Cerpen : Jodoh Pasti Bertamu

Cerpen : Jodoh Pasti Bertamu

Cuaca siang itu terasa panas sekali. Jam menunjukan pukul satu siang. Waktunya mandi dan siap-siap berangkat kerja. Pas menyambar handuk suara handphone berdering.

“Assalamuaikum. Say, dirimu lagi sibuk?”
“Walaikum salam. Gak kok, mau mandi aja siap-siap mau berangkat kerja”.
“Aku mau curhat, mau dengarkan nggak?”
“Hmmm, boleh. Tapi aku sambil mandi ya. Aku speaker saja”.
“Yah, masa sambil mandi, nanti aku gak konsen ceritanya. Jadi ngebayangin dirimu yang lagi sabunan manja haha”. Suara diseberang sana terdengar bahagia.

“Jadi cerita nggak nih?”
“Jadi. Tapi dirimu udah dikamar mandi kah?”
“Udah, lanjut aja. Aku tetap bisa fokus mendengarkan kok. Sudah biasa multi tasking”.

Dia sahabat ku. Namanya Fatimah. Kami bersahabat cukup lama sekali. Hari ini dia bercerita bahwa dia berencana membuka hatinya kembali. Ada seseorang yang ia taksir. Tapi hanya padaku dia ceritakan siapa orang itu. Dulu ia pernah menikah, sebentar saja. Suaminya meninggal karna sakit magh akut.

Dua tahun lamanya Fatimah menutup diri. Begitu banyak lamaran yang datang kepadanya. Mulai dari lelaki lajang sampai duda keren. Tapi semua tidak sedikitpun menggugah hatinya. Tapi entah kenapa hari ini ia begitu semangat bercerita tentang seorang pria.

Pria itu bernama Bram. Tamatan UIN Sunan Kalijaga Jogja. Bram tidak terlalu gagah, tetapi juga tidak terlalu jelek. Orangnya sederhana. Tetapi dia lelaki soleh. Rajin beribadah dan taat sama orang tua.

Bram adalah tulang punggung keluarga. Saat ini bekerja di sebuah perusahaan ternama di Kota Jakarta sebagai HRD karna jurusan Bram pas kuliah adalah Psikologi. Sedangkan Fatimah bekerja diperusahaan berbeda sebagai acounting yang juga berada di Jakarta. Aku mengenal dengan baik keduanya.

“Syukurlah Imah, setan dibadan mu udah pada kabur. Jadi sekarang ada rasa suka lagi sama laki-laki” kata ku mengejek sambil tetap merapikan make up diwajahku.

“Kamu kok malah ngejek aku kayak gitu say. Dukung aku dong dan bantu do’a juga agar kami beneran berjodoh”. Suara diseberang sana masih tetap lanjut bercerita.

“Kamu udah selidiki, kali aja dia sudah ada pacar atau calon istri”.
“Kayaknya belum deh, kalau ada ngapain dia dekatin aku, ya kan?”
“Dekatin kayak mana? Dari ceritamu kan baru telpon beberapa kali, chatting biasa sebelum tidur, makan siang bareng dua kali, trus di ajakin nonton sekali tapi gak jadi karna tiba-tiba kamu mencret. Kalau aku belum amnesia kayaknya baru itu”.

“Ah, kamu kok malah mengendorkan semangatku bukan malah mendukung aku sih” suara diseberang sana merajuk. Sepertinya bibirnya yang seksi sudah monyong lima senti karna cemberut. Dalam hati sebenarnya aku senang sekali hati sahabatku sudah mulai mencair kembali setelah dua tahun membatu.

“Say, sudah waktunya aku jalan nih. Kamu masih mau lanjut caritakah? Kalau iya aku pake headset saja ya. Tapi ya pasti brisik suara angin”.
“Ya udah, kamu jalan aja. Nanti kita cerita tentang Bram lagi ya, hehe”.

“Banyakin do’a aja agar dia segera bertamu kerumah orang tuamu”.
“Iya sayang ku, bantu do’a juga ya”
“Trus, aku siapa yang do’akan?”
“Kamu juga syang ku, cintaku, semoga kamu ketemu jodoh terbaik ya. Yakinlah, akan ada laki-laki baik dan soleh yang juga akan bertamu kerumah mu, jangan pernah ada kata trauma ya”.
“Aamiin, assalamualaikum”
“Walaikum salam”. Telpon telah putus, akupun mengendarai sepeda motor butut ku menuju perusahaan tempat aku bekerja mencari sesuap nasi untuk bertahan hidup.

