Kelas Pekerja dalam Permainan Politik: Memilih Kepentingan Kita

 

Oleh: Kahar S. Cahyono*

Entah dari apa hati dan pikiran partai ini terbuat, yang tetap saja membela dan menyuarakan kepentingan rakyat meski “kalah” — tepatnya dikalahkan — dalam Pemilu. Dikalahkan oleh money politic yang menjadikan Pemilu alih-alih sebagai jual beli ide dan gagasan menjadi sekedar bagi-bagi sembako dan uang.

Belum lama ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan. Tentu kalau berkelanjutan, berbagai program yang dicanangkan pemerintah akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN (12 persen).

Saya ingin menebalkan apa yang disampaikan pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Golkar itu: masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan.

Dalam hal ini, saya tidak hendak menyalahkan pilihan rakyat. Tetapi ada satu hal yang perlu kita sadari, dalam setiap pilihan yang kita ambil tersembunyi satu fakta penting: bahwa setiap kebijakan yang dihasilkan adalah cerminan dari pilihan politik yang kita buat. Dan seperti yang seringkali kita dengar, pilihan politik kita akan menentukan arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Ini akan menghadapkan kita pada pada sebuah pertanyaan krusial: siapa yang akan mewakili dan memperjuangkan kepentingan kita sebagai kelas pekerja di panggung politik?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita merenung sejenak pada prinsip dasar politik: bahwa politik seharusnya menjadi alat untuk melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Namun, dalam realitasnya, seringkali kepentingan politik tertentu dapat mendominasi, meninggalkan kelas pekerja, sehingga kelas yang bilangannya tak sedikit ini harus terlempar dan terpinggirkan.

Pertanyaannya, apakah kita, kelas pekerja, siap untuk terus menjadi penonton dalam pertunjukan politik yang semakin mengemaskan, ataukah kita ingin menjadi pemeran utama dalam memperjuangkan hak dan kepentingan kita?

Partai Buruh hadir sebagai jawaban atas pertanyaan itu. Partai yang berkomitmen untuk menjadi suara kelas pekerja, membawa agenda hak-hak pekerja ke panggung politik. Partai yang memahami bahwa keadilan dalam upah, perlindungan terhadap pekerja, kesejahteraan bagi seluruh masyarakat adalah pondasi utama dalam pembangunan, bahkan ketika suara yang didapatkannya belum mampu mengantarkannya ke Senayan.

Di titik ini, bagi Partai Buruh, justru menjadi ajang pembuktian. Pembuktian bahwa politik bukan soal berebut kekuasaan atau kursi di parlemen. Politik adalah mengabdi untuk kepentingan rakyat, untuk setia di jalan perjuangan, untuk tetap membersamai rakyat dalam setiap kesulitan. Dan itu dibuktikan benar ketika beberapa waktu lalu Partai Buruh menyuarakan soal kenaikan harga dan kini bersuara mengenai PHK dan THR.

Entah dari apa hati dan pikiran partai ini terbuat, yang tetap saja membela dan menyuarakan kepentingan rakyat meski “kalah” — tepatnya dikalahkan — dalam Pemilu. Dikalahkan oleh money politic yang menjadikan Pemilu alih-alih sebagai jual beli ide dan gagasan menjadi sekedar bagi-bagi sembako dan uang.

Itulah sebabnya, buat saya, memberikan dukungan kepada Partai Buruh bukanlah sekadar tentang mendengarkan retorika politik yang menggugah. Ini adalah tentang memilih untuk menjadi bagian dari perubahan yang ingin kita lihat di dunia. Ini tentang mengambil langkah nyata untuk memastikan bahwa suara kelas pekerja didengar dan diperjuangkan di tingkat kebijakan.

Sebab, pada akhirnya, politik bukanlah semata tentang kekuasaan atau popularitas. Politik seharusnya menjadi alat bagi kita, rakyat, untuk mewujudkan visi dan nilai-nilai kita sebagai masyarakat yang adil dan berkeadilan.

Saatnya kita memasuki sebuah babak baru dalam perjalanan politik kita, marilah kita mengingat bahwa keputusan kita saat ini akan membentuk masa depan kita. Kita memiliki kekuatan untuk membentuk arah kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Kita memiliki suara untuk memperjuangkan hak dan kepentingan kita.

Jadi, mari kita bergerak bersama, sebagai satu suara, sebagai satu kekuatan, untuk terus mendukung dan menghidupkan partai yang benar-benar mewakili dan memperjuangkan kepentingan kelas pekerja: Partai Buruh.

Kita tidak boleh lagi menjadi penonton dalam permainan politik ini. Jangan bersedih hati atas apa pun yang saat ini terjadi. Saatnya kita menjadi protagonis dalam kisah perjuangan kita sendiri.

*Kahar S. Cahyono, Wakil Presiden FSPMI, KSPI, dan Ketua Bidang Infokom dan Propaganda Partai Buruh