Memadukan Suara, Gambar, dan Tulisan

Memadukan Suara, Gambar, dan Tulisan

Jakarta, KPonline – “Yang kangen suara merdu saya.” Demikian ia menulis di grup WhatsApp. Sambil mengirimkan tautan spotify, aplikasi tempat kita bisa mendengarkan podcast.

Saya klik tautan itu. Suaranya tertata. Seperti keluar dari dalam hati. Menghayati.

Seorang kawan berkomentar. “Suaranya miriplah dengan DJ-DJ sekelas Radio Prambors, Radio SK, Radio Trijaya di era 80-an.”

Saya mengamini pendapat itu. Apalagi ketika ia menyinggung mengenai Batam yang sedang dipeluk hujan. Rasanya seperti diajak bernostalgia di masa lalu.

Laki-laki yang membuat podcast itu adalah Koordinator Media Perdjoeangan Batam, Suhari Ete.

Kawan-kawan di Batam sedang memulai debut baru dengan membuat podcast.

Sebelumnya, ia mengirimkan foto-foto dengan background Media Center, FSPMI Batam – Kepulauan Riau. Di tempat itulah peralatan podcast diletakkan.

Podcast memang sedang naik daun. Bagi Anda yang belum tahu, itu mirip radio. Jadi hanya berupa suara. Seperti ketika kita mendengarkan MP3.

Di Podcast, kita bisa bergaya layaknya penyiar radio. Bercerita. Menganalisa. Bahkan membuat ulasan terhadap satu peristiwa.

Kita pun bisa mengundang narasumber. Jadi tidak melulu dilakukan sendiri. Saya kira ini cocok untuk sebagian besar aktivis serikat pekerja yang doyan bercerita lisan ketimbang membuat tulisan.

Kalau mau serius, saat rekaman suara untuk podcast, bisa kita videokan. Jadi, selain audio, kita juga bisa mendapat video. Versi audio ini bisa kita olah untuk materi YouTube.

Tentu butuh peralatan tambahan. Setidak-tidaknya kamera. Selain, tentu saja, perlu laptop/komputer untuk mengedit agar hasilnya makin cihuy.

Oh ya, materi podcast juga bisa dikonversikan ke dalam sebuah tulisan artikel. Untuk kita terbitkan di portal berita atau situs web.

Sedangkan kutipan kalimatnya bisa dibuat design atau meme. Cocok untuk media sosial. Instagram misalnya.

Dengan melakukan ini, sekali dayung, dua-tiga pulau terlewati. Sambil menyelam menangkap ikan.

Kuncinya kreativitas yang tanpa batas. Tetapi sebelum itu, harus ada kemauan. Memang capek. Butuh mikir. Kerja team. Tapi begitu kita seriusi, pasti akan jadi sesuatu.

Justru itulah tantangan kita. Setia dengan apa yang kita kerjakan. Diperlukan seni mengelola hati agar tidak cepat bosan. Tetap berkarya meski ada banyak alasan yang menggoda kita untuk berhenti.