definisi semata, namun juga mencari keberadaan istilah tersebut dalam wujud yang terdalam.

Jika memang realitasnya adalah individu-individu manusia yang berkembang menjadi konsep rakyat, orang, penduduk, warga negara, masyarakat, bangsa atau manusia, maka tentu perlu ada penjelasan terkait tali-temali istilah-istilah tersebut agar memiliki kepastian makna dan hubungan yang rasional. Mahkamah Konstitusi menjadi tempat pencarian keadilan yang baru dalam kerangka menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap Konstitusi Indonesia. Ternyata filsafat dapat menyederhanakan masalah di antara beragam konsep manusia dalam Konstitusi Indonesia sebagai sumbangan konkret atas ilmu-ilmu sosial.[19]

 UU Omnibus Law di Indonesia

Dalam empat tahun pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dengan Kabinet Indonesia Maju (KIM), sangat gencar mendatangkan investasi khususnya asing dan menarik pajak pada rakyatnya. Akan tetapi disisi lain juga menghilangkan hak dasar rakyat atas kesempatan bekerja dengan upah layak serta jaminan kesehatan secara sistemik dengan alasan effisiensi anggaran belanja.

Ada tiga undang-undang kontroversi yang dipaksakan diterbitkan tanpa memberikan akses mudah pada masyarakat saat proses penyusuannya. Berdasarkan Pasal 96 ayat (4) UU Nomor 12 tahun 2011, dimana  akses terhadap undang-undang diharuskan untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis. saat penyusunannya.[20] Adapun 3 (tiga) undang undang yaitu: UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Ketiganya menggunakan konsep omnibus law atau omnibus bill yang sering digunakan di negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat sebuah regulasi. Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus.[21]

Gagasan konsep omnibus law sebagai metode dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia telah menjadi perbincangan di kalangan akademisi dan praktisi hukum. Dengan adanya penerapan omnibus law di Indonesia, maka muncul pertanyaan apakah dapat berjalan dengan optimal karena Indonesia menganut sistem civil law system dalam pembentukan peraturan perundang-undanganan.[22]

Proses legislasi dari ketiga undang-undang yang sangat dipaksakan walaupun masih mengalami banyak penolakan dari masyarakat khususnya Undang Undang Cipta Kerja. Pada tanggal 21 Maret 2023, DPR RI mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-undang melalui forum rapat Paripurna yang dihadiri oleh delapan fraksi.[23]

Undang Undang  Nomor 6 tahun 2023 jelas  memberikan karpet merah’ dan banyak kenyamanan bagi para pengusaha dan investor disatu sisi dan mengesampingkan dan hak-hak kelas pekerja serta berpotensi menurutkan tingkat kesejahteraan. Dengan diberikannya keleluasaan para pengusaha maka bisa mengatur upah murah dengan menggunakan tenaga kerja alih daya (outsourcing) secara bebas dan tanpa batasan disemua sektor pekerjaan serta mempermudah dilakukanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),[24] yang dampaknya akan meningkatkan kembali angka penganguran di Indonesia.

Di sektor pertanian akan terdampak bagi para petani dengan diubahnya kebijakan disektor pertanian dan pangan, hanya akan menguntungkan para importir dan sangat tidak berpihak pada petani tradisional. Akhir akhir ini bahkan ada kebijakan melakukan kerjasama pertanian dengan Tiongkok untuk mendatangkan para petani asing,[25] bukan sebatas impor pangan karena buruknya tata kelola pangan di Indonesia.

Pemerintah bersama DPR RI, mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Kamis 7 Oktober 2021. Meski telah disahkan oleh pemerintah bersama DPR, UU ini secara keseluruhan dinyatakan baru akan berlaku sejak diundangkan, dengan sejumlah catatan khusus. Merujuk situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Sekretariat Negara yang Kompas.com akses pada 3 November 2021 pukul 18.00 WIB, UU HPP telah diundangkan pada 29 Oktober 2021.[26]

Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan disahkan pada 8 Agustus 2023. UU Kesehatan mencabut sebelas undang-undang lain meliputi: Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Ordonansi Obat Keras (Staatsblad 1949 Nomor 419); Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular; Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014tentang Tenaga Kesehatan; Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan; Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan. Undang Undang Kesehatan mengamanahkan pembentukan 107 aturan turunan meliputi: 2 Peraturan Presiden, 100 Peraturan Pemerintah, dan 5 Peraturan Menteri Kesehatan.

