Kemenaker Lalai: Upah Minimum 2026 Belum ada Hilal

Kemenaker Lalai: Upah Minimum 2026 Belum ada Hilal

Purwakarta, KPonline – Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah aturan pengupahan dan meminta penataan ulang formula upah agar berpihak pada living wage, janji pemerintah untuk memberi kepastian bagi pekerja belum tuntas. Putusan MK memaksa revisi kebijakan pengupahan nasional, namun implementasi teknisnya sampai kini masih bergantung pada kebijakan pusat yang belum final.

Kementerian Ketenagakerjaan yang semestinya menjadi motor penyusunan Peraturan Menteri (Permenaker) pengganti terlihat lamban merampungkan aturan pelaksana, sehingga seluruh provinsi dan dewan pengupahan daerah kebingungan menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral (UMS/UMSP). Dampaknya bukan main, yakni ketidakpastian bagi pekerja dan pengusaha menjelang 1 Januari 2026.

Beberapa pihak menyebut rapat demi rapat dan draf kebijakan yang belum disahkan menimbulkan kesan administrasi yang bertele-tele. Padahal kenaikan upah minimum adalah urusan yang berdampak langsung pada daya beli keluarga pekerja. Serikat pekerja mengingatkan bahwa penundaan ini merugikan buruh yang sejak lama menuntut kenaikan bermartabat.

Menaker menyatakan ada upaya finalisasi dan menargetkan pengumuman sebelum akhir tahun, namun janji verbal belum menyelesaikan masalah praktis: kepastian angka UMP/UMK, mekanisme UMSP, dan dasar perhitungan yang memenuhi standar hidup layak masih menunggu regulasi baku. Pekerja dan serikat menuntut tindakan cepat bukan janji.

Putusan MK satu tahun lalu sudah mengubah peta hukum pengupahan, tetapi kelalaian dan lambatnya kebijakan eksekutif membuat tujuan utama melindungi dan mensejahterakan pekerja belum tercapai. Pemerintah dituntut menerjemahkan putusan menjadi aturan akhir yang jelas dan segera.