Jakarta, KPonline – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak kerap diterima oleh pekerja dan itu menjadi salah satu persoalan yang sering terjadi di dunia ketenagakerjaan Indonesia. Meski aturan ketenagakerjaan di Indonesia telah mengatur mekanisme pemutusan hubungan kerja, kenyataannya praktik PHK sepihak masih saja terjadi dan menimbulkan kerugian besar bagi pekerja.
PHK sepihak adalah pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan tanpa persetujuan atau pembicaraan terlebih dahulu dengan pekerja dan/atau serikat pekerja, serta tidak melalui prosedur hukum yang berlaku.
Dalam banyak kasus, pekerja yang menjadi korban PHK sepihak tidak mendapatkan kompensasi yang semestinya, bahkan ada yang langsung kehilangan akses masuk kerja tanpa pemberitahuan tertulis.
Dahulu, sebelum terbit Undang undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Cipta Kerja), menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap PHK wajib dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu, dan bila tidak tercapai kesepakatan, harus diselesaikan melalui mekanisme perselisihan hubungan industrial.
Ada beberapa alasan yang sering dijadikan dasar perusahaan untuk melakukan PHK sepihak, di antaranya:
•Efisiensi dan pengurangan biaya. Perusahaan ingin memangkas pengeluaran tanpa proses panjang.
•Perbedaan pandangan dengan manajemen. Terutama jika pekerja aktif di serikat pekerja atau sering menyuarakan kritik.
•Alasan kinerja. Namun tanpa bukti dan evaluasi yang jelas.
•Restrukturisasi bisnis. Misalnya saat merger atau perubahan model bisnis.
Namun, banyak alasan tersebut tidak memenuhi syarat legal bila langsung dijadikan dasar PHK tanpa prosedur.
Korban PHK sepihak biasanya mengalami:
1. Kehilangan penghasilan secara mendadak.
2. Tidak menerima/ nilai pesangon tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak menerima uang penggantian hak.
Jelasnya, PHK sepihak bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menghancurkan rasa keadilan dan martabat pekerja. Sehingga, serikat pekerja memandang PHK sepihak sebagai bentuk pelanggaran hak yang serius. Dalam beberapa tahun terakhir, serikat buruh mencatat peningkatan kasus PHK sepihak terutama di sektor manufaktur dan ritel.
“Banyak perusahaan yang memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan untuk melakukan PHK sepihak. Inilah pentingnya pekerja bergabung di serikat, agar ada pendampingan dan kekuatan kolektif saat menghadapi kasus seperti ini”
Oleh karena itu, beberapa langkah untuk mencegah atau menanggulangi PHK sepihak perlu dilakukan, yaitu:
1. Perkuat perjanjian kerja dan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) agar memuat prosedur jelas terkait PHK.
2. Simpan semua bukti komunikasi dan penilaian kinerja.
3. Segera laporkan ke Disnaker atau serikat pekerja bila ada indikasi PHK sepihak.
4. Gunakan jalur mediasi atau Pengadilan Hubungan Industrial bila diperlukan.
PHK sepihak mungkin terlihat seperti keputusan sepihak perusahaan, tetapi bagi pekerja, dampaknya bisa memutus rantai kehidupan keluarga. Memahami hak, mengetahui prosedur, dan memiliki dukungan kolektif menjadi senjata utama agar pekerja tidak mudah terjebak dalam praktik yang merugikan ini.