Kontroversi dan Penolakan dari Publik

            Sejak  diundangkannya UU Cipta Kerja banyak mendapatkan penolakan dari publik karena secara umum proses penyusunananya tidak melibatkan publik ada indikasi catat formil. Seperti sudah diketahui publik banyak gugatan uji formil ke Mahkamah Konsitusi dilakukan oleh masyarakat khususnya untuk UU Cipta Kerja baik dari Serikat Buruh/Serikat Pekerja, Petani maupun dari LSM yang peduli pada kondisi rakyat.

Ada lima gugatan uji formil tersebut pada dasarnya mempermasalahkan proses pembuatan UU Nomor 6 tahun 2023 yang dinilai cacat formil, tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan.Salah satunya, karena tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna. MK menilai dalil-dalil permohonan itu tidak beralasan menurut hukum.[27]  Ini menunjukkan MK tidak konsisten terhadap putusannya sendiri yakni putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan permohonan uji formil Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. Terhitung ada 5 perkara permohonan uji formil UU Nomor 6 tahun 2023 yakni perkara No.50/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, 40/PUU-XXI/2023, dan 54/PUU-XXI/2023. Dalam perkara No.54/PUU-XXI/2023 majelis konstitusi dalam pertimbangannya menyebut dalam upaya memenuhi asas keterbukaan dalam rangka meaningful participation dalam proses pembentukan perundang-undangan pada umumnya, tidak termasuk UU yang berasal dari Perppu.

Menurut hakim konstitusi DPR perlu mengembangkan sistem informasi pembentukan peraturan perundang-undangan. Seperti SIMAS PUU, aplikasi-aplikasi informasi yang terdapat dalam laman resmi DPR yang hendaknya dikelola secara lebih lengkap dan terintegrasi dengan laman kementerian/lembaga terkait untuk menjamin mutu pengelolaan dan mutu materi yang tersedia dalam aplikasi atau sistem informasi dimaksud.[28] Makin tampak jelas bahwa Mahkamah Konsitusi sebagai gerbang akhir penjaga keadilan yang diharapkan rakyat tidak bisa memberikan rasa keadilan bagi rakyat.

Undang Undamg Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan  tidak kalah membuat rakyat susah karena ada pasal kontroversi dimana  pemerintah melakukan perubahan terkait Pajak Pertambah Nilai (PPN) pada Pasal 7 mulai tanggal 1 April 2022 tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meningkat dari semula 10% (sepuluh persen) menjadi 11% (sebelas persen) dan selanjutnya kenaikan PPN menjadi 12% (dua belas persen) mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% (lima belas persen) melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Hal lain yang tidak kalah membuat kelas pekerja susah adalah diterbitkannya PP 58 tahun 2023 yang berlaku 1 Januari 2024 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 dimana mulai berlakukan Rezim TER (Tarif Efektif Rata-rata) yang sangat memberatkan kelas pekerja karena saat ada penghasilan tambahan baik THR, Bonus, Lembur dll akan dihitung sebagai tambahan pajak yang potonganya sangat signifikan sampai 20 % sampai  30 % dari Upah Pokoknya akibatnya jumlah take homepay berkurang banyak. Saat menjelang hari raya viral di media Sosial Buruh Pabrik dengan Upah pokok Rp 3 Juta karena THR dan Lembur mengalami potongan TER Rp 1,2 Juta. Pekerja kerah putih dengan Upah Pokok Rp 12 juta mengalami Pemotongan TER Rp 3,4 Juta. Hari gajian pada Maret jadi hari yang mengejutkan, termasuk untuk Dila (bukan nama sebenarnya) dan rekan-rekan sekantornya di sebuah perusahaan lokapasar atau e-commerce di Jakarta.[29] Melihat target APBN yang mengandalkan minimal 80 % dari Pajak Non Migas maka Kementraian Keuangan dan Bea Cukai dipaksa mengenjot pajak dari kelas Pekerja khususnya untuk PPH 21 dan PPN dan pajak pajak lainnya (bisa dilihat pada gambar dibawah) RAPBN 2024.[30]

