PP Pengupahan Berlaku hingga 10 Tahun, KSPI Nilai Kunci Upah Murah

PP Pengupahan Berlaku hingga 10 Tahun, KSPI Nilai Kunci Upah Murah

Jakarta,KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan penolakan terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang diumumkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan. Atas kebijakan tersebut, KSPI menyatakan siap menempuh jalur hukum.

“KSPI menolak peraturan pemerintah tentang pengupahan yang terbaru, dan menolak nilai kenaikan upah minimum 2026 yang berasal dari peraturan pemerintah yang dimaksud,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring, Rabu (17/12/2025).

Bacaan Lainnya

Said menuturkan, kalangan buruh tidak dilibatkan secara optimal dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan. Ia menyebut perwakilan KSPI di Dewan Pengupahan Nasional hanya mengikuti satu kali rapat pembahasan RPP pada 3 November 2025 dengan durasi sekitar dua jam. Rapat tersebut, kata dia, tidak membahas pasal demi pasal dalam RPP Pengupahan.

“Jadi bagaimana mungkin sebuah peraturan yang mengatur tentang upah minimum berlaku mungkin 10 tahun, 15 tahun. 10 tahun ke depan hanya dibahas satu hari. Itu pun dua jam, enggak masuk akal,” kata dia.

Alasan lain penolakan KSPI adalah definisi kebutuhan hidup layak (KHL) dalam PP Pengupahan yang dinilai tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023. Menurut Said, definisi KHL dalam aturan tersebut mengabaikan 64 item kebutuhan hidup layak yang sebelumnya ditetapkan oleh Dewan Pengupahan.

Atas hal tersebut, Said memastikan KSPI akan menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pengesahan PP tentang Pengupahan yang dijadikan dasar penetapan UMP 2026.

Menurut Said, PP Pengupahan tersebut bermasalah secara administratif dan substansial karena berpotensi menghidupkan kembali kebijakan upah murah dalam jangka panjang.

“PP ini akan mengunci kebijakan upah murah bisa sampai 10, 15, bahkan 20 tahun. Ini jelas merugikan buruh,” tegasnya.

Ia juga menilai dasar perhitungan kenaikan upah minimum 2026 tidak sejalan dengan kondisi ekonomi. Said mencontohkan, pada 2025 dengan pertumbuhan ekonomi 4,97 persen dan inflasi mendekati 2 persen, kenaikan upah mencapai 6,5 persen. Sementara pada tahun ini, inflasi menurut BPS mencapai 2,86 persen, namun kenaikan upah hanya direncanakan sebesar 4 hingga 6 persen.

“Sementara tahun ini inflasinya hampir sama, menurut BPS 2,86%, tapi kenaikan upah hanya direncanakan 4 sampai 6 persen. Ini tidak adil,” kata Said.

Selain gugatan ke PTUN, KSPI juga menyiapkan langkah hukum lanjutan berupa judicial review ke Mahkamah Agung.

“Ya karena PP ini bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujar Said.

Said menegaskan, penetapan KHL seharusnya mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 dan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan.

“Yang punya hak konstitusional menentukan KHL adalah Dewan Pengupahan. Bukan Dewan Ekonomi Nasional dan bukan BPS,” tegasnya.

Said juga mempertanyakan apakah Presiden Prabowo Subianto telah menerima penjelasan teknis secara menyeluruh terkait dampak penggunaan indeks tertentu dalam PP Pengupahan.

“Kami tidak yakin Presiden Prabowo setuju dengan kebijakan upah murah. Pertanyaannya, apakah teknis ini sudah dijelaskan kepada beliau?” tutup Said.

Pos terkait