Dua minggu berlalu tak ada kabar dari Fatimah. Tiba-tiba aku kangen dengar suara manjanya. Lalu aku putuskan menelponya.

“Assalamualaikum, khaifahaluk ya ukhti?” sapa ku menggoda di awal percakapan.
“Alhamdulillah” jawab suara diseberang sana lemas.
“Lho, kenapa ya sicerewet nan manja jadi lemas kayak begini? Apa yang terjadi ya?” selidik ku.

“Say, ternyata Bram tidak beneran suka sama ku. Sepertinya aku kepedean. Jadi ingat kata-kata orang tua jaman dulu, kebanyakan makan tebu berurat, jadi berkasih sayang sendiri.”
“Haha, aku tertawa. Sahabatku lagi patah hati nih ceritanya.” aku terus menggoda.

“Gimana ceritanya sih, kok kamu jadi pesimis gitu. Cerita dulu yang jelas gimana alurnya hingga hati sahabatku menjadi patah kayak gini.” aku membujuk dia agar mau cerita. Dan dari seberang sana aku dengar sahabatku yang cerewet menangis.

“Kamu kenal Humairoh kan?”
“Kenal, kan dia teman SMA kita dulu”.
“Ternyata Bram menyukai Humairoh. Wajar sih, Humairoh kan cantik. Pipinya merah merona tanpa dikasih make up. Mereka satu tempat kerja pula.” suara diseberang sana masih kedengaran menangis.

“Padahal aku sudah yakin Bram adalah jodohku, lelaki yang disiapkan oleh Allah untuk menjawab do’a-do’a ku. Tetapi ternyata tidak. Dia sama seperti cowok yang lain. Memilih yang lebih cantik fisiknya. Sedangkan aku ini apalah, jelek, gemuk yang gak bisa kurus dari SMA”.

“Siapa bilang sahabatku jelek, kamu itu manis kok. Justru karna kamu sedikit agak gemuk jadi kelihatan manis dan gemesin pokoknya deh. Trus, kenapa kamu bisa simpulkan Bram menyukai Humairoh? Apakah Bram sudah mengkhitbah Humairoh?” aku penasaran mendengar cerita selanjutnya.

“Belum sampai melamar sih, cuma pas kami jalan kemaren kami mampir ke toko buku. Lalu Bram membeli buku fiqih wanita katanya mau di hadiahkan buat Humairoh. Lalu aku diminta untuk memberikanya kepada Humairoh pekan depan. Aku seperti disambar petir. Disaat itu aku jadi salah tingkah. Sepertinya aku tidak bisa sembunyikan lagi perasaan cemburuku.”

“Kenapa kamu gak terus terang ke Bram kalau kamu suka sama dia?” aku menyarankan.
“Ya nggak munkinlah say. Kita ini perempuan, hakikatnya kita tetap menunggu. Aku hanya bisa menyebut namanya dalam setiap do’a ku.”

“Lalu apa yang akan kamu lakukan?”
“Gak tau, munkin aku merelakanya. Kadang cinta tidak harus memiliki kan? Munkin saja selama ini Humairoh juga berdo’a agar Bram berjodoh denganya. Dan do’a dia lebih dulu di kabulkan sama Allah.”

“Wah, baru dihadiahi buku saja kamu kok sudah mendahului Allah sampai mengatakan Bram jodoh Humairoh. Kan mereka belum menikah.” aku menenangkan sahabatku.

“Sekarang gini aja, kamu tetap saja berdo’a seperti biasa. Kalau udah pasti Bram mengkhitbah perempuan lain baru kamu berhenti berdo’a untuknya. Yang pasti lelaki soleh itu tidak akan menempatkan cantik diurutan pertama ketika memilih calon istri. Cantik itu nomor dua. Pertama yang dilihat pasti agama dan aklaknya. Kedua cantiknya, cantikpun kan relatif. Bisa jadi menurut seseorang orang gemuk kayak kamu cantik, ya kan? Trus yang ketiga keturunanya dan yang ke empat baru kekayaanya.”

“Jika si Bram itu pada akhirnya memilih Humairoh karna dia cantik, berarti dia bukan lelaki soleh yang disiapkan Allah untukmu. Munkin masih ada Bram yang lain yang akan bertamu ke rumahmu untuk memintamu ke orang tuamu untuk dijadikan istrinya. Jadi, sambil menunggu tetaplah perbaiki diri menjadi pantas untuk disebut calon istri soleha” aku meyakinkan sahabat ku yang sudah mulai agak tenang.

“Makasih Aisyah. Kamu memang sahabat terbaik yang selalu ada dikala suka maupun duka. Semoga kita sahabat sampai ke jannah ya. Cari aku nanti si surga dan tanya sama Allah jika kamu tidak menemukan aku disana.” Fatimah berucap dengan suara yang bergetar.

“Aamiin ya Allah. Begitupun denganmu, jika kamu tidak menemukan aku tolong tanya sama Allah aku dimana ya. Aku mau tidur dulu, udah ngantuk. Assalamulaikum.”
“Walaikum salam” Fatimah menjawab dan telpon terputus.

Pagi ini badanku masih sakit. Terutama sebelah kiri. Maklum dua hari yang lalu aku kecelakaan ringan nabrak mobil yang lagi parkir. Dekat ulu hati dan tulang bahu ku masih memar. Ototku terasa kejang, sepertinya masih kaget. Dapat MC dua hari dari dokter. Dan hari ini hari minggu. Sudah bosan sekali rasanya hanya muterin rumah.

Kebetulan hari ini hari minggu, dan sudah ada rencana kumpul paguyupan dirumahku hari ini. Jadi, aku keluarkanlah keahlian memasakku untuk menjamu tamu yang akan datang hari ini.

Dengan dibantu adek ku yang baru datang dari kampung, aku berhasil menyajikan beberapa menu buat acara hari ini. Rasa sakitpun mulai menghilang karna berkumpul-kumpul dan bercanda bersama orang satu kecamatan yang ada di kota Batam. Walaupun aku selalu menjadi korban buli masalah jodoh, tapi tidak membuat aku berkecil hati. Aku anggap itu cara mereka menyayangiku.

Sepulang tamu-tamu itu, tiba-tiba handphone ku berdering. Fatimah yang menelpon ku. Lalu buru-buru aku angkat dan siap-siap untuk menenangkan dia jika dia patah hati kalau-kalau si Bram sudah mengkhitbah si Humairoh.

“Assalamualaikum”
“Walaikum salam” jawabku.
” Aisyah!” suara diseberang sana berteriak kencang hingga kupingku sakit dan reflek aku jauhkan handphone dari kuping ku. Dari pada kuping ku jadi budeg, ya kan?.

“Kamu kenapa pake teriak-teriak. Sakit kuping ku ini.”
“Maaf sayang ku cintaku. Aku bahagia sekali hari ini. Teriakan tadi adalah luapan kebahagiaan ku.” Imah bercerita sambil tertawa riang tidak seperti sebelumnya.

“Bentar, aku mau menebak dulu. Kamu sudah menemukan Bram yang lain, ya kan?” aku mulai menyelidiki.

“Bukan Aisyah. Ternyata aku tidak kehilangan Bram ku. Jadi aku tidak perlu menemukan Bram yang lain.”

“Maksudmu?”
“Iya, Bram hari ini datang bertamu kerumahku. Dan dia telah meminta ijin kepada orang tua ku untuk menikah dengan ku. Do’a ku telah terkabul Aisyah!” Fatimah terus bercerita dan berbagi kebahagiaanya kepadaku.

Ternyata Buku Fiqih wanita yang di beli Bram waktu itu hanya trik dia untuk mengetahui bagaimana perasaan Imah kepadanya. Disaat ia lihat wajah Imah berubah begitu sedih seperti ada cemburu, disitulah Bram yakin kalau Imah juga suka sama dia. Lalu ia beranikan diri untuk mengkhitbah Imah untuk dijadikan istri sebagai bentuk penyempurnaan ibadahnya.

Cerita Fatimah sahabatku begitu membuat hati ku haru biru dan ikut larut dalam kebahagiaanya. Ternyata benar, kebahagiaan itu bisa ditularkan. Terbukti aku tak berhenti senyum hari ini karna ikut merasakan kebahagiaan sahabatku.

Jadi jangan cemas, masalah jodoh Allah yang tentukan. Kita hanya bisa berdo’a dan berusaha memantaskan diri agar dikirim juga jodoh yang terbaik dari sisi-Nya. Dan jika sudah tiba waktunya, jodoh pasti akan bertamu.

Maryam Ete – Devisi Sastra  Media Perdjoeangan Nasional