Undang Undang Nomor 17 tahun 2023, dengan turunan Perpres 59 tahun 2024 terkait Kesehatan dan BPJS Kesehatan khususnya KRIS (Kelas Rawat Inap Standard). Pada UU Kesehatan yang baru terindikasi akan ada komersialisasi Kesehatan dimana pada kebijakannya Pemerintah merubah kebijakannya dari Mandatory Budget menjadi Money Follow Program.

 

Ketum IDI menyampaikan bahwa substansi RUU Kesehatan akan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia dan konsitusi rakyat. Secara substansi tidak mencerminkan upaya penguatan sistem kesehatan nasional karena banyak dibahas untuk kepentingan kuratif, bukan pada preventif dan promotif.[31]

 

Dari kalangan Serikat Pekerja, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak RUU Kesehatan yang diusulkan oleh pemerintah. Penolakan tersebut terkait dengan rencana pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) yang merupakan dana wali amanah , karena akan dikendalikan dan  diambil alih oleh Kementerian. Tidak boleh Menteri mengelola uang rakyat (BPJS).[32]

Aksi buruh dalam menolak RUU Kesehatan dilakukan di depan Gedung DPR RI pada 13 Maret 2023, aksi besar dilakukan pada May Day 2023 dan 21 Juni 2023. Akan ada potensi iur biaya dimana jika ada beberapa penyakit yang nantinya tidak dijamin oleh Program JKN ( BPJS Kesehatan) akan dibebankan pada peserta/pasien. Hal ini akan berdampak komersialisasi pelayanan kesehatan serta akan mengurangi hak rakyat untuk bisa mendapat Jaminan Kesehatan secara paripurna. RUU Kesehatan hanya melindungi Rumah Sakit dan membuka celah bisnis dan komersialisasi jasa medis/kesehatan tapi disisi lain akan menjadi beban tambahan bagi rakyat dengan adanya iur biaya.[33]

 

Rekomendasi bagi kelas pekerja/ masyarakat sipil

Dari 3 (tiga) Undang Undang Omnibus Law  yang dipaksakan untuk di sahkan oleh DPR RI dan Pemerintah mulai dari UU Cipta Kerja, UU HPH dan UU Kesehatan memang terindikasi merupakan upaya pemerintah memberikan karpet merah pada para investor di satu sisi dan makin menindas kelas pekerja khususnya lewat perpajakan. Kini, kemewahan, kerakusan, kemalasan, dan sensualitas para pejabat publik  sedang menghancurkan keagungan moral di republik ini.  Sebagai masyarakat sipil maka didapat beberapa point-point penting yang sepatutnya dicermati dan dilakukan :

  1. Putusan MK yang mempertahankan UU Cipta Kerja adalah bukti nyata robohnya independensi Mahkamah Konstitusi dan bentuk konkrit pengkhianatan terhadap prinsip demokrasi dan konstitusi UUD 1945. Judicial reviewdi Mahkamah Konstitusi sejatinya merupakan salah satu mekanisme check and balances dalam negara demokrasi untuk mengoreksi keputusan pemerintah. DPR sebatas ‘tukang stempel’ kebijakan pemerintah.
  2. Untuk UU Kesehatan, penting diingat pendapat Gustav Radbruch (seorang ahli hukum dan filsuf Jerman yang juga pernah menjabat Menteri Kehakiman Jerman), menyatakan bahwa hukum mempunyai tiga nilai, yaitu keadilan, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum. Pemerintah harus arif dan bijaksana dalam menerima masukan terkait dengan implementasi UU Kesehatan. Kebijakan merubah Mandatory Budget menjadi Money Follow Program sejatinya melanggar konsitusi dimana Kesehatan adalah hak dasar rakyat yang harus dipenuhi negara.

