Purwakarta, KPonline – Kemerdekaan sebuah bangsa biasanya dirayakan dengan gegap gempita. Bendera dikibarkan, lagu kebangsaan dinyanyikan, pidato resmi diperdengarkan, dan rakyat larut dalam suasana suka cita. Namun di tengah kegembiraan itu, ada satu kelompok besar yang justru masih merasakan jarak antara arti merdeka yang sesungguhnya dengan realitas hidup sehari-hari, yaitu kaum buruh.
Apakah buruh di negeri ini sudah benar-benar merdeka? Jawabannya tegas dan itu “belum”.
1. Merdeka Secara Politik, Terjajah Secara Ekonomi.
Secara formal, Indonesia sudah bebas dari penjajahan kolonial sejak 17 Agustus 1945. Tetapi kemerdekaan politik tidak otomatis membawa kemerdekaan ekonomi bagi kelas pekerja. Buruh masih terikat oleh sistem kerja yang tak jelas.
Banyak pekerja yang sudah puluhan tahun mengabdi, tetapi statusnya tetap kontrak. Ada pula yang setiap tahun harus menandatangani kontrak baru seakan-akan pekerja hanyalah barang sekali pakai. Inilah bentuk penjajahan baru, dimana bukan lagi oleh bangsa asing, tetapi oleh sistem ekonomi yang tidak adil.
2. Upah Murah, Hidup Sengsara.
Upah minimum yang ditetapkan pemerintah sering kali hanya cukup untuk makan seadanya, membayar kos sederhana, atau menutup biaya transportasi ke tempat kerja. Sementara harga kebutuhan pokok terus naik, pendidikan anak semakin mahal, dan biaya kesehatan kian mencekik.
Bagaimana mungkin buruh dikatakan merdeka kalau untuk hidup layak saja tidak mampu? Merdeka bukan sekadar soal mengibarkan bendera, melainkan tentang memastikan setiap rakyat bisa hidup manusiawi.
3. Outsourcing = Penjajahan Gaya Baru.
Sistem outsourcing adalah bentuk nyata dari perampasan kemerdekaan buruh. Pekerja outsourcing tidak pernah merasa aman karena sewaktu-waktu bisa diputus kontrak. Tidak ada jaminan masa depan, tidak ada kepastian kerja/karier, bahkan jaminan sosial pun sering dipersulit.
Ironisnya, banyak perusahaan besar yang meraup keuntungan triliunan rupiah justru menggantungkan roda produksinya pada tenaga outsourcing. Mereka menganggap buruh sekadar beban biaya, bukan manusia dengan hak dan martabat.
4. Serikat Pekerja yang Terbelenggu.
Salah satu syarat buruh bisa merdeka adalah kebebasan berserikat. Namun faktanya, praktik union busting (pembungkaman serikat pekerja) masih marak. Buruh yang berani bersuara sering diintimidasi, dipindahkan, bahkan di-PHK (pemutusan hubungan kerja) secara sepihak.
Jika berserikat terbelenggu, bagaimana mungkin mereka bisa memperjuangkan haknya?
5. Buruh Hanya Dijadikan Mesin Produksi.
Buruh dipaksa bekerja dalam target tinggi, jam kerja panjang, kadang lembur tidak dibayar dengan alasan loyalitas. Buruh hanya dianggap sebagai mesin produksi, bukan manusia dengan impian dan masa depan.
Apakah ini merdeka? Tidak. Ini adalah bentuk perbudakan modern.
6. Merdeka Itu Soal Martabat.
Kemerdekaan sejati bukan sekadar soal tidak dijajah bangsa lain, tetapi tentang memiliki martabat sebagai manusia. Buruh bisa dikatakan merdeka bila mereka dihargai kerja kerasnya, diberi upah layak, jaminan kesehatan, keamanan kerja, kepastian kerja, dan ruang untuk hidup bermartabat bersama keluarganya.
Jika buruh masih harus memilih antara membeli beras atau membayar biaya sekolah anak, maka jelas kemerdekaan itu masih jauh panggang dari api.
7. Jangan Gembira, Saatnya Berjuang.
Perayaan kemerdekaan seharusnya bukan hanya pesta seremonial, tetapi juga momentum refleksi. Jangan gembira berlebihan sementara jutaan buruh masih menangis dalam diam. Jangan larut dalam simbol-simbol kemerdekaan, sementara isi kemerdekaan itu sendiri belum dirasakan kelas pekerja.
Kemerdekaan sejati adalah ketika buruh bebas dari belenggu upah murah, bebas dari ketidakpastian kerja, bebas dari ketakutan kehilangan pekerjaan, dan bebas bersuara memperjuangkan haknya.
8. Jalan Menuju Kemerdekaan Buruh
Ada beberapa hal yang harus terus diperjuangkan:
•Upah Layak.
Pemerintah dan pengusaha wajib memastikan upah buruh sesuai kebutuhan hidup layak.
•Penghapusan Outsourcing & Kontrak Berkepanjangan.
Buruh yang bekerja terus-menerus harus diangkat menjadi karyawan tetap.
•Kebebasan Berserikat.
Tidak boleh ada intimidasi terhadap buruh yang bersatu dalam serikat pekerja.
•Jaminan Sosial yang Kuat.
Buruh harus mendapatkan perlindungan kesehatan, pensiun, dan keselamatan kerja.
•Partisipasi dalam Kebijakan.
Buruh harus dilibatkan dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan.
Tanpa itu semua, kemerdekaan buruh hanyalah ilusi.
Merdeka itu bukan sekadar mengenang perjuangan 1945. Merdeka itu adalah memastikan rakyat, termasuk buruh, hidup sejahtera dan bermartabat.
Selama buruh masih dipaksa bekerja dengan upah murah, selama kontrak dan/ outsourcing masih menjadi idaman pengusaha, selama serikat pekerja masih dibungkam, maka jangan gembira dulu, dan atas hal itu semua bisa dikatakan bahwa buruh belum merdeka.
Perayaan kemerdekaan sejati baru akan terasa ketika buruh bisa tersenyum, hidup layak, anak sekolah sampai jenjang fakultas, rumah tangga tenang tanpa hidup berhutang, dan masa depan penuh harapan dengan jelas terlihat didepan mata.