Jakarta, KPonline – “Statistik ILO mengatakan, di era digital ada pekerjaan-pekerjaan yang menjadi hilang dan menciptakan pekerjaan baru. Namun selisihnya sangat besar sehingga akan terjadi banyak pengangguran. Kita harus bisa melihat ke depan, kalau menunggu ini terjadi, akan ketinggalan,” demikian disampaikan Anggota Dewan Pakar Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Kun Wardana Abyoto dalam Seminar Nasional “Memperjuangkan Kesejahteraan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia” yang digelar oleh ASPEK Indonesia di Jakarta, Senin (20/2/2017).
Pengamatan yang dicatat Organisasi Buruh Internasional (ILO) itu disebutnya telah melihat kecenderungan teknologi digital akan menguasai seluruh bidang pekerjaan. Kun mengatakan revolusi teknologi telah terjadi empat kali, yaitu pertama dengan penemuan mesin uap, kedua elektrifikasi, ketiga penggunaan komputer, dan keempat revolusi era digital.
Baca juga: Presiden Aspek Indonesia Paparkan Konsep Keadilan dan Kemitraan Sosial
Sedangkan pengaruh era digital terhadap semakin banyaknya pengangguran disebabkan oleh penerapan robotisasi dan otomasi di perusahaan.
Paparan Kun menarik. Hal ini setidaknya membuka mata kita, bahwa era digital ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi menciptakan banyak peluang usaha baru, seperti jual beli online. Namun disisi lain, era digital disebut akan menciptakan banyaknya pengangguran.
Menghadapi situasi ini, serikat pekerja dan pemerintah harus dapat mencermati hal itu dan menyiapkan antisipasi yang dibutuhkan.
Baca juga: Aspek Indonesia Minta Polisi Profesional Memeriksa Said Iqbal
Kun mencontohkan di China, pemerintah memberlakukan kebijakan khusus larangan masuk untuk perusahaan berplatform digital seperti Google, Amazon, dan Facebook, untuk melindungi perusahaan dalam negeri.
“Di alibaba.com, kegiatan sale mereka bisa mengalahkan pendapatan Amazon selama setahun. Betapa besar pasarnya,” ujarnya.
Namun untuk Indonesia, Kun mengakui masih susah melindungi pekerja dari kehilangan pekerjaannya karena belum memiliki teknologi yang memadai serta belum adanya kebijakan pemerintah yang mendukung seperti di China.