 

  1. UU HPH yang sangat eksploitatif pada rakyat dengan dinaikknanya PPN setiap tiga tahun dan bisa mencapai 15 %, Rezim TER akan menurunkan daya beli karena pajak yang dipotong yang sangat tidak manusiawi sampai 30 % saat ada THR, Bonus, Lembur dll.

 

 

  1. Kelas Pekerja dan masyarakat sipil Indonesia wajib dibangun kesadarannya untuk terus melakukan perlawanan konstitusional dan aksi-aksi massa guna membatalkan UU Cipta Kerja, UU HPP dan UU Kesehatan, serta rencana Revisi UU MK, beserta aturan turunannya atau Kebijakan Negara bila bertentangan dengan prinsip Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum.

 Kesimpulan

 

Pengaturan politik yang ditetapkan oleh konstitusi merupakan hasil dari pengalaman sejarah dimana para perumus konsitutusi membawa filosofi pemerintahan menggabungkan tiga doktrin politik utama: hukum kodrat dan hak asasi manusia, republikanisme, dan konstitusionalisme.

 

Konstitusi adalah hukum dasar yang tertinggi di suatu negara, dibuat untuk membatasi kekuasaan, agar konstitusi tidak kehilangan ruh konstitusionalisme Tujuan tertinggi dari negara adalah a good life, dan hal ini merupakan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Jika konstitusi diarahkan untuk tujuan mewujudkan kepentingan bersama, maka konstitusi itu disebutnya konstitusi yang benar, tetapi jika sebaliknya maka konstitusi itu adalah konstitusi yang salah.

3 (tiga) Undang Undang Omnibus Law, UU Cipta Kerja, UU HPH dan UU Kesehatan terindikasi merupakan upaya pemerintah memberikan karpet merah pada para investor di satu sisi dan makin menindas kelas pekerja khususnya lewat perpajakan. check and balances dalam negara demokrasi untuk mengoreksi keputusan pemerintah.

 

Hukum mempunyai tiga nilai, yaitu keadilan, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum,  sayangnya, DPR sebatas ‘tukang stempel’ kebijakan pemerintah. Sejatinya filsafat dapat menyederhanakan masalah beragam konsep manusia dalam konstitusi Indonesia, dimana Mahkamah Konstitusi menjadi tempat pencarian keadilan yang baru dalam kerangka menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap Konstitusi Indonesia. Akan tetapi proses Judicial review di Mahkamah Konstitusi yang sejatinya merupakan salah satu mekanisme check and balances, tidak juga bisa menjadi harapan bagi rakyat mendapatkan keadilan.

 

Saat ini para pejabat publik makin menampakan kemewahan, kerakusan, kemalasan, dan sensualitas dengan menghancurkan keagungan moral dan etika di republik ini. Sehingga cita cita Konstitusi yang didelegasikan kepada pemerintah oleh rakyat untuk mencapai peningkatan kesejahteraan umum dan perlindungan sumber daya alam akan semakin jauh dari harapan.                 

 

 

 

 

[1] Wakil Presiden Jaminan Sosial DPP FSPMI, Periode 2021-2026; Deputy Riset-Pengembangan Partai Buruh, Periode 2022- 2027

[2] https://www-britannica-com.translate.goog/topic/logical-positivism. Diakses pada 16 Mei 2024.

[3] https://www-britannica-com.translate.goog/topic/Contributions-to-the-Analysis-of-the-Sensations. Diakses pada 16 Mei 2024.

[4] https://www-britannica-com/The-Logical-Structure-of-the-World-Pseudoproblems-in-Philosophy. Diakses pada 16 Mei 2024.

[5] https://www-britannica.com/event/Glorious-Revolution. Diakses pada 18 Mei 2024.

