Jakarta, KPonline – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, mengatakan perubahan iklim mencakup berbagai aspek. “Termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia,” kata Dwikorita dalam laman resmi BMKG, Senin (25/3).
Contoh nyata kenaikan suhu akibat perubahan iklim adalah mencairnya gletser atau lapisan es tropis di Puncak Jaya, Papua. Luas tutupan salju abadi di ketinggian 4.884 mdpl itu menyusut hingga 98 persen, dari 19,23 kilometer persegi pada tahun 1850 menjadi hanya 0,23 kilometer persegi pada April 2022.
Bukti lainnya perubahan iklim di Indonesia adalah suhu Indonesia yang semakin meningkat setiap harinya. Menurut dia suhu dunia saat ini sudah mendekati batas yang disepakati bersama pada Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015.
Saat itu, seluruh dunia sepakat harus membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 derajat Celsius. Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45 derajat Celsius di atas suhu rata-rata di masa pra-industri. Menurut catatan BMKG, laju kenaikan suhu di Indonesia tercatat mecapai 0,15 derajat Celsius per dekade.
Bukti krisis iklim lainnya, kata lembaga ini, adalah banyak negara yang terancam kekeringan dalam beberapa dekade ke depan. Oleh karena itu, menurut Dwikorita, penting untuk menjaga ketahanan air. Ia mengatakan, jika ketahanan air melemah maka akan berdampak serius pada banyak hal, di antaranya ketahanan pangan dan ketahanan energi Indonesia.
Dwikorita menjelaskan, merujuk data Bappenas, perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi padi Indonesia sebesar 1,13 juta ton dan 1,89 juta ton. Kemudian, lahan pertanian seluas 2.256 hektar sawah juga terancam kekeringan.
Di sisi lain, kondisi ketahanan pangan Indonesia, yang dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga, juga membutuhkan perhatian. Angka prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan Prevalence of Undernourishment (PoU) pada 2022 meningkat menjadi 10,21 persen dari 8,49 persen pada 2021.
Menurut Dwikorita, apabila situasi ini tidak mendapat perhatian serius, maka ramalan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengenai krisis pangan global dan bencana kelaparan pada tahun 2050 bisa menjadi kenyataan.
Sikap Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
Dalam kaitan dengan itu, KSPI dengan serius memperhatikan laporan terbaru dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa Indonesia menghadapi dampak nyata dari perubahan iklim, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, dan mencairnya gletser di Puncak Jaya, Papua.
Dampak ini bukan hanya permasalahan lingkungan, tetapi juga memiliki implikasi serius terhadap ketahanan pangan, ketahanan air, ketahanan energi, bahkan berdampak kepada para pekerja.
Oleh karena itu, KSPI mendesak pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan yang lebih konkret mengatasi perubahan iklim. Ini termasuk:
1. Mendesak Pemerintah dan Stakeholder Terkait untuk Meningkatkan Upaya Penanggulangan Perubahan Iklim. Dalam hal ini, KSPI meminta pemerintah Indonesia dan semua pihak terkait untuk meningkatkan upaya mereka dalam menanggulangi perubahan iklim. Termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim, serta penerapan kebijakan yang ramah lingkungan dalam semua sektor.
2. Perlindungan Tenaga Kerja dan Ketahanan Ekonomi. KSPI menekankan pentingnya perlindungan terhadap tenaga kerja di sektor-sektor yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kita harus memastikan bahwa upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim juga mencakup pengembangan keterampilan dan ketahanan ekonomi bagi pekerja dan masyarakat.
3. Mendukung Transisi yang Berkeadilan. KSPI mendukung transisi menuju energi bersih yang dilakukan secara berkeadilan sebagai salah satu langkah penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Transisi berkeadilan yang dimaksud adalah dengan melibatkan pekerja dalam setiap prosesnya.
4. Mempromosikan Kesadaran dan Edukasi Iklim. KSPI juga mendorong upaya untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang perubahan iklim di kalangan pekerja dan masyarakat umum. Pengetahuan yang lebih baik tentang isu ini akan memperkuat partisipasi masyarakat dalam upaya mitigasi dan adaptasi iklim.
5. Advokasi untuk Kebijakan yang Adil dan Inklusif. Kami menyerukan kepada pemerintah untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan perubahan iklim yang tidak hanya efektif tetapi juga adil dan inklusif, memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, termasuk pekerja dan komunitas rentan, dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan mendapat manfaat dari upaya-upaya tersebut.
KSPI berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pihak dalam menghadapi krisis iklim ini. Kami percaya bahwa melalui kerja sama, advokasi yang kuat, dan tindakan kolektif, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil untuk semua.
Kampanye Perubahan Iklim KSPI
Saat ini, KSPI tengah mengintensifkan upaya mereka dalam mengedukasi publik tentang urgensi menghadapi perubahan iklim. Kampanye ini direspon dari kenyataan pahit bahwa bumi kita saat ini mengalami peningkatan suhu rata-rata lebih hangat sekitar 1,2°C dibandingkan dengan era akhir abad ke-19.
KSPI mengakui bahwa perubahan iklim adalah fenomena alam yang telah terjadi sejak ribuan tahun lalu. Namun, yang menjadi perhatian utama adalah percepatan perubahan iklim yang terjadi sejak revolusi industri, khususnya karena aktivitas manusia. Pemakaian bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas, telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, dengan karbon dioksida (CO2) sebagai kontributor utama.
Melalui kampanye ini, KSPI ingin menyampaikan kepada masyarakat luas bahwa efek dari gas rumah kaca bukan hanya teori, tetapi sudah menjadi realitas yang berdampak langsung pada kehidupan kita. Contoh nyata dari dampak ini adalah mencairnya gletser, perubahan pola curah hujan, hingga kenaikan permukaan air laut yang mengancam keberlangsungan habitat dan meningkatkan frekuensi bencana alam.
Lebih lanjut, KSPI tidak hanya fokus pada aspek lingkungan semata, tetapi juga pada dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, seperti ketahanan pangan dan ketahanan air. KSPI menggarisbawahi bahwa kelemahan dalam ketahanan air berpotensi menyebabkan krisis pangan yang serius, berpengaruh langsung terhadap kehidupan para pekerja dan masyarakat luas.
Dalam memperkuat kampanye ini, KSPI mendorong semua pihak, termasuk pemerintah dan stakeholder terkait, untuk meningkatkan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Tindakan ini mencakup pengurangan emisi, peningkatan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim, serta penerapan kebijakan ramah lingkungan.
KSPI juga menekankan perlunya perlindungan terhadap pekerja di sektor yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, serta mendukung transisi yang berkeadilan menuju energi bersih. Upaya ini harus melibatkan pekerja dalam setiap prosesnya, serta mempromosikan kesadaran dan edukasi iklim kepada masyarakat luas.
Konfederasi ini percaya, bahwa hanya melalui kerja sama, advokasi kuat, dan tindakan kolektif, kita dapat menciptakan masa depan yang berkelanjutan dan adil untuk semua.
Penulis: Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden KSPI dan juga Wakil Presiden FSPMI