FSPMI Kepri Sayangkan Upah Minimum di Batasi Maksimal 10 Persen

Deddy Iskandar - Ketua DPW FSPMI Kepulauan Riau | Photo : Suhari Ete

Batam,KPonline – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI Kepri) Deddy Iskandar mengapresiasi atas di terbitkannya Permenaker 18 tahun 2022. Hal itu ia katakan kepada media pada Senin (21/11).

Akan tetapi ia menyayangkan dengan adanya batasan kenaikan upah yang maksimal hanya sebesar 10%, Sementara nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai diatas 12% lebih.

Bacaan Lainnya

“Kami berharap dan meminta kepada pemerintah agar tidak main-main dalam membuat kebijakan, apalagi terkait masalah kelangsungan hidup untuk kaum buruh” Ujarnya

“Permenaker 18 tahun 2022 yang baru diterbitkan oleh ibu Menteri tenaga kerja, tentu kami sangat apresiasi, ini merupakan harapan buruh atas solusi pengupahan ditengah kondisi yang sulit. Tapi sangat disayangkan dalam permenaker tersebut ada batasan kenaikan upah hanya sebesar 10%, sementara nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai diatas 12% lebih” Tambahnya

Untuk itu buruh FSPMI se Kepri akan tetap menuntut kenaikan Upah 2023 sebesar 13%

“Kami menginstruksikan kepada semua pengurus FSPMI ditingkat pabrik-pabrik agar melakukan perundingan upah 2023 dengan perusahaan dengan kenaikan minimal 13%.” Pungkasnya

Sementara itu presiden KSPI dan partai buruh mengatakan di dalam isi Permenaker 18/2021, setelah dihitung dengan rumus yang menjelimet dan ruwet, dikatakan di dalam salah satu pasalnya, kenaikan upah minimum maksimal 10%.

“Kalimat tentang maksimal 10% ini menimbulkan kebingungan dan pengertian yang keliru tentang upah minimum. Upah minimum itu minimum, tidak ada kata maksimum,” kata Said Iqbal.

Menurutnya, upah minimum di dalam konvensi ILO No 133 atau UU No 13 Tahun 2003 adalah jaring pengaman (savety net) agar buruh tidak absolut miskin. Agar pengusaha tidak membayar upah buruh dengan murah dan seenak mereka. Karena itu, negara harus melindundi masyarakat yang akan memasuki dunia kerja dengan menetapkan kebijakan upah minimum.

“Upah minimum kan savety net. Kenapa harus menjadi maksimum? Oleh karena itu, seharusnya tidak ada definisi maksimal 10%,” kata Said Iqbal.

“Kalau ditanya sikap Partai Buruh dan organsiasi serikat buruh, sikap kami tetap naik 13%. Pemerintah pusat, Gubernur, Bupati/Walikota, dan yang paling menentukan adalah Gubernur karena yang akan menandatangani SK upah minimum, kami berharap sekali dapat dikabulkan adalah 13% dengan mengitung inflansi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Namun demikian, pihaknya menghimbau agar Gubernur, Bupati/Walikota, menggunakan yang paling rasional. Baik UMP dan UMK naiknya minimal 10%. Nilai ini didapat dari inflansi tahun berjalan 6,5% dan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun nanti diperkirakan 4 hingga 5%.

Pos terkait