[6] https://www-archives-gov/founding-docs/declaration. Diakses pada 16 Mei 2024.

 

[7] https://oll-libertyfund-org./madison-s-theory-of-the-republic. Diakses pada 21 Mei 2024.

[8] https://academic-oup-com./chapter-abstract. Diakses pada 21 Mei 2024.

[9] https://www-britannica-com./biography/James-Madison/The-father-of-the-Constitution. Diakses pada 21 Mei 2024.

[10] https://www-civiced-org./papers/political. Diakses pada 16 Mei 2024.

[11] Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Konstitusi Pers, 2007.

[12] Brian Thompson, Textbook on Constitutional and Administrative Law, edisi ke-3, Blackstone Press ltd.,

London, 1997, hal. 5.

[13] https://oll-libertyfund-org./quotes/lord-acton-writes-to-bishop-creighton-that-the-same-moral-standards. Diakses pada 21 Mei 2024.

[14] Eric Barent, An Introduction to Constitutional Law, (Oxford: Oxford University Press, 1998), hal. 14.

[15] https://en-m-wikipedia-org./wiki/Politics_Aristotle. Diakses pada 17 Mei 2024.

[16] Carla M. Zoethout et all. (eds.), Control in Constitutional Law, (Netherland: Martinus Nijhoff Publisher, 1993), hal. 113.

[17] Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russell & Russell, 1961), hal. 157.

[18] Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hal. 116 – 117.

 

[19] https://store.rayyana.id/detail/menggugat-manusia-dalam-konstitusi. Diakses pada 22 Mei 2024.

[20] https://news.detik.com/berita/d-5827692/mk-pembentuk-uu-ciptaker-tak-beri-ruang-partisipasi-publik-secara-maksimal. Diakses pada 22 Mei 2024.

[21] https://www.hukumonline.com/berita/a/kedudukan-dan-konsep-omnibus-law-dalam-perundang-undangan. Diakses pada 22 Mei 2024.

[22] https://www.hukumonline.com/berita/a/kedudukan-dan-konsep-omnibus-law-dalam-perundang-undangan. Diakses pada 22 Mei 2024.

[23] https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5049/ruu-penetapan-perpu-cipta-kerja-resmi-disetujui-dpr-ri-untuk-ditetapkan-menjadi-undang-undang. Diakses pada 23 Mei 2024.

[24] https://news.detik.com/berita/d-6506264/suara-penolakan-kelompok-buruh-terhadap-perppu-cipta-kerja-jokowi. Diakses pada 23 Mei 2024.

[25] https://www.youtube.com/watch. Diakses pada 23 Mei 2024.

[26] https://money.kompas.com/read/2021/11/03/192409726/uu-hpp-sudah-diundangkan-sebagai-uu-nomor-7-tahun-2021. Diakses pada 23 Mei 2024.

[27] https://www.bbc.com/indonesia/articles. Diakses pada 23 Mei 2024.

[28] https://www.hukumonline.com/berita/a/putusan-mk-atas-uu-cipta-kerja-dinilai-bentuk-kegagalan-menjaga-demokrasi-dan-konstitusi. Diakses pada 23 Mei 2024.

 

[29] https://www.bbc.com/indonesia/articles. Diakses pada 23 Mei 2024.

[30] https://www.youtube.com/watch. Diakses pada 23 Mei 2024.

[31] https://nasional.kompas.com/read/2022/11/28/13363721/idi-beberkan-3-alasan-utama-tolak-ruu-kesehatan-omnibus-law. Diakses pada 25 Mei 2024.

[32] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230511172016-37-948437/buruh-tolak-ruu-kesehatan-tidak-boleh-menteri-kelola-uang-rakyat. Diakses pada 25 Mei 2024.

[33] https://ekonomi.bisnis.com/read/20230620/12/1667254/tolak-ruu-kesehatan-hingga-uu-cipta-kerja-buruh-demo-di-mk-istana-besok. Diakses pada 25 Mei 2024.