Lebih Mengerikan Mana, Virus Atau Omnibus ?

Lebih Mengerikan Mana, Virus Atau Omnibus ?

Bogor, KPonline, – Sabtu 3 Oktober 2020, berhembus kabar buruk dari Senayan, yang menyatakan bahwa, pembahasan RUU Cipta Kerja yang lebih dikenal dengan RUU Omnibus Law sudah hampir dipastikan dalam proses finalisasi. Ada 5 partai politik yang menyatakan setuju, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, dan Nasdem.

Ada juga partai politik yang menerima RUU Omnibus Law untuk dibahas ditingkat lanjut dengan beberapa catatan, yaitu PAN dan PPP. Bahkan, DPD RI menerima RUU Omnibus Law, padahal sebagai wakil dari daerah masing-masing yang ada di Indonesia, sudah seharusnya DPD menolak karena harus mendengarkan aspirasi rakyat yang ada di daerah. Dan hanya PKS dan Demokrat yang menolak membahas RUU Omnibus Law ke tingkat lanjut.

Bacaan Lainnya

Pada akhirnya, rakyat dapat melihat secara langsung, mana wakil rakyat dan mana yang mengaku-ngaku sebagai wakil rakyat. Padahal, sudah jelas dan gamblang bahwa RUU Omnibus Law hanya akan menyengsarakan rakyat ketika disahkan nanti. Padahal, saat ini resesi ekonomi sedang menghantui negeri ini, dan yang mengumumkannya pun pejabat negara, melalui pernyataan resminya. Dan bagi rakyat, hal ini cukup aneh, karena ketika rakyat sedang menghadapi kesulitan akibat resesi ekonomi, malah rakyat serasa ditimpa dan ditambah dengan beban yang berat, yang bernama RUU Omnibus Law.

Sekolah-sekolah diliburkan, orang-orang yang akan beribadah di rumah-rumah ibadah harus menjaga jarak, protokol kesehatan harus diterapkan dimana-mana. Sedangkan pemerintah masih saja lepas tangan terhadap situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Pasar-pasar nampak sepi, sehingga ekonomi mulai melambat, tapi perut rakyat tidak bisa menunggu untuk diisi. Rakyat harus tetap makan. Apakah pemerintah mau menanggungnya? Pedagang menangis, buruh meringis, dan para pejabat dan orang-orang yang mengaku sebagai wakil rakyat itu masih saja terus menggelar rapat.

Akibat dikebutnya pengesahan RUU Omnibus Law yang diduga akan dilaksanakan pada Senin 5 Oktober 2020, buruh-buruh akan mulai menggelar aksi besar-besaran di berbagi daerah, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Dan sudah diduga sebelumnya, bahwa pihak aparat keamanan dan pihak yang berwajib, tidak berkenan memberikan izin menggelar aksi unjuk rasa dan aksi demonstrasi. Hal ini berkenaan dengan menjaga protokol kesehatan yang selama ini digaungkan oleh pemerintah. Akan tetapi, kelonggaran protokol kesehatan malah digaungkan oleh pemerintah dalam menggelar pemilihan kepala daerah, yang rencananya akan digelar pada Desember 2020 yang akan datang.

Toh, pun meski pihak pemerintah daerah, pihak Dinas Tenaga Kerja di daerah-daerah, pihak aparat dan yang berwajib telah mengeluarkan himbauan agar buruh-buruh mengurungkan niatnya menggelar aksi besar-besaran, hal itu jelas tidak akan digubris oleh kaum buruh. Karena aksi pada Senin 5 Oktober 2020 hingga 8 Oktober 2020 nanti, merupakan pertarungan final antara rakyat dengan mereka yang mengaku-ngaku sebagai wakil rakyat.

Sama halnya dengan pedagang pasar, pedagang kaki lima, tukang ojek pangkalan, ojek online, kuli bangunan dan berbagai pekerjaan profesi lainnya, yang ketika mereka bekerja, hanya cukup untuk makan hingga esok hari. Apakah pemerintah memperhatikan mereka selama ini? Jika mereka tidak bekerja, apakah negara bertanggung jawab atas kebutuhan pokok mereka selama dirumah? Mereka akan dengan senang hati berada dirumah, jika saja sembako dan kebutuhan pokok mereka diantarkan setiap harinya.

Jika mereka keluar rumah untuk mencari nafkah, ada protokol kesehatan yang harus mereka taati. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Tidak boleh berkumpul, wajib menggunakan masker dengan standar SNI. Tidak boleh berkerumun di pasar-pasar. Ahh, jika sepi dan tidak ramai, bukankah biasanya tempat itu disebut kuburan? Padahal, separuh gerakan roda perekonomian, digerakkan oleh perputaran ekonomi kerakyatan. Jadi, bagaimana mungkin ekonomi akan terus bergerak, jika rakyatnya harus berjaga jarak, harus dirumah.

Rakyat saat ini sudah tidak takut dengan virus, virus inilah atau virus itulah. Karena rakyat lebih takut lapar. Karena rakyat lebih takut, anak-anak mereka kelaparan, ketimbang sebuah virus. Bahkan, saat ini rakyat lebih takut Omnibus ketimbang virus. (RDW)

Pos terkait