Datangi Klenteng Ngo Kok Ong, Obon Tabroni: Pemerintah Harus Hadir Bagi Semua Golongan Masyarakat

Bekasi, KPonline – Seorang pemimpin harus bisa berbaur dengan semua elemen masyarakat. Kalau bisa tidak ada jarak, agar bisa merasakan denyut kehidupan warga. Itulah yang dilakukan Obon. Setiap hari Calon Bupati Bekasi ini menemui masyarakat Bekasi. Mulai dari pedagang kecil, komunitas, pelaku budaya, seniman, hingga pengusaha.

Bagi Obon Tabroni, Kabupaten Bekasi juga harus dilihat dari sisi lain. Bukan hanya dari industrinya saja. Bekasi punya laut. Bekasi punya budaya leluhur yang harus dilestarikan keberadaannya.

Bacaan Lainnya

Kamis (27/10), dia menemui tokoh asal Tionghoa, yang berada di Cibarusah, Bekasi. Saat itu, Obon datang ke klenteng Ngo Kok Ong. Konon, ini merupakan salah satu klenteng tertua di Kabupaten Bekasi.

Menariknya kelenteng ini terletak  tak jauh dari Masjid Jami Al Mujahidin yang didirikan sekitar tahun 1630 dan direnovasi tahun 1937. Sama seperti klenteng tersebut, masjid ini juga merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Bekasi. Keduanya hanya dipisahkan sawah. Kedua tempat ibadah bersejarah itu sejatinya menjadi saksi akan rasa toleransi beragama yang tinggi masyarakat Cibarusah, dimana  warga keturunan  Tionghoa bisa hidup berdampingan dengan damai selama ratusan tahun dengan warga pribumi.

Klenteng Ngo Kok Ong sendiri hingga saat ini di setiap perayaan ulang tahun kelenteng atau hari raya Imlek selalu ramai dikunjungi warga. Mereka berbaur akrab menyaksikan hiburan yang ditampilkan.

Bahkan tak sedikit warga pribumi yang datang berziarah ke klenteng ini untuk mengharap berkah. Seperti diungkapkan Hendra, penjaga kelenteng. “Tiap tahun ada aja warga  yang ziarah ke klenteng. Mereka datang dari Karawang, Cikarang, Cibarusah. Katanya sih mencari berkah Dewi Kwang Im,”tutur Hendra

Dalam hubungan panjang warga pribumi dan warga keturunan tionghoa di Cibarusah, hanya sekali pernah terjadi insiden,yaitu pada saat kedatangan penjajah Jepang pada tahun 1942. Dimana terjadi peristiwa “gedor” yaitu penjarahan toko –toko milik warga keturunan  Tionghoa akibat kesalah pahaman warga memahami perintah pasukan penjajah Jepang.

Kapan persisnya orang-orang  keturunan Tionghoa masuk ke Cibarusah, tak ada yang mengetahui secara pasti. Bahkan siapa Tan Asiat orang yang mewakafkan tanahnya untuk pembangunan kelenteng Ngo Kong Ong di Kp Pasar Lama, Cibarusah pada tahun 1686 pun tidak ada yang mengetahui.

Dalam perkembangannya, Klenteng Ngo Kok Ong sudah mengalami bebeberapa kali renovasi. Bangunannya pun berdiri dengan gagah seolah ingin membuktikan diri sebagai simbol rasa toleransi yang tinggi warga Cibarusah.

Obon menampik bahwa dirinya tak bisa memerima warga selain warga pribumi. Obon mengaku lebih toleran karena keragaman budaya dan keharmonisan masyarakat Bekasi. Itulah yang dilakukan Obon Tabroni. Merangkul semua kalangan agar tercipta kehidupan yang lebih harmonis di Bekasi.

Ini sesuai dengan misi Obon Tabroni. Mewujudkan Pemerintahan yang berkeadilan. Pemerintahan yang inklusif, hadir bagi semua golongan masyarakat. Bukan hanya untuk kelompok atau golongan tertentu.

“Disini juga esensi pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus dikembalikan. Jadi pemerintah itu bukan maunya dilayani, tapi justru harus melayani kepentingan warganya,” pungkas Obon. (*)

Kontributor: Heru Irwan

Pos terkait