Bandung, KPonline – Kerja sama bilateral antara Indonesia dan Jerman semakin menguat, kali ini melalui penguatan tata kelola migrasi tenaga kerja. Bertempat di tiga lokasi strategis di Kota Bandung — Hilton Hotel, Goethe-Institut, dan BP3MI Jawa Barat — dialog tingkat tinggi bertema “Kolaborasi Indonesia–Jerman: Memperkuat Tata Kelola Migrasi Tenaga Kerja Indonesia” sukses diselenggarakan dengan partisipasi lebih dari 200 orang dari berbagai kementerian/lembaga, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, sektor swasta, dan serikat pekerja.
Latar Belakang: Peluang dan Tantangan Migrasi Tenaga Kerja
Menurut data ILO (2024), terdapat lebih dari 167 juta pekerja migran internasional yang mewakili hampir 5% dari total angkatan kerja global. Migrasi tenaga kerja bukan hanya fenomena global, tapi juga peluang strategis yang terus berkembang — termasuk bagi Indonesia dan Jerman.
Jerman, sebagai negara dengan populasi menua dan kebutuhan tinggi terhadap tenaga kerja terampil, membuka banyak peluang kerja khususnya di bidang kesehatan, teknik, IT, konstruksi, hingga perhotelan. Sebaliknya, Indonesia sedang menikmati bonus demografi, dengan mayoritas penduduknya berada di usia produktif. Potensi kolaborasi ini menjadikan kerja sama migrasi tenaga kerja sebagai kebijakan win-win yang strategis.
Namun, hingga tahun 2024, dari 1 juta lebih peluang kerja yang tersedia di luar negeri, baru sekitar 200 ribuan pekerja Indonesia yang berhasil diberangkatkan. Penyebab utamanya: keterbatasan keterampilan teknis, penguasaan bahasa, dan sikap kerja (attitude) yang belum sepenuhnya memenuhi standar negara tujuan. Diperlukan intervensi kebijakan dan pelatihan yang lebih terstruktur.
Komitmen Perlindungan dan Kerja Sama Kelembagaan
Pemerintah Indonesia, melalui BP2MI dan kerja sama erat dengan Kedutaan Besar Jerman, menegaskan komitmennya untuk mendorong migrasi yang aman, tertib, dan teratur. Presiden RI Prabowo Subianto menekankan bahwa perlindungan pekerja migran harus menjadi prioritas utama — tidak boleh ada lagi kekerasan, percaloan, atau bahkan perdagangan manusia.
Dalam pertemuan tersebut, diluncurkan dua program unggulan:
1. Pusat Informasi Terpadu untuk Migrasi, Vokasi, dan Pembangunan Indonesia (MOVE-ID) — Implementasi dilakukan oleh GIZ atas nama Kementerian Federal Jerman untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ), dan telah resmi dibuka di Bandung dan Mataram.
2. Sentra Kompetensi Asia Tenggara untuk Migrasi Tenaga Kerja Ahli ke Jerman (KSM) — Digagas oleh Goethe-Institut Indonesien, program ini mendukung pelatihan intensif bahasa dan keterampilan bagi calon pekerja Indonesia yang akan diberangkatkan ke Jerman.
Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara GIZ dan Goethe-Institut menjadi tonggak penting kolaborasi ini.
Menjawab Tantangan Demografi dan Kebutuhan Pasar Tenaga Kerja
Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel, menyampaikan bahwa tantangan demografis Jerman — dengan populasi lansia yang terus meningkat dan kekurangan tenaga kerja terampil — menjadi salah satu alasan utama dibukanya jalur kerja sama ini. Indonesia, dengan tenaga muda yang dinamis dan semakin terampil, adalah mitra strategis dalam mengisi kekosongan tersebut.
Sektor-sektor yang sangat membutuhkan di Jerman meliputi perawatan kesehatan, teknik, pekerjaan ramah lingkungan, dan digitalisasi — semuanya merupakan medan kerja yang membutuhkan kompetensi tinggi dan tata kelola migrasi yang profesional.
*Rekomendasi dan Tindak Lanjut*
Pertemuan ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting:
Peningkatan sistem pelatihan vokasi dan bahasa bagi calon pekerja migran, agar sesuai dengan kebutuhan negara tujuan seperti Jerman.
Penegakan hukum terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja yang nakal, termasuk pencabutan izin usaha — dalam 6 bulan terakhir saja, 4 perusahaan sudah ditindak.
Pentingnya pengawalan publik terhadap Revisi UU Pekerja Migran, yang saat ini sedang diproses di DPR RI, agar menjamin hak, kesejahteraan, dan perlindungan pekerja migran di luar negeri.
Migrasi bukan sekadar perpindahan tenaga kerja, melainkan juga perpindahan pengetahuan, keterampilan, dan potensi ekonomi. Bila dikelola dengan baik dan adil, kerja sama seperti ini dapat membuka era baru dalam hubungan Indonesia–Jerman, sekaligus memperkuat posisi pekerja migran Indonesia di panggung global.
Penulis ✍️ : Roni Febrianto, ST, M.Fil
Fhoto : Istimewa