Sejarah sering kali diajarkan sebagai kisah heroisme, namun ada satu aspek yang sering luput yaitu kolonialisme tidak hanya terjadi karena kekuatan asing, tetapi juga karena peran pengkhianatan dari dalam.
Ketika VOC datang dengan dalih investasi, mereka tidak hanya membawa perdagangan, tetapi juga mekanisme kontrol yang mengarah pada kolonisasi. Ironisnya, mereka tidak bekerja sendirian. Di balik ekspansi VOC, ada peran para ‘londo ireng’ penguasa lokal yang rela menjual kepentingan rakyatnya demi kepentingan pribadi.
Pejabat-pejabat lokal yang korup membuka pintu lebar-lebar bagi VOC, menerima upeti dan keuntungan pribadi, sementara rakyatnya menderita di bawah eksploitasi. Kekayaan alam dikeruk, tenaga kerja diperbudak, dan sistem sosial dikendalikan untuk memastikan roda keuntungan terus berputar ke arah penjajah.
Akibatnya, Nusantara tidak hanya kehilangan sumber daya alamnya, tetapi juga kehilangan generasi yang seharusnya bisa membangun negeri sendiri.
Terjajah selama 350 tahun lebih bukan akibat dari kurangnya pejuang, melainkan juga karena melimpahnya para penghianat. Mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kemerdekaan bangsanya sendiri.
Namun, pertanyaannya kini apakah sejarah bisa berulang? Kapitalisme modern membawa model investasi asing yang sering kali berbuntut eksploitasi SDA, sementara segelintir elite tetap menikmati keuntungan dengan mempermudah aturan.
Apakah kita masih melihat “VOC gaya baru” yang beroperasi dengan bantuan para londo ireng di zaman ini? Sejarah telah mencatat bagaimana bangsa ini kehilangan kedaulatannya bukan karena lemahnya perlawanan, tetapi juga karena begitu banyaknya tangan yang rela mengorbankan tanah airnya demi kepentingan pribadi.
Pun demikian dalam hubungan kerja di perusahaan belakangan ini masih banyak oknum pimpinan perusahaan yang menjadi kacung, Londo Ireng/jepang pribumi rela menjajah bangsanya sendiri demi keuntungan pribadi tanpa mengenal lagi rasa nasionalisme. Sudah saatnya kita semua belajar dari masa lalu agar tidak mengulang penjajahan dengan wajah yang berbeda. (Yanto)