Bekasi, Kota Industri Terbesar Asia Tenggara dan Tantangan Transisi yang Adil

Bekasi, Kota Industri Terbesar Asia Tenggara dan Tantangan Transisi yang Adil

Bekasi-KPonline, Bekasi, Jawa Barat, dikenal sebagai kota industri terbesar di Asia Tenggara. Ribuan pabrik berdiri di kawasan ini, mulai dari otomotif, elektronik, logam, kimia, makanan dan minuman, hingga garmen dan plastik. Ratusan ribu buruh menggantungkan hidupnya pada denyut kawasan industri Bekasi, yang menjadi jantung produksi nasional dan bagian penting dari rantai pasok global.

Di tengah posisi strategis tersebut, Bekasi juga menghadapi tantangan baru: bagaimana menata ulang masa depan industri di era transisi menuju ekonomi hijau. Pertanyaan ini mengemuka dalam workshop “Green Economy and Just Transition” yang digelar KSPI pada 12 Juni 2025 di Bekasi.

Dalam sesi-sesi diskusi workshop, peserta menyoroti bagaimana transisi energi akan berdampak langsung pada sektor industri di Bekasi. Industri otomotif, misalnya, tengah bergerak menuju kendaraan listrik. Ini berarti perubahan besar pada pola produksi, jenis komponen yang dibutuhkan, serta keterampilan pekerja. Jika tidak ada strategi pelatihan ulang (reskilling) dan perlindungan sosial, ribuan buruh berisiko kehilangan pekerjaan.

Begitu pula industri elektronik dan logam, yang dituntut untuk mengurangi emisi karbon dan menggunakan energi terbarukan. Transformasi teknologi hijau di sektor ini bisa mendorong daya saing, tetapi juga bisa menciptakan PHK massal jika perusahaan hanya fokus pada efisiensi mesin tanpa memikirkan nasib buruh.

“Bekasi adalah kota industri terbesar di Asia Tenggara. Kalau transisi hijau tidak diatur dengan adil, dampaknya akan langsung terasa bukan hanya di tingkat lokal, tetapi juga nasional,” demikian salah satu catatan penting dalam forum.

Krisis iklim semakin memperparah situasi. Banjir musiman di Bekasi, menjadi bukti bahwa iklim ekstrem sudah mempengaruhi rantai produksi. Buruh adalah pihak pertama yang terdampak—mulai dari berkurangnya jam kerja, terhambatnya transportasi, hingga meningkatnya risiko kesehatan akibat paparan polusi dan cuaca ekstrem.

Dalam konteks ini, transisi menuju ekonomi hijau bukan sekadar tuntutan global, tetapi kebutuhan mendesak bagi keberlangsungan industri di Bekasi. Namun, transisi itu tidak boleh dibayar mahal dengan pemiskinan buruh.

KSPI menegaskan bahwa transisi energi harus berjalan dengan prinsip keadilan sosial. Artinya, pekerja yang terdampak perubahan industri harus mendapat perlindungan sosial yang memadai, akses pada pekerjaan baru yang lebih baik, serta kesempatan untuk meningkatkan keterampilan sesuai tuntutan zaman. Kita tidak bisa bicara masa depan hijau hanya dari sisi teknologi. Masa depan hijau harus juga berarti masa depan yang adil bagi buruh dan keluarganya.

Meski penuh tantangan, transisi juga membuka peluang baru bagi kota industri seperti Bekasi. Permintaan global terhadap produk ramah lingkungan, kendaraan listrik, dan barang elektronik rendah emisi semakin meningkat. Jika dikelola dengan tepat, Bekasi bisa menjadi pusat produksi hijau yang tidak hanya kompetitif di pasar internasional, tetapi juga menciptakan lapangan kerja berkualitas.

Untuk itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang mendorong investasi hijau tanpa mengorbankan hak buruh. Insentif untuk perusahaan harus diimbangi dengan kewajiban melibatkan pekerja dalam perencanaan transisi, menjamin hak atas pelatihan ulang, dan memberikan jaminan sosial yang kuat.

Workshop yang digelar KSPI bersama puluhan perwakilan serikat pekerja ini menjadi langkah awal membangun kesadaran kolektif di jantung kawasan industri Indonesia. Diskusi menegaskan bahwa buruh tidak boleh hanya menjadi objek kebijakan, tetapi juga aktor penting dalam merancang masa depan industri. Transformasi ekonomi ke depan harus hijau secara lingkungan, tetapi juga adil secara sosial dan ekonomi.

Bekasi berdiri di persimpangan sejarah: tetap menjadi kota industri terbesar dengan wajah lama yang penuh polusi dan ketidakpastian, atau berubah menjadi pusat industri hijau yang berkeadilan. Pilihannya ada pada keberanian semua pihak—pemerintah, pengusaha, dan buruh—untuk menempatkan keadilan sosial sebagai landasan transisi.

Yang jelas, tanpa keterlibatan nyata buruh, transisi hanya akan menjadi jargon kosong. Tetapi dengan keberpihakan yang kuat pada perlindungan dan pemberdayaan pekerja, Bekasi bisa membuktikan bahwa ekonomi hijau bukan sekadar impian, melainkan masa depan yang nyata dan berkeadilan.