UMSK Terancam Hilang, Buruh Jatim Tagih Janji Gubernur

Surabaya, KPonline – Buruh Jawa Timur dari berbagai daerah seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Probolinggo, Jember dan beberapa daerah lain yang tergabung dalam Gerakan aksi Tolak Upah Murah (GASTUM) kembali berunjuk rasa. Molornya penetapan UMSK akibat polemik berkepanjangan, memaksa mereka mendatangi Kantor DPRD Jawa Timur (16/01/2016) untuk memperjelas nasibnya.

Buruh meminta kepada DPRD untuk membantu penyelesaian polemik penetapan upah sektoral dengan mendorong Gubernur memenuhi janjinya. Dari aksi buruh sebelumnya, ada 8 poin yang telah disepakati antara buruh dan Gubernur. Kesepakatan yang ditandatangani Gubernur itu didalamnya jelas mengatur tentang mekanisme dan batas penetapan UMSK.

Dengan tidak dijalankannya kesepakatan itu, buruh menilai bahwa Gubernur Soekarwo telah ingkar janji, sehingga penetapan UMSK semakin tidak jelas arahnya. Hal inilah yang sangat merisaukan buruh, karena dengan tidak adanya upah sektoral maka akan terjadi penurunan upah di tahun 2017. Disebutkan dalam kesepakatan itu bahwa UMSK ditetapkan pada 30 Desember 2016 untuk memastikan upah buruh tidak turun tanpa menunggu kesepakatan dengan asosiasi sektor.

Dalam kesempatan audensi dengan DPRD, 10 perwakilan buruh diterima oleh Dr. Benyamin dan Sulidaim dari Komisi E. Audensi juga dihadiri oleh Kepala Disnaker Jatim Sukardo dan staff Biro Hukum mewakili Pemprop Jatim. Ketua GASTUM Jazuli menerangkan “Buruh tidak ingin dibohongi lagi, 8 poin kesepakatan ini janganlah diingkari. Polemik penetapan upah seharusnya sudah selesai dengan adanya Perda Jatim.

Audiensi dengan DPR di Ruang Komisi E

Solusi penetapan UMSK sudah ada dalam pasal 59 Peraturan Daerah No.8 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Jawa Timur, tinggal ada tidaknya kemauan dari pemerintah untuk menjalankannya. Apalagi Perda ini sudah dikoreksi dan diloloskan oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Kementrian Dalam Negeri. Jadi tidak perlu lagi ada kekuatiran ini akan melanggar hukum.” Jelasnya.

“Pemerintah dan Pemimpin harus konsisten, jangan ada lagi akal-akalan untuk membodohi buruh dengan sistem upah murah. Ini adalah bentuk penyelundupan hukum, karena ada upaya menghindari dengan mencari celah dan mengingkari ketentuan yang telah berlaku. Apabila pemerintah sengaja melakukan hal itu, kita akan bersikap tegas. Kalau perlu, kita lakukan Mogok Daerah untuk mengingatkan pemerintah. Pemerintah sekarang sudah tidak masuk akal dan tidak berperi kemanusiaan, ujung-ujungnya buruh dan rakyat kecil yang dijadikan korban.” Tegas Ketua DPW FSPMI Jawa Timur Pujianto.

Komisi E DPRD Sulidaim dalam keterangan persnya mengatakan bahwa aspirasi buruh ini adalah bentuk kekecewaan dan ketakutan akan tidak ditetapkannya UMSK. Legislatif dalam hal ini komisi E DPRD memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada Eksekutif untuk menjalankan kesepakatan sampai batas waktu yang telah ditentukan.

“Kita memahami keluh kesah mereka, namun dalam penetapan UMSK perlu memperhatikan ketentuan yang berlaku dan menghormati proses yang sedang berjalan sesuai batas waktu yang ditentukan. Kalau yang menjadi polemik adalah di daerah belum terbentuk asosiasi sektor atau tidak ada rekomendasi maka sesuai Perda kita solusinya adalah melalui Dewan Pengupahan. Sesuai kesepakatan yang telah ada, kita akan mendorong penetapan UMSK agar tidak ada penurunan upah atau minimal sama dengan yang diterima buruh pada tahun kemarin. Tadi kan sudah ada pak Kadisnaker yang akan menyampaikan ke Gubernur, jadi kita tunggu saja realisasinya”. Ujarnya.

Hasil kesimpulan dari audensi yang dilakukan antara buruh, Komisi E dan Pemerintah Propinsi ini menyatakan bahwa penetapan Upah Sektoral di Jawa Timur selambat-lambanya akan dilakukan pada tanggal 20 Januari 2017. GASTUM berencana kembali melakukan aksi damai untuk mengawal penetapan UMSK di tanggal tersebut.

Ipang Sugiasmoro