Bandung, KPonline – Menyikapi kondisi ketenagakerjaan di Kota Cimahi yang diduga pasca terbit nya Undang-Undang No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, menyebabkan sering timbulnya berbagai Perselisihan Hubungan Industrial, artinya aturan ini telah menimbulkan masalah baru dalam menciptakan kondusifitas hubungan industrial di Kota Cimahi.
Dampak terbitnya Omnibus Law Undang-undang Cipta kerja berimbas juga terhadap menjamurnya permasalahan ketenagakerjaan, dan ironisnya permasalahan hubungan industrial ini pun kerap sekali buntu pada saat dilakukan Perundingan Bipartit antara pengusaha dan serikat pekerja.
Peran stackholder dalam hal ini peran pemerintah melalui Dinas Ketenagakerjaan Kota Cimahi harusnya mempunyai solusi yang lebih baik, sehingga harmonisasi hubungan industrial dapat terjaga.
Aksi pada Selasa (1/8) besok yang akan dilakukan oleh Aliansi SP/SB Kota Cimahi bukan tanpa alasan, setiap permasalah ketenagakerjaan yang banyak terjasi dan masuk ke ranah Mediasi tetap tidak dalam kondisi yang lebih menguntungkan pekerja, dan beberapa sumber mengatakan bahwa banyak anjuran yang dikeluarkan oleh mediator dinas ketenagakerjaan lebih berpihak kepada pengusaha.
Hal tersebut pada aksi besok akan di suarakan oleh para demonstran, bahwa dampak lahirnya Undang-undang Cipta Kerja berefek kepada peran disnaker yang seharusnya lebih mementingkan buruh jauh dari harapan.
Adapun isu yang akan di usung pada aksi besok adalah pencabutan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, Cabut Undang-undang Kesehatan dan berlakukan Upah bagi Pekerja diatas 1 tahun di Jawa Barat sesuai Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/kep.776-kesra/2022 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2023.
(Zenk)