Menyulam Strategi Gerakan : Memperkuat Perjuangan Berbasis Pengetahuan

Salah satu resolusi krusial yang dikeluarkan adalah “memperkuat pendidikan bagi setiap kader” dengan kurikulum yang dirancang untuk mempertajam pemahaman tentang pentingnya menyatukan gerakan ekonomi, sosial, dan politik dalam langkah yang harmonis. Saatnya bagi kita untuk memeluk erat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai senjata baru.

Oleh: Kahar S. Cahyono

Kemarin (22/3), saya hadir dalam rapat yang diselenggarakan DPP FSPMI. Dalam forum ini, ada banyak kawan yang memberikan pandangan. Saya mencatat setiap masukan yang disampaikan. Dalam catatan saya, salah satu yang saya garis bawahi adalah soal lemahnya gerakan buruh dalam membangun konsep melalui penelitian dan pengembangan (litbang).

Ibarat sebuah pohon yang kokoh, gerakan buruh juga harus ditopang dengan akar yang kuat. Jangan sampai ia hanya terlihat gagah di permukaan dengan aksi-aksi dan demonstrasi yang menggugah, tetapi ada kekurangan yang menggerogoti kekuatan: kurangnya basis data dan kajian.

“Kekuatan sejati bukanlah kekuatan fisik, melainkan kekuatan pikiran dan hati.” Saya ingat seseorang pernah mengatakan ini. Saatnya bagi gerakan buruh untuk menguatkan pikiran dan hatinya dengan pengetahuan dan data. Sehingga mereka akan bergerak bukan karena ada instruksi, tetapi karena menyadari sepenuh hati bahwa perubahan hanya bisa diwujudkan dengan perjuangan. Di mana kesadaran ditumbuhkan dengan pengetahuan.

Gerakan tanpa dasar pengetahuan ibarat berlayar tanpa kompas. Kita mungkin bisa bergerak, tapi arah tujuan kita tidak jelas. Kita mungkin berteriak lantang, tapi suara kita bisa jadi hanya gema kosong tanpa makna.

Bagi saya, litbang juga berarti membaca data, membaca buku, membaca apa saja, sebanyak-banyaknya. Dalam agama saya, itu adalah pelajaran pertama: bacalah….

Dengan membaca data, kita dapat memahami kondisi lapangan secara objektif, mengetahui tren yang sedang berkembang, dan mengidentifikasi masalah-masalah yang perlu diatasi. Sementara itu, membaca buku memberikan wawasan yang lebih luas tentang teori-teori yang relevan, praktik terbaik, dan pengalaman dari gerakan buruh di tempat lain.

Pada titik ini, kita juga harus berani mengkritik diri sendiri. Buku apa yang kalian baca dalam sebulan terakhir? Jangankan membaca, boleh jadi, dalam setahun terakhir ini, ada di antara kita yang memegang buku pun tidak.

Kita harus berangkat dari sini. Pemimpin juga harus belajar. Sebab kritik terhadap diri sendiri dan keinginan untuk belajar adalah fondasi yang kuat untuk membangun gerakan buruh yang tangguh dan adaptif. Ini membantu memastikan bahwa gerakan tidak hanya didasarkan pada emosi atau tradisi, tetapi juga pada analisis yang mendalam dan pemahaman yang luas tentang isu-isu yang dihadapi.

Selanjutnya, kita harus mulai dari langkah kecil. Mulai dari mengumpulkan data tentang kondisi pekerja, melakukan survei tentang kebutuhan dan aspirasi mereka, hingga melakukan kajian tentang dampak kebijakan terhadap kehidupan.

Kita perlu menanamkan mindset bahwa penelitian dan pengembangan bukan hanya tugas akademisi, tapi juga bagian integral dari gerakan buruh. Dengan pengetahuan, kita bisa menyusun strategi yang lebih tepat sasaran, kita bisa berargumen dengan fakta bukan hanya emosi, dan kita bisa merumuskan solusi yang berbasis bukti.

Ingat-ingat kalimat ini, “Waktu adalah kanvas hidup kita, kita yang mengisi warnanya.” Mari kita isi waktu kita dengan upaya memperkuat dasar gerakan kita. Mari kita warnai gerakan buruh dengan pengetahuan dan kebijaksanaan, bukan hanya dengan semangat dan keberanian.

“Tujuan hidup bukanlah untuk hidup selamanya, tapi untuk menciptakan sesuatu yang akan hidup selamanya.” Mari kita ciptakan gerakan buruh yang tak hanya kuat di permukaan, tapi juga kuat di akarnya. Gerakan yang berbasis data dan kajian, gerakan yang langkahnya berbobot dan berarti.

Inilah esensi dari perjuangan gerakan buruh hari ini. Bukan hanya tentang mencapai tujuan jangka pendek, melainkan tentang membangun fondasi yang kuat untuk perubahan jangka panjang yang berkelanjutan.

Di sini, gerakan buruh dihadapkan pada pilihan: melanjutkan berjuang dengan cara-cara lama yang sudah teruji namun semakin tidak cukup, atau berani menapaki jalur baru, memeluk ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai senjata baru dalam arsenal mereka.

Pilihan ini, sebagaimana sulitnya setiap pilihan yang mengarah pada pertumbuhan, bukan hanya akan mendefinisikan masa depan gerakan buruh, tetapi juga nasib kelas pekerja.

Ada sebuah keindahan dalam proses belajar dan berjuang. Ketika kita mulai menggali pengetahuan, kita tidak hanya memperkuat posisi kita, tetapi juga membuka mata terhadap dunia yang lebih luas. Kita menjadi lebih sadar akan hak-hak kita, lebih paham tentang dinamika ekonomi dan politik, dan yang terpenting, kita menjadi lebih percaya diri dalam menyuarakan aspirasi.

Dalam perjuangan, setiap langkah kecil menjadi penting. Setiap diskusi, setiap riset, dan setiap analisis menjadi bagian dari mozaik yang lebih besar. Ini bukan hanya tentang memenangkan pertarungan hari ini, melainkan tentang membangun masa depan yang lebih baik. Gerakan berbasis data dan kajian tidak hanya membuat langkah kita lebih berbobot, tetapi juga lebih berarti.

Ada pesan yang ingin disampaikan dari rapat FSPMI tersebut: bahwa dalam setiap denyut nadi perjuangan, ada kebutuhan untuk terus belajar dan berkembang. Dalam setiap tetes keringat pekerja, ada potensi untuk membuat kebijakan yang lebih bermakna. Dan dalam setiap isu yang disuarakan, ada kekuatan pengetahuan yang siap membawa perubahan.

Oleh karena itu, salah satu resolusi krusial yang dikeluarkan adalah “memperkuat pendidikan bagi setiap kader” dengan kurikulum yang dirancang untuk mempertajam pemahaman tentang pentingnya menyatukan gerakan ekonomi, sosial, dan politik dalam langkah yang harmonis. Ini bertujuan untuk membekali pekerja dengan pengetahuan yang diperlukan guna menghadapi tantangan masa depan dengan strategi yang terintegrasi dan efektif.

Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, KSPI, dan Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh