Kisah Para Perempuan di Pusaran Gelombang Perjuangan

Bogor, KPonline – Satu per satu mereka bercerita. Dan setiap cerita adalah lembaran-lembaran yang menarik untuk dijahit menjadi kisah. Dari cara mereka menata kata dalam debat, sampai kepada senyuman yang mereka berikan kepada sesama walaupun kelelahan merajai wajah. Kisah mereka adalah tentang transformasi, tentang bagaimana mereka memetik keberanian dari setiap penolakan, membangun kekuatan dari setiap kegagalan, dan mengukir senyum dari setiap air mata.

Kawasan Puncak, Bogor, sedang diguyur hujan ketika sore itu saya datang. Puluhan orang perempuan duduk melingkar sambil mengukir sejarah. Mereka, perempuan-perempuan tangguh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), menghimpun kekuatan dan cerita di sebuah tempat yang menyimpan sejuta inspirasi: Pusdiklat FSPMI.

Bacaan Lainnya

Hari itu tanggal 8 dan 9 Maret 2023, menjadi catatan penting, tidak hanya karena bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional, melainkan juga sebagai momen pembaharuan semangat bagi perempuan-perempuan yang baru saja memainkan peran penting sebagai Calon Legislatif dari Partai Buruh dalam Pemilu 2024 yang baru lalu.

Mereka adalah mozaik dari berbagai cerita, bersama-sama dalam satu ruangan yang hangat, menemukan keakraban di antara dinginnya udara Puncak. Ada tawa, ada airmata, beragam cerita menyenangkan, ada juga rintihan kegagalan. Mereka berbagi cerita, bukan hanya strategi dan teknik kampanye yang kemarin mereka lakukan, tapi juga lelucon dan air mata, harapan dan kekecewaan.

Cerita mereka yang menyenangkan sebagai Caleg, adalah tentang kebersamaan dalam perbedaan. Mereka berbicara tentang pertemuan dengan masyarakat, tentang bagaimana seorang buruh pabrik berubah menjadi sosok yang mencoba menggugah hati publik, tentang kelucuan yang terjadi ketika mereka harus belajar berpidato, berpose untuk foto kampanye, atau saat mereka harus menyampaikan visi mereka dengan penuh semangat meski kadang kata-kata terasa asing di lidah mereka.

Mereka bercerita tentang euforia saat poster-poster mereka dipasang, tentang percikan-percikan semangat saat berdialog dengan masyarakat, tentang lelahnya kaki yang tak pernah mengeluh melangkah dari pintu ke pintu. Ada gelak tawa yang terdengar ketika mengingat bagaimana mereka, sebagai ibu rumah tangga, menjaga api di dapur tetap menyala sambil memastikan api semangat kampanye juga tak pernah padam.

Namun, di balik tabir keceriaan itu, ada juga cerita pahit. Tentang ketidakadilan yang masih terjadi di lantai pabrik, tentang bagaimana mereka sebagai ibu rumah tangga yang juga harus membagi waktu antara keluarga dan tanggung jawab sebagai Caleg, tentang kelelahan yang meresap hingga ke tulang. Mereka membicarakan betapa seringnya mereka harus menelan kecewa, ketika janji politik yang mereka genggam erat terasa begitu jauh dari kenyataan. Ketika stigma dan stereotip masyarakat terhadap perempuan dalam politik seakan menjadi dinding tebal yang harus ditembus. Ketika mereka harus berdiri tegak di tengah badai nyinyiran dan meragukan kompetensi mereka semata-mata karena mereka adalah perempuan.

Namun, apa yang membuat mereka luar biasa adalah kegigihan mereka untuk tetap berdiri, untuk tetap percaya bahwa setiap suara yang mereka ucapkan, setiap langkah yang mereka tempuh, setidaknya telah merubah sesuatu, meski hanya sekelumit asa bagi seorang perempuan yang bekerja di pabrik, atau bagi seorang anak perempuan yang mungkin akan menyusul jejak mereka.

Saya, yang menjadi saksi dari forum ini, melihat ini lebih dari sekadar pertemuan. Saya melihat kumpulan inspirasi yang sedang saya rangkai menjadi sebuah buku—bukan hanya sekadar narasi, tetapi sebuah monumen huruf yang akan mengabadikan semangat mereka. Saya ingin menceritakan tentang perempuan yang tidak hanya berjuang di garis depan perakitan mesin, tetapi juga di garis depan perjuangan untuk keadilan dan kesetaraan.

Satu per satu mereka bercerita. Dan setiap cerita adalah lembaran-lembaran yang menarik untuk dijahit menjadi kisah. Dari cara mereka menata kata dalam debat, sampai kepada senyuman yang mereka berikan kepada sesama walaupun kelelahan merajai wajah. Kisah mereka adalah tentang transformasi, tentang bagaimana mereka memetik keberanian dari setiap penolakan, membangun kekuatan dari setiap kegagalan, dan mengukir senyum dari setiap air mata.

Bagi saya, ini bukan sekadar forum untuk menyegarkan ingatan tentang pertarungan politik yang telah lewat. Ini adalah ruang bagi setiap perempuan untuk menyadari bahwa mereka adalah pahlawan bagi banyak orang, bahwa setiap suara yang terdengar keras di pabrik, di dapur, atau di panggung kampanye adalah simfoni yang membawa perubahan.

*Kahar S. Cahyono,* _Wakil Presiden FSPMI, KSPI, dan Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh_

Pos terkait