Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia Masih Mengkhawatirkan, Ancaman Paparan Asbes Mengintai Pekerja dan Masyarakat

Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia Masih Mengkhawatirkan, Ancaman Paparan Asbes Mengintai Pekerja dan Masyarakat

Jakarta, KPonline-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Australian People for Health, Education and Development Abroad (APHEDA) atau Union Aid Abroad, menggelar konferensi pers Catatan Akhir Tahun 2025. Konferensi pers ini menyoroti masih buruknya kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia, ditandai dengan tingginya angka kecelakaan kerja serta ancaman serius paparan asbes terhadap pekerja dan masyarakat luas.

Wakil Presiden KSPI, Kahar S Cahyono, menyampaikan bahwa hingga Mei 2025 tercatat 323.652 kasus kecelakaan kerja dengan 134.207 tenaga kerja terdampak, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan. Angka tersebut menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni 298.137 kasus pada 2022, 370.747 kasus pada 2023, dan melonjak menjadi 462.241 kasus pada 2024. Selain itu, tercatat 4.410 kasus penyakit akibat kerja (PAK) hingga periode yang sama. “Tren ini sangat mengkhawatirkan karena angka resmi ini besar kemungkinan belum mencerminkan kondisi riil di lapangan. Banyak kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang tidak dilaporkan,” tegas Kahar S Cahyono.

Ia menambahkan, sektor dengan tingkat kecelakaan kerja tertinggi masih didominasi oleh konstruksi, manufaktur, serta transportasi dan logistik. Sepanjang 2025 juga terjadi sejumlah kecelakaan kerja fatal, antara lain kebakaran kapal di Batam, ledakan smelter, longsor di area pertambangan, serta kebakaran gedung yang menelan korban jiwa pekerja.

Sementara itu, Rizky Pradeta dari Dewan Pimpinan Nasional Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Seluruh Indonesia (DPN FSP ISSI) menyoroti bahaya serius paparan asbes yang hingga kini masih digunakan secara luas di Indonesia. Asbes merupakan material berserat halus yang mudah terhirup dan dapat mengendap di paru-paru, menyebabkan penyakit mematikan seperti asbestosis, mesothelioma, dan kanker paru-paru.

“Paparan asbes tidak hanya mengancam pekerja, tetapi juga masyarakat umum. Rumah dan sekolah yang menggunakan atap asbes, terutama jika sudah retak atau lapuk, berpotensi melepaskan serat berbahaya ke udara dan air tanah. Anak-anak menjadi kelompok yang sangat rentan,” ujar Rizky.

Ia menegaskan, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan komunitas kesehatan internasional telah menetapkan asbes sebagai zat karsinogen berbahaya, hingga kini penggunaannya masih dilegalkan di Indonesia dengan alasan biaya murah, tanpa mempertimbangkan dampak kesehatan jangka panjang.

Dalam kesempatan ini, KSPI, APHEDA, dan jaringan masyarakat sipil—dengan dukungan APHEDA sebagai organisasi solidaritas internasional dari gerakan serikat pekerja Australia—menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah dan pemangku kepentingan:

1. Penguatan regulasi serta pengawasan K3 di seluruh sektor industri.
2. Penghapusan total penggunaan asbes di Indonesia dan transisi ke material yang aman.
3. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi pekerja dan masyarakat yang berisiko terpapar.
4. Pelibatan aktif serikat pekerja dalam perumusan dan pengawasan kebijakan K3.

KSPI menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai hak dasar pekerja, serta mendesak pemerintah dan dunia usaha untuk mengambil langkah nyata dan segera guna mencegah jatuhnya korban lebih banyak di tahun-tahun mendatang.