Purwakarta, KPonline-Rapat lanjutan Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab) Purwakarta yang digelar di Kantor Disnaker pada Senin (12/12) kembali berakhir buntu dan tanpa kejelasan. Agenda pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Tahun 2026 berubah menjadi arena tarik-menarik kepentingan setelah Disnaker tetap ngotot mengajukan koefisien kenaikan upah di angka 0,6.
Tak pelak, hal ini pun kemudian langsung memicu gelombang penolakan keras dari unsur serikat buruh yang menilai koefisien tersebut merendahkan martabat pekerja dan jauh dari kebutuhan hidup layak. Situasi pun semakin makin tegang ketika mobilisasi massa buruh dalam jumlah besar mengawal jalannya rapat, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan upah yang dianggap berat sebelah.
Cahya, Anggota Depekab Purwakarta dari unsur Serikat Pekerja mengungkapkan, Kebuntuan semakin nyata dalam rapat, karena posisi masing-masing unsur tak bergeser. Kita (Buruh) di kisaran 0,86 hingga 0,9, pengusaha melalui Apindo bertahan di 0,5, sementara pemerintah tetap di 0,6. Akibatnya, pembahasan UMSK pun tak menyentuh substansi, terlebih Apindo secara tegas menolak adanya UMSK.
Cahya, pun menegaskan bahwa Disnaker gagal menjalankan fungsi perlindungan pekerja karena lebih memilih logika biaya produksi ketimbang realitas hidup buruh.
Tanpa kesepakatan, rapat Depekab kembali hanya melahirkan wacana berita acara perbedaan pendapat. Usai rapat deadlock, massa buruh pun bergerak meninggalkan Disnaker dan mengarah ke kantor Pemerintah Daerah Purwakarta, menandai bahwa perjuangan upah layak belum selesai dan tekanan akan terus ditingkatkan demi satu jawaban pasti, yakni Bupati Purwakarta mau membuatkan rekomendasi UMK dan UMSK sesuai kebutuhan hidup layak rakyat pekerja